Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Permukaan Air Tanah di Berbagai Belahan Dunia Anjlok, Termasuk Jakarta dan Bandung

26 Januari 2024   11:34 Diperbarui: 27 Januari 2024   13:31 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi air tanah. (Sumber gambar via kompas.com)

Sebuah penelitian yang dirilis Nature Scientific Journal yang diterbitkan 24 Januari 2024  mengungkap bahwa terjadi penurunan  permukaan air tanah di berbagai belahan dunia mengalami penurunan dalam skala luas dan cepat selama 40 tahun terakhir.

Perubahan iklim ditambah praktik irigasi yang tidak berkelanjutan  menjadi penyebab penurunan permukaan  air tanah.  Dampaknya ialah menurunnya hasil panen, terutama pasokan air besih bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Selama bertahun-tahun, satelit telah mencatat penurunan tajam air tanah, dari Lembah Tengah Kalifornia hingga India bagian utara.

Namun pengukuran berbasis gravitasi seperti itu tidak dapat menangkap perubahan pada skala lokal.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah ini, Scott Jasechko dari Universitas California, Santa Barbara, dan rekan-rekannya menganalisis ketinggian air tanah di lebih dari 170.000 sumur.

Para peneliti berfokus pada sumur yang datanya mereka miliki setidaknya selama delapan tahun sejak 2000.

Situs-situs ini mewakili hampir 1.700 sistem akuifer, atau reservoir air tanah, di seluruh dunia.

Lebih dari sepertiga akuifer yang mereka pelajari mengalami penurunan permukaan air rata-rata lebih dari 0,1 meter per tahun sejak  2000.

Lebih dari 10 persen mengalami penurunan drastis lebih dari 0,5 meter per tahun. Dan beberapa outlier mengalami penurunan ekstrim lebih dari 1 meter per tahun.

Jasechko mengatakan sumur-sumur di banyak akuifer di seluruh dunia sudah mulai mengering, dan jutaan sumur dangkal lainnya berada dalam risiko mengingat tingkat penurunan yang terjadi.

"Salah satu faktor pendorong utama di balik penurunan air tanah yang cepat dan semakin cepat adalah pengambilan air tanah secara berlebihan untuk pertanian beririgasi di iklim kering," kata Scott Jasechko seperti dilansir Reuters 

Pertema, temuan ini menunjukkan bahwa penipisan air tanah secara cepat tersebar luas di seluruh dunia dan laju penurunannya semakin cepat dalam beberapa dekade terakhir.

Tingkat penurunannya mencapai  20 inci atau lebih setiap tahunnya di beberapa lokasi.

"Namun yang kedua, penelitian kami juga mengungkap banyak kasus di mana tindakan yang disengaja dapat menghentikan penipisan air tanah," ujar Jasechko dikutip dari The Conservation.  

Pemanfaatan Air Berlebihan

Banyak faktor yang menentukan tingkat air tanah, termasuk geologi, iklim, dan penggunaan lahan. Namun permukaan air tanah yang turun semakin dalam di lokasi tertentu sering kali menandakan bahwa manusia memompa air keluar lebih cepat daripada kemampuan alam untuk mengisinya kembali.

"Beberapa dari 300 juta pengukuran yang kami kumpulkan dicatat oleh alat pengukur otomatis. Banyak lainnya yang dibuat di lapangan oleh orang-orang di seluruh dunia. Dan pengukuran ini memberikan gambaran yang mengkhawatirkan," papar  Jasecho.

Ilustrasi: Sulitnya mengambil air tanah. (Sumber gambar: downtoearth.org.in)
Ilustrasi: Sulitnya mengambil air tanah. (Sumber gambar: downtoearth.org.in)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat air tanah telah menurun sejak 2000 di lebih banyak tempat dibandingkan kenaikannya.

Di banyak lokasi, terutama daerah kering yang banyak pertanian dan irigasinya, penurunan permukaan air tanah lebih dari 20 inci (0,5 meter) per tahun.

Contohnya termasuk Afghanistan, Chile, Tiongkok, Semenanjung India, Iran, Meksiko, Maroko, Arab Saudi, Spanyol, dan Amerika Barat Daya.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa di sekitar sepertiga wilayah tempat kami melakukan pengukuran, laju penurunan air tanah semakin cepat.

Penurunan air tanah yang semakin cepat biasa terjadi di daerah beriklim kering dimana sebagian besar lahan digunakan untuk pertanian.

Hal ini menunjukkan adanya hubungan potensial antara irigasi yang memanfaatkan air tanah dan semakin intensifnya penipisan air tanah.

Penurunan permukaan air tanah yang cepat dan cepat mempunyai banyak dampak yang merugikan.

Persediaan air minum dari sumur dan mata air bisa habis ketika permukaan air tanah menurun. Masyarakat dan komunitas yang bergantung pada sumur-sumur tersebut dapat kehilangan akses terhadap satu-satunya sumber air bersih yang dapat mereka gunakan untuk minum.

Tim peneliti mencontohkan sumur-sumur yang memasok air bersih ke rumah-rumah mulai mengering di San Joaquin Valley, California, dimana penipisan air tanah semakin meningkat sejak awal  2000an.

Masalah ini kemungkinan akan terus berlanjut dan memburuk kecuali ada tindakan yang diambil untuk menstabilkan cadangan air tanah.

Sumur yang mengering juga dapat mengancam produksi tanaman. Menipisnya air tanah telah lama dipandang sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap irigasi pertanian global, karena sumur memasok hampir separuh air yang digunakan untuk irigasi secara global.

Penurunan air tanah juga dapat menyebabkan permukaan tanah tenggelam. Penurunan permukaan tanah telah meningkatkan risiko banjir di puluhan kota pesisir di seluruh dunia, termasuk Jakarta, Tokyo, Istanbul, Mumbai, Auckland, dan wilayah Tampa Bay di Florida.

Jauh dari pantai, penurunan permukaan tanah dapat merusak infrastruktur. Hal ini menimbulkan tantangan penting di wilayah yang tingkat air tanahnya menurun, termasuk Teheran dan Mexico City. Dalam banyak kasus, penyebab utamanya adalah pemompaan air tanah yang berlebihan.

Yang terakhir, turunnya air tanah dapat menyebabkan air laut berpindah ke daratan dan mencemari sistem air tanah pesisir -- suatu proses yang dikenal sebagai intrusi air laut. Ketika air laut masuk, akuifer pesisir bisa menjadi terlalu asin untuk digunakan sebagai air minum tanpa desalinasi yang menggunakan energi intensif.

Bangkok, Jakarta dan Bandung

Di Bangkok, begitu banyak sumur pribadi yang dibor untuk keperluan rumah tangga, industri atau komersial antara 1980 dan 2000 sehingga pemompaan air tanah meningkat dua kali lipat dan permukaan air tanah turun.

Para pejabat menanggapinya dengan menaikkan biaya pengambilan air tanah sebanyak empat kali lipat antara 2000 dan 2006. Total pemompaan air tanah menurun, dan tingkat air mulai pulih ketika pengguna menemukan sumber air lain.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menyebut, laju penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta mencapai 0,04 hingga 6,30 centimeter (cm) per tahun. Angka penurunan muka tanah di ibu kota tersebut diperoleh dari hasil pengukuran selama periode 2015 sampai 2022. Sumber: Liputan6   

Tren penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta tersebut terus mengalami perbaikan dibandingkan tahun 1997 hingga 2005. Pada periode tersebut, Wafid mencatat laju penurunan tanah di ibukota mencapai 1 sampai 10 cm per tahun hingga 15 sampai 20 cm per tahun.

Fenomena yang sama juga terjadi di Bandung. Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi Rita Susilawati mengatakan, penurunan muka air tanah dengan kondisi rawan itu disebabkan pengambilan air yang terlalu berlebihan.

Seperti dikutip dari Kompas, Rita mengungkapkan, berdasarkan Peta Konservasi Air Tanah Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung--Soreang yang disusun Badan Geologi pada 2010, di daerah Cileunyi dan sekitarnya terdapat penurunan muka air tanah tertekan (air tanah dalam atau artesis) hingga sekitar 60 meter di bawah muka tanah setempat.

Staf pengajar Hidrogeologi (air tanah) ITB Bandung Dasapta Erwin Irawan menduga bahwa industri pariwisata salah satu faktor dapat menyebabkan penurunan permukaan tanah. Namun yang lebih penting pemodelan-permodelan air tanah yang sudah dilakukan terkendala jumlah data yang terbatas.

Menjelang  2000-an sudah banyak yang menyebut adanya penurunan muka air tanah. Khususnya di era awal otonomi daerah.

"Setiap kabupaten atau kota giat memetakan wilayahnya untuk mengetahui potensinya," kata Dasapra Erwin kepada Koridor 

Bisa disimpulkan perubahan iklim memang memberi dampak pada penurunan air tanah, tetapi pemakaian air tidak terkendali dan keserakahan manusia  menjadi pemicunya.  Alam membalasnya dengan merosotnya air tanah. Bukankah alam hakim yang paling adil?

Irvan Sjafari

Foto:  Down to Earth  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun