Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jika Perdagangan Karbon Gagal, Apa Pilihan Menyelamatkan Hutan?

25 Desember 2023   22:06 Diperbarui: 27 Desember 2023   04:15 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hutan di Jawa Barat-Foto: Irvan Sjafari

Salah satu kegagalan dari COP28 di Dubai beberapa waktu lalu ialah terkait dengan perdagangan karbon, setelah terjadi perselisihan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

AS menginginkan perdagangan karbon dengan pendekatan peraturan yang "ringan dan tanpa embel-embel".

Hal ini akan memberikan peran penting kepada pelaku sektor swasta dari pasar sukarela dalam perdagangan karbon. Amerika Serikat mendukung sebagian besar negara-negara yang mendorong diadopsinya perjanjian tersebut.

Menurut AS tuntutan  peraturan yang lebih ketat akan terlalu berat bagi banyak negara berkembang. Pasalnya negara berkembang memiliki keterbatasan sarana untuk mengawasi dan mengatur proyek.

Sebuah blok yang dipimpin oleh UE bersama dengan negara-negara Afrika dan Amerika Latin melakukan perlawanan.

Mereka menginginkan pengawasan dan keseimbangan yang lebih kuat serta pelonggaran klausul kerahasiaan yang dapat mencegah pengawasan.

Risiko yang banyak disoroti adalah, dengan kerangka kerja yang lemah, mekanisme baru ini dapat menjadi tempat pembuangan kredit macet.

Uni Eropa  menginginkan peraturan yang menempatkan penyeimbangan karbon sejalan dengan standar tinggi yang ditetapkan oleh sistem perdagangan emisi blok yang beranggotakan 27 negara.

Perdagangan karbon masih jauh dari harapan, tetapi menjaga hutan yang tersisa di dunia tetap berdiri adalah salah satu tantangan lingkungan hidup yang paling penting di abad ke-21.

Hutan boreal yang terbentang dari sekitar Eropa utara, Siberia dan Kanada, hingga Amazon masing-masing mempunyai keanekaragaman hayati paling tinggi di planet ini, rumah bagi spesies yang tidak ditemukan di tempat lain.

Namun sering kali, hutan bernilai lebih banyak uang dalam keadaan mati daripada hidup -- meskipun para pemimpin dunia sudah berjanji untuk menghentikan deforestasi.

Eksploitasi hutan berdampak dengan banyak tumbuhan, hewan, dan jamur menuju  ambang kepunahan. 

Dampak yang lebih mengerikan eksploitasi menurunkan kemampuan hutan dalam menghasilkan curah hujan, menyerap karbon, dan mendinginkan planet secara perlahan. Sejumlah pakar menyarankan lima cara untuk menjaga ekosistem hutan agar bisa bertahan.

Pertama,  Dunia membayar negara-negara untuk menjaga hutan

Pada Cop28 di Dubai, pemerintah Brazil mengajukan proposal dana global bernilai miliaran dolar yang akan memberikan penghargaan kepada negara-negara yang melestarikan hutan.

Sebaliknya  dunia  memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan deforestasi.

Tasso Azevedo, pakar kehutanan dan penasihat Presiden Luiz Incio Lula da Silva, mengusulkan setiap negara bisa dibayar USD30 per tahun untuk setiap hektar hutan yang mereka jaga tetap utuh.

Sementara  untuk setiap hektar yang hilang negara itu mendapatkan sanksi. Jika suatu negara memiliki 1.000 hektar hutan dan memeliharanya, maka akan mendapat USD30.000.

"Tapi jika Anda menebang 10 hektar, Anda tidak mendapat apa-apa," katanya pada acara sampingan di pertemuan puncak tersebut.

Agar memenuhi syarat untuk menerima dana Tropical Forests Forever, negara-negara harus memenuhi tiga syarat. Syarat itu pertama menjaga deforestasi di bawah 0,5% per tahun.

Syarat kedua negara itu memiliki tren kehilangan hutan yang menurun atau tetap di bawah 0,1%. Syarat ketiga  memberikan sebagian besar dana kepada masyarakat yang memelihara pohon.

"Dana tersebut dapat dibiayai dengan mengenakan biaya pada penjualan bahan bakar fosil," kata Azevedo.

Kedua, Melarang Barang-barang yang Merusak Hutan

Kopi, daging sapi, karet, kedelai, dan minyak sawit dinilai berimbas  pada rusaknya kawasan hutan yang luas. Hasilnya melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar dan kerap  dikonsumsi di negara-negara yang berjarak ribuan mil dari Amazon atau lembah Kongo tempat produk-produk tersebut diproduksi.

Untuk memastikan konsumen Eropa tidak mendorong permintaan lebih lanjut atas hilangnya hutan, UE telah memberlakukan peraturan ketat terhadap produk-produk berisiko tinggi.

Mulai 2024, perusahaan-perusahaan yang bekerja di titik-titik deforestasi harus menyatakan bahwa barang-barang mereka tidak merusak hutan setelah tanggal penghentian produksi pada 31 Desember 2020.

Jika negara-negara seperti Tiongkok dan Amerika Serikat juga memberlakukan pembatasan terhadap komoditas-komoditas terkait deforestasi, permintaan ekonomi mungkin akan turun tajam.

Hal ini akhirnya mengurangi dampak buruk terhadap hutan. insentif untuk menebangi hutan lebih lanjut. Sayangnya, cara ini tidak menyelesaikan masalah pencarian mata pencaharian alternatif.

Ketiga, Menerapkan Pajak Global

Perdana Menteri Barbados, Mia Mottley, merupakan pendukung kuat penerapan pajak internasional yang mengikuti prinsip "pencemar yang membayar" untuk menghasilkan pendanaan iklim.

Hal ini juga dapat mencakup pendanaan solusi berbasis alam, seperti perlindungan hutan, kata para ahli.

Dengan mengenakan pajak atas keuntungan minyak dan gas atau sistem keuangan global, Mottley berpendapat bahwa jumlah besar yang diperlukan untuk transisi energi global dan ketahanan iklim di masa depan dapat ditingkatkan.

Dana jharus digunakan untuk melindungi ekosistem yang kritis terhadap perubahan iklim. Tanpa hal ini pemanasan global tidak dapat dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius.

Dalam KTT Iklim COP28 Dubai Mottley menyampaikan jika kita mengambil 5% keuntungan minyak dan gas tahun lalu -- keuntungan minyak dan gas adalah USD4 triliun, maka itu akan memberi kita USD200 miliar.

Keempat, Menukarkan utang negara berkembang dengan belanja alam

Banyak negara yang paling kaya akan alam di dunia juga merupakan negara yang paling berhutang budi, sehingga mereka harus berjuang untuk membiayai konservasi.

Dengan membiayai kembali utang dengan tingkat bunga yang lebih rendah sebagai imbalan atas komitmen konservasi, pertukaran utang dengan alam semakin populer dan dapat digunakan untuk membiayai perlindungan hutan.

Awal 2023, Ekuador mencapai kesepakatan terbesar, membiayai kembali utang komersialnya sebesar USD1,6 miliar dengan harga diskon. Diskon ini merupakan imbalan karena upaya konsisten negara tersebut melakukan konservasi di sekitar Kepulauan Galpagos.

Gabon telah menandatangani kesepakatan serupa untuk memberikan dana bagi konservasi laut.

Presiden Kolombia Gustavo Petro, mengatakan bahwa keanekaragaman hayati akan menjadi dasar kekayaan ekonomi negara tersebut setelah negara tersebut beralih dari bahan bakar fosil.

Namun menteri lingkungan hidup Kolumbia Maria Susana Muhamad, memperingatkan bahwa utang menghambat transformasi tersebut. Bagi negara-negara berkembang, situasinya kritis, karena banyak negara yang berhutang banyak, terutama setelah pandemi Covid-19.

"Kami memerlukan kapasitas ruang fiskal agar aksi iklim dapat mulai membuat komitmen nyata," katanya.

Kelima, Reformasi Pasar Karbon dan Keanekaragaman Hayati

Meskipun terdapat banyak kelemahan dalam sistem yang ada saat ini, para pemimpin dunia dan lembaga internasional seperti Bank Dunia telah mendukung pasar karbon sebagai alat untuk mendanai konservasi hutan secara global.

Para pendukung pasar karbon mengatakan bahwa dengan membeli kredit berkualitas tinggi, negara dan perusahaan dapat mentransfer miliaran dana yang diperlukan untuk menjaga hutan.

Mereka melakukan hal itu sebagai bagian dari upaya mereka untuk mengimbangi emisi mereka. Namun negosiasi Cop28 tentang bagaimana membuat hal ini berhasil berakhir dengan kegagalan.

Irvan Sjafari

Sumber: The Guardian | The Climate Change News | Reuters. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun