Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Dua Pendatang Misterius, Bagian Satu

30 November 2023   21:39 Diperbarui: 30 November 2023   21:54 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SATU

Perjumpaan di Tengah Malam 

Pukul sebelas malam Emma Shafira mengemudi mobil melintasi kawasan Antapani dengan rasa was-was.  Ibunya sudah berpesan untuk tidak pulang terlalu malam, apalagi setelah kakaknya Dewi Sundari dan kawannya Rivai hilang setahun lalu diduga jadi korban kriminal yang menggemparkan kota Bandung. Baca: Setelah Tengah Malam Jahanam https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/611926b006310e46780c1f02/setelah-tengah-malam-jahanam-1

"Neng Geulis bageur! Tetehmu itu tidak pernah ditemukan!"

"Kang Rivai, kalau suka teteh lamar saja! Kami menerima kok, nggak usah ngumpet-ngumpet!" Emma bergumam entah berapa kali dalam setahun itu.

Tadinya dia mengira chat WA itu dari Ganang Wicaksono. Rekan sekerja mereka itu menuduh, bahwa keduanya merekayasa kematian mereka untuk kawin lari.

Mereka pandai memanfaatkan serangan gerombolan human trafficking itu.

Emma nyaris terpengaruh oleh provokasi Ganang dalam pertemuan di kantor Membaca Indonesia Biro Bandung.

"Ngawur! Ngumpet di mana mereka euy!  Di luar negeri, untuk apa? Resmi saja mereka bisa, nggak akan dihalangi! Iri kamu ya!" maki Kang Iskandar, Kepala Biro Bandung kesal.

Ganang yang dijuluki Mister Check In suka berceloteh. Seolah semua laki-laki itu sama kayak dia, nyobain cewek dulu sebelum nikah.

Tapi dalam berapa hari terakhir ini, Emma dapat kiriman gambar dari Whatsapp-nya dan instagram milik tetehnya dan Rivai tiba-tiba aktif kembali. 

Akun instagram atas nama Dewi Sundari itu menampilkan foto mereka berdua di beberapa tempat di kota Bandung dan sekitarnya.

Ada foto mereka  berdua di Tangkuban Perahu, sedang berselonjor di rerumputan  Alun-alun Bandung, makan mie ayam langganan  Sundari di dekat rumah,  hingga yang paling mengesalkan di depan kampus Emma di kawasan Ciumbeuleuit.

Yang dikirim hanya dia, dengan pesan: Kami kangen adikku yang baong pisan! Kami ingin pulang bertemu kalian! Minta restu ya, kami sudah menikah!"

Ayah dan ibunya marah besar ketika diperlihatkan foto-foto itu. Apalagi keluarga Rivai.

"Siapa kawanmu yang becandanya kelewatan!" Sang Ibu memaki.

"Nggak bisa dilacak Bu! Nggak ada nomornya, entah ada teknologi baru! Dilaporkan ke Instagramnya, nanti muncul lagi!"

Yang membuat keluarga Emma khawatir  semua foto-foto itu  mereka  mereka  sepantar, usia remaja. Setahu Emma, Rivai usianya lebih dari lima tahun di atas Sundar.  Rekayasa mana lagi?

Malam itu Emma terpaksa pulang malam, karena rapat di kampusnya berlangsung larut malam. Rapat BEM.

Apa yang ditakuti Emma terjadi, ketika ban mobilnya kempes seperti melindas paku. Terpaksa dia berhenti.  Tiga lelaki keluar dari sebuah gubuk dan mengeluarkan pisau.

"Tengah malam, keluyuran Neng!"

"Tolong!" teriak Emma.

Ketiga laki-laki itu tertawa. "Saha, yang mau menolong? Sepi tempat ini Neng!" Mereka tertawa,

"Geulis pisan, euy! Rugi kalau cuma uang dan ponsel?"

Emma ketakutan.

Dari bagian belakang kemudi, pintu terbuka keluar sepasang remaja. Emma terperanjat, mirip dengan Sundari dan Rivai.

"Jangan ganggu Tante kami Akang-akang yang baik!" ucap mereka dengan sopan.

Ketiganya teperanjat. Mereka muncul dari mana? Tadi di mobil tidak ada orang lain.

"Bisa apa kalian!"

Kedua remaja itu membuat gerakan mengambil angin ke arah dada seperti menutup mantel dan tiba-tiba mereka menghilang. 

Tahu-tahu celana panjang milik salah seorang laki-laki itu merosot. Ikat pinggang dan bagian bukaan celananya seperti disilet tajam.

Lalu kedua nya duduk dengan santai di kap mobil. "Sok! Silahkan pergi! Itu baru peringatan!" kata yang laki-laki. "Punten, adik saya ini suka jahil!"

"Tak bacok kalian!" Tapi begitu lelaki kedua mengayun goloknya hanya menghantam kap dan keduanya menghilang serentak.

"Keras kepala!"

Seperti ada energi luar biasa, lelaki itu terpental  menghantam saung yang tadi tempat untuk mencegat. Begitu keras, seolah-olah angin tornado, tetapi terarah.

Lalu keduanya muncul masing-masing memegang sebuah perisai virtual bercahaya berwarna kekuningan emas.  Ketika lelaki menembak pistolnya peluru itu mental.

Dan sebaliknya ketika keduanya mengayunkan perisai angin besar melemparkan lelaki ketiga ke kanan sejauh lima ratus meter. Tinggal yang pertama yang celananya merosot lari terbirit-birit. "Hantu!"

"Bagaimana adik kita biarkan pergi!"

"Iya, nggaklah. Enak saja, dia mau mengganggu Tante!"

Yang cewek mengambil semacam sumpit dari saku celananya dan menembakan sesuatu berbentuk cairan kental dan langsung mengenai pantat laki-laki itu.

Laki-laki itu mulanya terperangah, namun kemudian dia merasa gatalnya bukan main di pantatnya  hingga laki-laki itu belingsatan di jalan.

Lalu keduanya mengelilingi mobil yang tiga bannya kempes kena ranjau paku.  "Iya, pakai kendaraan kita saja Tante!"

"Tante Emma, tolong bukakan bagian belakang mobil!"

Dengan gemetar terheran, Emma membukakan pintu bagian belakang tempat mobil SUV menyipan barang, keduanya menarik sesuatu yang tak terlihat.

Tetapi begitu keduanya seperti membuka selubung muncul sebuah otopet terlipat, namun ketika dibuka  panjang. Di belakang otopet ada tas besar entah isinya apa.

"Berdiri saja Adinda! Kamu yang mengemudi, saya yang jaga Tante di belakang!"

"Mobil Tante ditinggal?"

"Jangan khawatir Tante!"  keduanya memencet sebuah tombol diperisai mereka dan keluar cahaya kuning keemasan. Kemudian cahaya itu menghilang. "Nggak seorang pun yang bisa masuk mobil, mereka akan membentur dinding tak terlihat!"

Dengan gemetar Emma digiring naik semacam otopet dan sang cewek memencet tombol muncul pagar pengaman kekuningan dan kemudian menghilang bersama otopet itu.  Seolah ketiganya terbang berdiri tiga meter di atas tanah dengan kecepatan tinggi dan kemudian mereka tak tampak.

Tahu-tahu Emma sudah berada di halaman rumahnya. Keduanya dengan tangkas melipat otopet mereka dan menaruhnya di dinding garasi.

Ayah dan ibunya teperanjat bukan main. Mereka menanti Emma dengan cemas.  "Dari mana kamu? Mobil di mana? Siapa mereka!"

"Saya Adinda Oma dan Opa dan ini Ananda kakakku!"

"Mustahil, kalian anaknya Sundar dan Rivai, mirip sekali?" Sang Ibu nyaris pingsan. "Mereka baru saja hilang setahun lalu?"

"Setahun waktu Bumi, Oma, Oma dan Tante Emma!  Tapi Papa dan Mama sudah dua puluh tahun di sana!" Keduanya menunjuk langit yang penuh bintang.

"Kami diantar Hiyang ke Bumi melalui lubang cacing dengan waktu setahun setelah hilangnya tetehnya dan suaminya."

"Mengapa mereka tidak pulang! Eeuh, waee..kalau mau menikah diterima kok!"

"Sudah perjanjian dengan Hiyang mereka harus di sana dan lagi ada  dua adik kami di sana. Kami berdua dikirim sebagai ganti mereka dengan tugas menjaga kalian dan keluarga Papa Rivai!"

"Siapa Hiyang? Menjaga dari apa?"

"Nanti kalian tahu! Kalau Hiyang, kalian menyebutnya sebagai alien!"

Emma merasa ingin pingsan.

"Sudah masuk! Nanti orang pada bingung!"

Irvan Sjafari

Sumber Foto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun