"Nah kebijakan sekarang adalah bahwa sampahnya hanya residu saja yang dikirimkan ke TPS, untuk sampah-sampah organiknya dan sampah anorganik itu agar bisa dikelola secara mandiri melalui surat edaran tersebut," kata dia.
Dukungan datang dari Dinas Ketenagakerjaan Kota Bandung menggulirkan program padat karya pengolahan sampah organik.
Dinas ini akan merekrut sebanyak 604 orang direkrut untuk menjadi petugas pengolah sampah organik yang disebar ke 151 Kelurahan di Kota Bandung. Selain itu, juga terdapat 50 orang pendamping.
"Kita mengusulkan pengolahan sampah berbasis padat karya. Kita mempekerjakan banyak orang untuk pengolahan sampah ini. Kemudian diusulkanlah 4 orang setiap kelurahan untuk menjadi petugas pengolah sampah organik tingkat kelurahan dikali 151 Kelurahan sehingga ada 604 petugas," kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Bandung, Andri Darusman.Â
Andri mengatakan, para petugas tersebut merupakan usulan dari Kelurahan. Mereka diberikan pelatihan cara cara pengolahan sampah di wilayahnya.
Dikatakannya, pengolahan sampah organik dengan berbagai metode seperti maggot, komposter, loseda, bata terawang dan berbagai metode lainnya.
"Setelah diberikan materi selama 2 hari, setelah itu langsung praktik pengolahan sampah," ujarnya.
Salah seorang Koordinator Forum Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS) Tini Martini mengakui kumpul, angkut, dan buang bukan solusi yang tepat. Permasalahan sampah akan berhasil jika semua pihak mengambil peran.
Pemkot Bandung sebetulnya sudah mempunyai Program Kang Pisman. Sayangnya, program, itu berhasil jika semua RW dan Kelurahan di Bandung berpartisipasi.
Koordinator Relawan Sosialisasi Kang Pisman 2018 itu mencontohkan Kelurahan Kebon Pisang pada Juni berhasil mengurangi limbah ke TPA.
Kelurahan itu mampu mengurangi sampah organik hingga 7.636,1 kg dan limbah non-organik 920,6 kg. Potensi daur ulang bahkan masih bisa lebih optimal karena belum seluruh warga memisahkan limbah.