Hemat Listrik dan Energi Terbarukan
Itu baru sampah bagaimana dengan energi? Ya, kalau untuk laptop dan ponsel harus discharge tidak bisa dihindari. Lampu kalau berpergian bisa dimatikan. Kalau di kantor juga begitu, kalau keluar ruangan dalam waktu lama AC dimatikan dan lampu dimatikan. Â Tidak ada masalah. Di rumah kami bayar listrik wajar saja.
Saya heran di kok bisa sampai ada polemik di media massa terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Walaupun teknologi ini mahal ke depannya bisa mengurangi ketergantungan terhadap energi listrik dari bakar fosil dari PLN. Bahkan secara logika bukan hanya rumah, tetapi juga komunitas bisa bersama menggunakannya.Â
Menurut Survei Greenpeace Indonesia pada 2020 lebih dari 80% warga Jakarta ingin memasang panel surya di rumahnya. Dengan tingginya keinginan masyarakat yang ingin memasang panel surya, harusnya bisa menjadi landasan bagi pemerintah agar membuat payung hukum yang lebih serius untuk mendukung penerapan energi terbarukan di masyarakat.Â
Yang terjadi malah Revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 26/ 2021 yang mengatur tentang pemasangan surya atap. Revisi tersebut mengakomodir memo internal PLN yang membatasi kapasitas pemasangan surya atap hanya 10-15% dari kapasitas terpasang.
Solusi energi berbasis komunitas dilakukan ilmuwan Tri Mumpuni dengan pembangkit listrik  tenaga air. Tri memanfaatkan potensi energi air yang terdapat desa untuk menggerakkan turbin, yang kemudian menghasilkan listrik.Â
Meskipun penggunaan listrik dengan energi air yang secara prinsip bisa dilakukan suatu masyarakat akan menghadapi masalah bila terjadi kemarau panjang ekstrem seperti saat ini, apalagi kalau sungai sampai mengering.
Penghematan dan Konservasi Air
Kalau pemakaian air untuk mandi setiap orang punya standar sendiri. Kalau saya ketika di rumah lebih hemat biasanya tidak sampai satu ember. Lain ceritanya kalau seharian di luar, mandi lebih banyak dengan antiseptic pula karena ada masalah lain seperti kuman, bakteri dan virus.
Saya kapok waktu terkena Covid-19 pada 2022, menulari ibu karena tidak memperhatikan bahwa harus segera mandi dengan layak. Kemungkinan kena di luar, karena pekerjaan saya mengharuskan bersentuhan dengan banyak orang. Saya lalai soal vaksin. Jangan lupa ada kuman  lain yang bisa dibawa ke rumah. Jadi ada masalah lain yaitu kontaminasi dan juga polusi. Tinggal di kota lebih kompleks masalahnya.
Hemat air itu paling sulit. Â Karena satu orang butuh dua liter air untuk minum saja. Â Belum lagi untuk mandi dan cuci kakus. Â Pemakaian air dari hujan yang ditampung dan kemudian disaring bisa mengurangi konsumsi air tanah, tetapi menurut saya hanya untuk menyiram tanaman atau menyiram kakus. Â Sayang hal itu sulit dilakukan untuk diterapkan di rumah, secara teori bisa.