Pak Dudung akhirnya meminta saya ditemani Dani, 22 tahun warga lokal untuk jadi pemandu ke Patahan Lembang dengan perjalanan diperkirakan 45 menit. Â Pukul 8.30 kabut turun.
Kami mulai memulai perjalanan. Dani mengaku sudah berkali-kali menjadi pemandu dengan upah Rp50 ribu. Berkat Dani, saya bisa menemukan pijakan agar tidak ambles. Pukul 9.15 tiba di portal  batas antara Puncak Bintang dan Patahan Lembang.
Kami melalui jalan setapak yang bervariasi medannya; ada tanjakan, turunan, perbedaan kontur ketinggian, lubang, tidak rata, berbatu, melalui berapa spot, di antaranya sawung kosong yang di belakangnya adalah jurang dan warung-warung makan yang kosong di week-day.
"Di belakang warung itu ada rute lain?" ujar Dani.
"Kalau ke Jatinangor bisa?"
"Bisa katanya, tetapi rutenya penuh tanjakan. Begitu juga jalan tembus ke Lembah Tengkorak. Dan lebih berat dibanding ke Patahan Lembang," ucap dia. Â
Alternatif menarik untuk perjalanan berikutnya selain rute ke Tebing Kraton untuk solo hiking, pikir saya.
"Kalau musim kemarau perjalanan lebih aman untuk solo hiking sekalipun. Begitu juga keluarga yang bawa anak kecil. Tetapi kalau musim hujan lain ceritanya, sebaiknya tidak sendiri. Hiking ini tidak dianjurkan malam hari. Pada Desember ini hujan turun setelah pukul 12 siang," katanya.
Betul satu jam perjalanan sampai ke papan pengumuman Patahan Lembang setinggi 1.515 meter di atas permukaan laut. Â Dari ketinggian bisa menikmati panorama kota Lembang, termasuk Lodge Maribaya. Â