Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Zaman Boleh Berubah, Harta Berharga Tetap Keluarga

28 Juni 2022   13:46 Diperbarui: 2 Juli 2022   15:03 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: Pikiran Rakyat

"Ara tidak makan ayam, karena ayam itu temannya Ara.  Teteh juga bilang teman itu tidak boleh makan teman," demikian ucap Cemara atau akrab disapa  Ara (Widuri Putri Sasono)  di meja makan, ketika diminta mencoba mencicipi ayam goreng  racikan Emak (Nirina Zubir).

Ucapan polos itu membuat orang-orang di sekeliling Ara terhenyak, termasuk kakaknya Euis (Adhisty Zara).  Adegan dalam film Keluarga Cemara 2  ini menunjukkan kekukuhan (sebetulnya protes) terhadap orang-orang di sekelilingnya yang dianggap mengabaikannya, padahal mereka sudah berjanji pada dirinya.

Sekuel itu berkisah beberapa tahun setelah masa di Keluarga Cemara yang pertama, Abah (Ringgo Agus Rachman) kehidupan ekonominya mulai berubah, dari usaha yang bangkrut dan menjadi pengemudi ojek daring, mendapat pekerjaan  tetap di sebuah peternakan ayam yang jauh dari rumahnya dan mendapatkan kendaraan operasional.

Sementara Emak, di satu sisi harus memberi perhatian pada anak bungsunya Agil (Niloufer Bahalwan) yang sedang mengalami pertumbuhan gigi, di sisi lain harus membantu ekonomi keluarga.

Caranya dengan berjualan camilan opak bersama Ceu Salmah (Asri Welas) tetangganya, yang hasilnya tidak menentu, sekalipun sudah dibantu oleh Euis dan Ara menjual di sekolah. Opak sudah bukan lagi camilan zaman 'now'. 

Sampai suatu ketika Emak membuat ayam goreng tepuk racikan yang menurut Salmah enak dan bisa jadi bisnis. Kebetulan seorang temannya bersedia  meminjamkan uang untuk mengembangkan peluang baru. Hal yang biasa dalam dunia UKM sebetulnya.

Euis  sudah duduk di bangku SMA, tidak mau lagi pulang bersama adiknya.  Dia ingin punya privasi sendiri, bersama kawan-kawannya Rindu (Yasamin Jasem), Andi (Joshia Frederico), Ima (Kawai Labibah), dan Deni (Kafin Sulthan).

Sosok Deni ini membuatnya jatuh hati, hingga dia sempat bersitegang dengan Rindu karena teman makan teman, dianggapnya Rindu ingin merebut Deni.  Sosok ini membuatnya ingin punya privasi dan ingin pisah kamar dari Ara.  Euis sudah menjadi remaja.  Dia kerap diantar Deni naik sepeda pulang dan chat setiap malam.

Padahal Euis sudah berjanji kepada Ara  selalu mengantarnya.  Dia semakin kecewa ketika sudah mendapatkan kamar, Abahnya tidak menepati janjinya untuk membuat kamarnya bagus.  Ara menjadi merasa tersisih sebagai anak tengah.

Persoalan yang biasa ditemui dalam keluarga yang anaknya lebih dari dua dengan jarak yang cukup jauh. 

Ara kemudian menemukan teman Ariel (Muzzaki Rhamdan),  yang menawarkan jasa mengantarkan pulang naik sepedanya.  Ariel ini tinggal bersama kakeknya yang mempunyai warung.  Nah, suatu ketika keduanya menemukan seekor anak ayam di jalan diberi Neon dan Ara memeliharanya di rumah.

Ara yang kesepian merasa bisa berkomunikasi dengan ayam, sejak awal di peternakan merasa ayam-ayam memanggilnya.  Kang Romli (Abdurrahman Arif), seorang  karyawan di peternakan itu juga   memperkuat keyakinannya dengan mengatakan waktu bisa berkomunikasi dengan kodok.

Dia yakin Neon ingin bertemu dengan keluarganya  dan setelah mencari tahu bahwa yang banyak memelihara ayam ada di kampung yang cukup jauh dari kampungnya.  Bersama Ariel, Ara pun nekat mengantarkan Neon kembeli keluarganya sebagai niat baik dengan semangat yang tinggi, sekalipun tanpa ditemani orang dewasa.  Tentunya keluarganya  tidak sependapat.

Ilustrasi-Foto: Pikiran Rakyat
Ilustrasi-Foto: Pikiran Rakyat

Review

Pada  film pertamanya yang rilis pada 2018, sekuel disutradarai oleh Yandy Laurens, amka sekuelnya disutradarau  oleh Ismail Basbeth, seorang sutradara film festival seperti Another Trip to The Moon (2015).   Sementara penulis skenario dipercayakan pada Irfan Ramly (Love for Sale, Filosofi Kopi 2) bukan lagi Gina. S. Noer.

Hasilnya?  Sekilas terkesan jika film pertama fokus pada drama keluarga dan perubahan gaya hidup, sukses mengundang haru, maka sekuelnya fokus pada petualangan Ara dan imajinasinya. Tadinya saya khawatir jadi mirip  Petulangan Sherina  bertemu dengan kriminal konyol, misalnya.

Tetapi untungnya tetap setia pada pakem dari cerita karya Arsewendo Atmowiloto dengan penyelesaian ala Abah. Solusi yang ditawarkan sesuai dengan spirit film ini 'Harta yang Paling Berharga adalah Keluarga'.

Yang menarik ialah sentuhan feminisnya terasa, sekalipun sutradara dan penulis skenarionya adalah laki-laki. Dalam sebuah adegan Emak menolak diberi tanggungjawab sepenuhnya pada tugas domestik, dia menutut Abah juga memberikan perhatian kepada anak-anaknya.  

Ada sebuah adegan yang menohok, yaitu ketika  Emak melamun sendirian di tengah malam dengan cangkir di tangan, perlahan menyeruput apa yang tersisa di dalamnya. Potret lelahnya sebagai ibu rumah tangga?  Namun untuk penonton anak-anak rasanya sulit menangkap pesan verbal ini.

Dari segi departemen kasting, saya mencatat Widuri Putri Sasono mampu menghidupkan Ara yang kesepian. Dalam berapa adegan ketika Ara memandikan anak ayam, memebrinya rumah yang bagus di karton yang didesain dengan imajinasinya dan kemudian berkomunikasi sungguh menyentuh.

Begitu juga ketika Abah tidak mau memercayai kemampuan Ara berkomunikasi dengan ayam. Itu simbol   Ara lancar berkomunikasi dengan dengan Neon, tapi tidak dengan keluarganya.  Ara seperti anak ayam yang terpisah dari keluarganya, hanya saja tidak secara fisik.

Bagaimana dengan sinematografinya? Apik pisan, euy kata orang Sunda, yang jadi latar belakang kultural film ini, panorama perdesaan dengan sawahnya. Perjalanan naik sepeda Ara dan Ariel (juga Euis dan Deni)  menembus kabut dan hujan, memberikan suasana romantis bagi penoton dewasa. Namun apakah itu memberikan kesan pada penonton anak-anak?

Sebetulnya Adhisty Zara juga punya kesempatan untuk menampilkan aktingnya. Jika di film pertama berhasil mencuri perhatian sebagai anak Jakarta yang sempat menolak jadi anak desa, maka di film kedua Euis, yang menjadi karakter semi antagonis dengan permasalahan dengan cinta monyetnya.  Sekalipun dia bermain baik, namun porsinya tidak terlalu cukup.

Catatan saya yang lain soundtracknya Harta Berharga kali ini dinyanyikan Adhisty Zara, Widuri Putri Sasono dan Muzakki Ramdhan terasa lebih menyegarkan. Begitu juga lagu baru yaitu 'Jatuh Cinta' yang dinyanyikan Marion Jola dan Teja Sumendra tampaknya ditujukan pada sosok Euis, tetapi juga bisa pada Ara, easy listening, ringan dan kekinian.

Secara keseluruhan 'Keluarga Cemara 2' pas tayang pada masa liburan yang memberikan alternatif bagi penonton keluarga.

Irvan Sjafari

 

Kredit Foto Poster film Keluarga Cemara 2: pikiran rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun