Sesosok itu terkejut, karena perbuatannya tertangkap oleh Ratunya. Dia tahu kalau diteruskan bakal dihukum berat. Kemudian siren itu menunjukan wajah aslinya dan remaja pria dari Mahameru itu terperanjat, lalu lari ketakutan.
Ratu kemudian mengajak Raya melihat sebuah gelembung virtual. Dia merabanya dan keluarlah rekaman Mujitaba dan kelompok Lanun Hitam diawasi beberapa kumpeni membawa seorang pria ke tepi pantai. Â Lalu Mujitaba menikamkan pisaunya di tengguk Greg hingga laki-laki bertubuh tinggi tegap itu terkapar dan dihanyutkan ke laut. Larung.
"Inikah yang kamu mau lihat? Widi sudah kasih tahu saya," katanya. "Kekejaman manusia."
Raya menangis dengan cepat ditenangkan Ratu. "Kami berjanji akan memberikan kesempatan kepada kamu untuk membalas kematian kekasihmu. Kumpeni dan anteknya adalah musuh kami juga."
Setelah Raya tenang, mereka berkeliling mengamati aktivitas siren dalam habitat. Tak ubahnya seperti kota manusia. Ada yang bertani, memelihara ikan QQ.
"Kalian diganggu Yu Sanca?" tanya seorang remaja.
"Tentu pernah. Â Mereka acap membunuh siren yang berenang sendirian. Tapi kami juga puya senjata menghadapi mereka!" sahut seorang perwira siren yang ditugaskan jadi salah satu pemandu.
Perwira itu mempunyai semacam tongkat dan menujuk sebuah karang di laut. Keluar cahaya biru lembut dan batu itu pecah berkeping.
"Kami kerap harus berpatroli menjaga warga kami seperti tentara kalian anak muda," lanjut dia.
"Bagaimana dengan mahluk yang bercapit itu? Mahluk mirip udang raksasa di planet kami, warnanya oranye?" tanya Raya.
"Kami menyebutnya Chinanka. Mereka sebetulnya tinggal di utara juga memakan ikan QQ dan mahluk lain. Tetapi sebetulnya persedian masih cukup, tapi habitat mereka dirusak oleh gerombolan yang tadi menawan  kalian," jelas salah seorang siren.