Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Petualangan Manuk Dadali (10, Jadi Tamu Siren)

6 Mei 2022   17:08 Diperbarui: 6 Mei 2022   17:14 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi-Foto: Irvan Sjafari

Sepuluh : Jadi Tamu Siren

Sore itu juga para tamu dan Widi dibungkus gelembung elastis mengikuti siren memasuki lorong dua hingga bertemu air laut, lalu mereka menyelam  cukup jauh entah berapa lama  dengan bantuan semacam tali yang membuat mereka menyelam cepat.

Setelah setengah jam seperti berjalan mereka   memasuki  sebuah taman penuh dengan tanaman berwarna-warni menyala terang.  Dengan bantuan Hiyang mereka bisa saling bercakap-cakap melalui telepati.

"Ah, gila, kita berada di kedalaman seribu meter. Secara teknis hanya bisa dilakukan dengan pakaian selama khusus maksimal 500 meter dan seharusnya sinar matahari sudah tidak tembus, tetapi wilayah itu terang benderang," ujar  Raya.

"Gelembung itu kuat sekali. Teknologi siren kelihatan sederhana, tetapi dahsyat membuat gelembung elastis seperti dari jelly dan mempunyai kadar oksigen tinggi," ucap Widy.

"Siren itu mengizinkan para remaja itu juga ikut turun.  Mereka pulang bawa cerita menakjubkan, tapi apakah teman-temannya di Mahameru percaya?" tambah Cynthia.

Sementara Aurora dengan santainya menyelam bersama para siren.   Dia ikut mendarat.  Lalu dia berlari ke arah salah satu siren, ibunya yang juga menyapa Sono.

"Di mata Sono dia jadi cewek mirip siapa ya?"

Ibunya memang Sang Ratu. Mereka segera menghadap. Para remaja dibiarkan bermain.

"Ikan QQ yang manusia rebutkan adalah salah satu makanan kami.  Mulanya kami biarkan, tetapi banyak manusia yang serakah," kata Ratu.

"Termasuk dari negeri kami?" tanya Raya. "Paduka tahu soal suami saya Greg?"

"Dia diculik sewaktu meninggalkan wilayah kami.  Mereka dibantu manusia yang bukan bermukim di planet ini," kata Ratu.

"Itu sebabnya kalian ingin melahirkan keturunan yang bisa seperti manusia beradaptasi di luar?" tanya Raya.

"Betul. Satu saat negeri ini akan diserang manusia dan juga mahluk lain. Selain kami punya tempat lain yang jauh dari sini, kami juga bersiap kalau punah ada yang bisa mewariskan kebudayaan dan nilai kami," tutur Ratu.

"Mengapa di Bumi ada cerita soal siren?"

Ratu mengangguk, "Dulu nenek moyang kami juga pernah ke planet asal kalian Bumi. Di bawa alien lain dan ditinggal di sana. Makanya ada dongeng siren di peradaban kalian. Kami sebenarnya ingin ke Bumi mencari tahu nenek moyang kami yang dibawa ke sana, keturunan seperti apa."

Mereka kemudian diajak ke perpustakaan mereka terdiri tulisan dengan tanda-tanda di atas karang dan daun yang awet. Seperti diukir.  Hiyang menterjemahkannya kepada tujuh orang, Raya, Robin, Cynthia, Ciciek, Kapten Daud, serta seorang remaja yang ingin tahu.

"Paduka tahu Hiyang?" tanya Raya.

Ratu Siren mengangguk. "Justru karena mereka, kami percaya banyak manusia yang baik. Maaf kalau lancang menculik para lelaki kalian untuk keberlangsungan kami."

Tiba-tiba ada sesuatu menarik perhatiannya.

"Sudah jangan tunjukan wujud manusia kepada anak itu! Mengambil manusia jadi pasanganmu ada aturannya!" bentak Ratu Siren pada sesosok siren remaja yang merayu dan menghipnotis seorang remaja pria. 

Sesosok itu terkejut, karena perbuatannya tertangkap oleh Ratunya. Dia tahu kalau diteruskan bakal dihukum berat. Kemudian siren itu menunjukan wajah aslinya dan remaja pria dari Mahameru itu terperanjat, lalu lari ketakutan.

Ratu kemudian mengajak Raya melihat sebuah gelembung virtual. Dia merabanya dan keluarlah rekaman Mujitaba dan kelompok Lanun Hitam diawasi beberapa kumpeni membawa seorang pria ke tepi pantai.  Lalu Mujitaba menikamkan pisaunya di tengguk Greg hingga laki-laki bertubuh tinggi tegap itu terkapar dan dihanyutkan ke laut. Larung.

"Inikah yang kamu mau lihat? Widi sudah kasih tahu saya," katanya. "Kekejaman manusia."

Raya menangis dengan cepat ditenangkan Ratu. "Kami berjanji akan memberikan kesempatan kepada kamu untuk membalas kematian kekasihmu. Kumpeni dan anteknya adalah musuh kami juga."

Setelah Raya tenang, mereka berkeliling mengamati aktivitas siren dalam habitat. Tak ubahnya seperti kota manusia. Ada yang bertani, memelihara ikan QQ.

"Kalian diganggu Yu Sanca?" tanya seorang remaja.

"Tentu pernah.  Mereka acap membunuh siren yang berenang sendirian. Tapi kami juga puya senjata menghadapi mereka!" sahut seorang perwira siren yang ditugaskan jadi salah satu pemandu.

Perwira itu mempunyai semacam tongkat dan menujuk sebuah karang di laut. Keluar cahaya biru lembut dan batu itu pecah berkeping.

"Kami kerap harus berpatroli menjaga warga kami seperti tentara kalian anak muda," lanjut dia.

"Bagaimana dengan mahluk yang bercapit itu? Mahluk mirip udang raksasa di planet kami, warnanya oranye?" tanya Raya.

"Kami menyebutnya Chinanka. Mereka sebetulnya tinggal di utara juga memakan ikan QQ dan mahluk lain. Tetapi sebetulnya persedian masih cukup, tapi habitat mereka dirusak oleh gerombolan yang tadi menawan   kalian," jelas salah seorang siren.

"Terima kasih dicatat," sahut Cynthia. "Akan segera jadi undang-undnag di Nusantara."

"Terima kasih," ucap Ratu.

"Yang kami takutkan, manusia punya kapal yang bisa masuk ke kedalaman seperti kami. Lewat kapal itu banyak QQ yang diambil,"  sambung  punggawa itu.

"Selain kami sepertinya VGC itu punya kapal selam," kata Kapten Daud.

"Kami memergokinya ketika berpatroli. Kapal selam itu bernama Leviathan.  Selain itu kapal  angkasa besar milik mereka berbentuk gagak yang digunakan jelajah antar planet," tutur punggawa itu.

 "Sudah lama mereka di Nusantara ya, pakai pangkalan segala, tanpa bertamu dengan sopan ke negeri kami," kata Kapten Daud lagi. "Kami juga punya warga bule, namun mereka ikut aturan kita. Begitu juga ada tamu bule perorangan dari planet lain, biasa saja. Itu sebabnya Van De Bosch bebas masuk tanpa izin otoritas sekalipun."

"Itu yang membuat kami membenci mereka.  Alien pelindung kalian yang disebut Hyang hanya menjamin keselamatan manusia dari alien lain di wilayah  koloni yang memang disiapkan untuk manusia. Itu perjanjian dengan alien lain. Di luar itu, alien lain bebas untuk  menjamah manusia."

"Jadi bagi para petualang memang risiko tanggung sendiri. Adil," sahut Daud. "Itu sebabnya alien lain tidak berani masuk Nusantara walau teknologinya lebih tinggi, karena Hyang akan turun tangan."

"Persis. Begitu juga dengan kami para siren. Boleh menyerang manusia yang di luar wilayah Nusantara kalau dianggap ancaman dan kami juga boleh melindungi manusia yang dipilih."

Setelah dua jam di ibu kota siren berkeliling dengan mengendarai kereta mahluk, ke blok-blok tempat tinggal siren, para manusia kembali ke pemukiman mereka.  Daud dan sejumlah orang salat makan malam dan kemudian tidur. 

"Ancaman kita HR Evertsen, mudah-mudahan Zia, Yura dan Kanaya memberitahu yang lain," kata Raya. "Mungkin kapal selam VGC."

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun