Saya ingat film yang ditonton di sini waktu itu sebetulnya bukan film anak-anak, di antaranya "Fear Over The city" yang diperankan Jean Paul Belmondo, rilis 1975.
Gedung ini dibangun pada 30 Mei 1958 dengan batu pertamanya diletakan oleh Gubernur Jabar masa itu Sanusi Hardjadinata.Â
Gedung ini selesai pada Desember 1959 dan awal mulanya bernama Gedung Persatuan Buruh Kereta Api, diresmikan oleh Menteri Muda Perburuhan Ahem Erningpradja dan dihadiri oleh Sanusi Hardjadinata, Panglima Siliwangi Kolonel Kosasih dan Dirjen Kereta Api R. Abu Prajitno, Oja Somantri.
Panti Karya dibangun pada 30 Mei 1958 dan batu pertamanya diletakan oleh Sanusi Hardjadinata. Gedung ini mempunyai tinggi 34 meter dan terdiri dari enam tingkat dengan luas ruangan seluruhnya 2203 M2.
Gedung ini dilengkapi ruangan konferensi dan kongres yang mampu menampung 400 orang bahkan 750 orang. Terdapat telepon otomat dengan 35 sambungan ditambah loud speaking. Bentuk bangunan unik dengan satu menara yang tinggi.
Pertunjukkan kesenian yang pertama digelar di Panti Karya adalah Dagelan Mataram dari Yogyakarta pada 13 Januari 1960 pada pukul 20.00 hingga 23.30. Sejumlah pemainnya seperti Tjokrodjijo, Atmonadi Djajengsuwandi, Djajengdikoro, Sutini Sugijem dan Togen ikut dalam rombongan.
Sayang gedung ini terbengkalai sejak 1990-an. Saya sangat menyesalkan mengapa waktu itu  tidak ada upaya baik dari Pemerintah Kota Bandung maupun stakeholder lainnya memugarnya dan  memanfaatkan gedung itu misalnya jadi restoran, toko atau apa saja tanpa mengubah gedung itu.
Yang menarik terbengkalainya Panti Karya bersamaan dengan berdirinya mal pertama di Kota Bandung, yaitu Bandung Indah Plaza (BIP). Â Pikiran Rakyat edisi 9 Agustus 1987, mengungkapkan rencana peletakan batu pertama pembangunan BIP yang akan dilakukan pada 13 Agustus 1987 dan diresmikan Agustus 1990.
Sebelum berdirinya BIP, di lahan tersebut terlebih dulu terdapat Hotel yang bernama Hotel Pakunegara. Pada masa Hindia Belanda, hotel tersebut diberi nama Flat Oclott Park.Â
Hotel yang bentuk fisiknya terdiri dari kumpulan beberapa vila ini merupakan tempat persinggahan favorit pada 1930-1950-an. Saya juga tidak paham pertimbangannya dibangunnya Bandung Indah Plaza harus menggantikan sebuah bangunan bersejarah.Â