Bagus hanya tertawa. Â Lalu dia menyanyikan lagu mars Persib yang kami nyanyikan bersama sewaktu masih di Titanium. Aku pun mengikutinya.
Go persib go... (go persib go)/Go persib go... (go persib go)/Menang dan kalah hal yang biasa/
Go persib go... (go persib go)/Go persib go... (go persib go)
Purbasari dan Purbaendah hanya tertawa saja.
"Persib itu kunaon?" tanya Purbasari.
"Lama kelamaan adik tahu," jawab  Purbaendah.
Kami tiba di Dago atas yang pemandangannya lebih menyeramkan.  Puluhan ekor lutung bertabaran di jalanan.  Tanaman liar  merambat ke mana-mana.  Ada juga rusa yang makan rumput liar.  Ular merayap, tetapi segera lari karena merasa ada yang datang.
Di berapa sudut terdapat rongsokan mobil, rumah tua yang terbengakalai dan berapa rumah yang penghuninya keluar melihat kami. Tampaknya sudah mengenal Bagus dan Purbaendah melambaikan tangan.
Aku melihat bekas terminal angkot tempo dulu yang aku lihat di foto virtual perpustakaan Titanium kini terbengkalai. Â Ada beberapa orang mengenakan senapan berjaga.
"Selain menghadapi sisa orang asing, mereka berjaga terhadap harimau agar tidak masuk kota," ucap Bagus.
"Dari mana harimau itu?"
"Mungkin kebun binatang Taman Sari yang sudah runtuh ratusan tahun lalu. Kemudian beranak pinak."