Aku tersenyum, Samuel, teteh Ira dan teteh Mayang masuk bersama Serma Malik.
"Curang ada Atep di sini, ayo bersepeda ke bawah bersama, " tantang Samuel sudah mengenakan kaos Persib.
"Sunan Ambu sudah menunggu kalian dan ingin bertanya?" teteh Ira menjewer Bagus seperti ibu menjewer anaknya. Itu dilakukan sambil terkekah, agar Bagus dan teman-temannya tidak merasa ditangkap.
"Ya, ya teteh, Ampun!" Bagus menurut dengan santai.
Raya mengangguk, dia menatap Bagus, Purbaendah, Atep dan  Zia entah apa maksudnya.
Samuel, Malik, Atep, Bagus, Zia naik sepeda kembali ke Bandung. Sementara Raya, Purbasari dan Purbaendah  ikut di Jip terbang. Mereka agak kelelahan karena tidak terlalu biasa naik sepeda. Entah dari mana Samuel mendapat sepeda dan kaos Persib.
"Anjeun itu ambil dari bekas distro di Martadinata ya atau bongkar bekas toko di Cihampelas?" sindir Bagus.
"Masa kalian saja yang bisa!" Samuel menjawab seenaknya. Â Â Â Â
Go Persib Go/Go Persib Go!" Kami bernyanyi bersama. Â Sekali lagi abrsurd.
Dalam hati kecilku, terlalu mudah Bagus, Atep, Â Zia dan Purbaendah, serta Raya digiring ke bawah. Menurut aku merea sudah menghitung hal itu, kalau mereka punya agenda. Â Ini bagian dari skenario mereka. Â Jangan-jangan Hiyang justru di pihak mereka.
Irvan Sjafari