Purbaendah mengangguk. "Negeri itu ancaman paling berbahaya. Ada sedikit bersenjata seperti orang Atlantis."
Mereka melempari dengan kacang. Di antara yang menyaksikan aku melihat Dadung membawa tasku di tempat tersembunyi. Anak yang cerdik. Namun kemudian dia hilang. Aku menduga cara Hiyang membantuku membuat Dadung berkamuflase.
Sekitar seratus prajurit. Dua puluh orang berkulit putih bersenjata pelontar api. Dua puluh pemanah, dua puluh penyumpit dan sisanya menggunakan tombak dan pedang. Mereka semua berkuda. Â Termasuk Purbaendah.
Ibu Kota Pasir Batang kota yang megah. Banyak bangunan seperti gedung. Rumah-rumah banyak dari batu, ada juga dari bambu. Sementara jalannya dari batu yang disusun. Â Arsitekturnya menakjubkan, dominan unsur lokal tetapi dimodifikasi. Apa pengaruh orang asing itu?
Pasukanku membawaku melintasi pegunungan, aku mengingat peta virtual. Sialan dia mengarah ke negeri Sang Kuriang dulu. Â Perjalanan sangat menyiksaku seharian. Aku buang air di kandang seperti lutung dan makan di kandang juga. Lalu dibersihkan dengan semprotan air. Â
Purbaendah bahkan menyuapiku dengan pisang dan tentunya dengan ancaman pengawalnya yang bersenjata pelontar api. Â Dia melakukannya sebagai kesenangan. Entah menghina atau ada maksud lain.
"Ayo makan lutung! Makan yang banyak!" katanya sambil tertawa.
Aku berusaha salat di dalam kandang. Â Purbaendah menyaksikan. Â Tapi dia tidak menganggu. Itu yang aku herankan.
Keesokan paginya aku terbangun oleh semburan air. Rupanya penyerangan akan dimulai.  Negeri  Kabandung melawan
Aku terkejut, ternyata ada beberapa orang Kabandung punya senjata highvoltase, peninggalan orang Titanium dulu. Tetapi sudah melemah, karena sudah lama. Berapa pengawal bertombak dan pemanah roboh dengan tubuh hangus. Â Namun jumlah mereka terlalu banyak.