Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dayang Sumbi (5)

6 Juni 2020   21:22 Diperbarui: 6 Juni 2020   21:25 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itu kan mirip pelontar panas yang kita punyai? Mereka mempunyai semacam itu juga Cuma lebih kasar," ucap Kapten Ginanjar.

Manusia burung? Aku pernah membaca soal Icarus dari sejarah kuno Bumi.  Aku kira dongeng, tapi ternyata bisa diwujudkan.

Aku melirik Ira. Dia sama sekali tidak takut.  Wajar sebagai  tentara. Tetapi lawannya waktu di Titanium adalah Bolo yang tidak bersenjata api atau listrik dan bukan manusia yang cerdas juga. Yang aku khawatir Ira berperang dengan penuh kebencian.                                                         

Mungkin dia membayangkan seperti apa anaknya terkena tembakan itu. Lalu dia menembakan pelontar listriknya mendahului Kapten Ginanjar. Seorang manusia burung jatuh terhempas ke tanah. Kejang-kejang, reaksi seperti kena listrik  tegangan tinggi. Bagian terkena menghitam dan jaringannya mati. Akhirnya dia tewas.

"Kulit putih?" bisik Ginanjar ketika kami melihat sosok manusia terkapar. "Anggap saja kumpeni."

Aku melihat mayat terkapar, pakaiannya dari kulit tetapi dibalut sejenis logam yang menghubungkan kedua sayap masing-masing selebar tiga meter terbuat dari bulu-bulu yang direkat entah oleh apa. Disabuknya ada semacam kotak yang mungkin pengendalinya.

"Kumpeni? Saha?" tanya aku. "Penjajah nenek moyang kita dulu?"                

"Betul," jawab  Ginanjar.

Ilustrasi-Foto: South Paw Dance Company.
Ilustrasi-Foto: South Paw Dance Company.
Sang Kuriang segera datang dan dia menggunakan pelontar listrik. Juga seorang pengawalnya. Tetapi jumlah manusia burung begitu banyak. Sekalipun kami sudah menjatuhkan banyak. Pasukan Sang Kuriang terdesak mundur, kami pun juga mundur.

Kami terkesima, begitu mendarat kedua sayapnya ditarik masuk ke kotak besar di pungggungnya, hingga gerakan mereka leluasa. Seorang serdadu Atlantis tiba-tiba mendekati aku. Rupanya karena melamun aku lengah.

Dia membidikan senjatanya, namun ketika dia melihat aku. Dia terdiam dan menurunkan senjatanya. Entah apa yang dipikirkan. Tapi dia meraihku dan kemudian membawa aku terbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun