Angga roboh, dia sempat memeluk kakiku. "Senang jumpa anjeun lagi walau sebentar," dia menangis.
Sang Guriang melihatnya dengan bengis. "Dia orang Atlantis! Orang-orang pembunuh Istriku!"
Angga sempat melirik anak muda itu. Aku berlutut memeluknya. "Dia anak kita, Elang!"
Dia mengangguk dan menatap Sang Kuriang dengan lembut, lalu menatap aku. "Aku mengerti, nasib masuk inteselar."
Angga meninggal di pelukanku. Tentu saja aku meraung sejadi-jadinya. Sang Guriang mengangkat tubuhku. Aku berdiri menampar dia. Prajuritnya ingin marah. Tetapi Sang Guriang menahan.
"Kamu bunuh ayahmu sendiri!" tuding aku dengan berang.
Lalu aku jatuh pingsan. Â Â Â Â
Irvan Sjafari