"Orang-orang Atlantis membunuh mereka beberapa tahun lalu..."
"Lalu Elang? Kamu Elang anakku? Aku Ambu?," papar aku melihat bekas luka di antara rambutnya. Aku ingat luka itu dari belalainya Bolo yang membuat bekas seperti lingkaran.
"Tidak mungkin anjeun Ambu abdi. Usianya pasti sudah tua," ujar dia. "Aku hanya percaya kalian dikirim tetua dari langit, kan? Dari kahyangan"
Susah menjelaskannya. Logika dia kalau aku mencarinya, pasti sudah dua puluh tahun lalu ketika dia masih kecil.
Lalu dia berdiri dan menatap aku dengan mata yang tajam. Dia memegang kedua tanganku dengan lembut dan kata-kata yang merendah.
"Maukah anjeun menjadi Dayang Sumbi abdi? Pengganti dia?"
Tak mungkin. Dia tidak ingat aku ibunya. Tetapi bagaimana menolaknya? Di sisi lain aku tidak bisa menyangkal, ada bagian dari diriku juga menyimpan rasa suka. Dia membuat aku terpesona.
Ada bagian kecilku, yang menyangkal, apakah benar dia Elang atau hanya kebetulan saja ciri-cirinya menyerupai Elang. Â Pertanyaannya bagaimana bisa anak kecil yang baru berapa hari lalu bersamaku tumbuh menjadi pria dewasa?
Bisa jadi Sri Paduka bertemu Taruma, Elang dan Iskanti dan menawan mereka dan mendengar cerita mereka soal negeri yang mereka sebut kahyangan.Â
Kemungkinan kedua, ketiganya masih hidup dan ditawan di satu tempat dalam istana ini. Tapi tak mungkin, kami diterima dengan terbuka dan senjata tidak diambil. Artinya Sri Paduka Sang Kuriang menganggap kami benar-benar tamu.