Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Jawa Barat 1964, antara Kampanye dan Realita

12 Oktober 2019   23:48 Diperbarui: 14 Oktober 2019   16:11 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kongres Wanita Indonesia ke X di Jakarta sendiri pada akhir Juli memutuskan agar segenap wanita Indonesia mengubah menu yang bersifat feodal menjadi menu yang bersifat revolusioner, seperti jagung dan ubi. 

Kenyataannya seruan Kowani tidak ada pengaruhnya. Orang-orang tetap mau beras dan karena beras  mahal harganya, orang tetap membicarakannya (Anwar, 1980, hal 476).

Anjuran pemerintah agar beralih ke bahan  pokok jagung, sebetulnya sudah jalan di berapa daerah. Misalnya ada seorang pedagang warung nasi jagung dengan sayur lodeh bernama Haji Abdurahman di Tasikmalaya. Pelanggannya tukang becak, anak sekolah hingga pegawai negeri. Dia mampu meramu nasi jagung dengan sayur lodeh. 

Pemberitaan soal warung itu dimuat di Pikiran Rakjat edisi 12 Maret 1964. Trisna  sendiri mengkritisi bahwa jagung tidak bisa diberikan pada anak kecil, karena membuat masuk jagung keluar jagung. Kecuali direbus empuk.  

Seorang penulis dari Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) Bandung Soemarni pada Pikiran Rakjat 17 Maret 1964 mengungkapkan bahwa beras mengandung 80 pesen karbohidrat, sementara jagung 78, 4 persen. Namun jagung disebutnya mengandung protein 7,1% dibanding bera 6,9 persen.

Trisna dalam tulisannya mengatakan, orang-orang kaya tidak merasakan kesulitan hidup. Mereka bukan saja cukup sandang dan pangan, tetapi juga kemewahan. Mereka mampu membeli televisi, menikmati pertunjukan hiburan dan perjalanan wisata yang ramai ditawarkan biro perjalanan.

Hal ini juga diungkapkan Yahya A Muhaimin dalam bukunya bahwa pengusaha swasta yang bertahan ke dalam usaha impor dengan memupuk hubungan dengan patron politik. 

Walaupun pemerintah menetapkan tarif bea dan cukai yang begitu tinggi, namun permintaan terhadap barang impor begitu besar (Muhaimin, 1991, halaman 113).

Bahkan perbedaan mencolok antara mereka yang kaya dan yang miskin juga terjadi pada kanak-kanak memberikan dampak yang lain. Kejahatan anak-anak di Kota Bandung meningkat selama Oktober 1964 tercatat 12 perkara, padahal sebelumnya hanya 6 perkara (selama Januari hingga September).  

Anak-anak orang kaya jajan berlebihan dan membuat anak orang miskin melakukan pencurian. Para pencuri kecil ini dikirim ke LP  Anak-anak  di Tangerang. 

Pada pertengahan Oktober itu juga sebanyak  277 tuna karya dan tuna wisma ditampung Jawatan Sosial. Berbeda dengan razia sebelum gelandangan warga luar Bandung, kali ini sudah terdapat warga asli Bandung, dari daerah Sukajadi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun