Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1963, Impor Mobil Mewah, Korban Bencana Banjir

20 Januari 2019   21:41 Diperbarui: 20 Januari 2019   21:53 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perayaan Lebaran usai  dalam keadaan memprihatinkan, terutama di kalangan pegawai rendahan, buruh dan masyarakat bawah lainnya.  Ketika golongan menengah masih menikmati hari libur Idul Fitri di tempat rekreasi, seperti  Karang Setra dan masih bisa membeli pakaian dan sepatu baru, terungkap isu bahwa penyaluran tekstil kepada kalangan bawah untuk kebutuhan lebaran ternyata bermasalah.

Pikiran Rakjat, 2 Maret 1963 mengungkapkan hampir seluruh warga Bandung menerima pembagian tekstil sebelum lebaran, yang disalurkan Perdagangan Dalam Negeri (PDN)  kepada koperasi. Hanya saja kain tekstil yang diterima sebanyak 80 ribu meter itu adalah kain untuk kasur yang tidak sesuai untuk pakaian dikenakan pada Hari Raya Idul Fitri.  Sebanyak 56 ribu meter kain dikembalikan.

Pusat Koperasi Kota Bandung (PKBK) menyadari kemarahan warga kota yang sudah terhimpir masalah ekonomi ini,  maka lembaga ini segera mengembalikan kain kasur ini kepada PDN.  Kain yang disalurkan kepada warga Kota Bandung adalah tekstil impor dan bukan kain kasur dalam negeri.  Memang  kain itu diganti, tetapi terlambat karena tiga hari sebelum hari raya yang jatuh pada 25 Februari 1963, sementara kantor PDN pada tutup.

Akibatnya tekstil itu tidak dapat seluruhnya dibagikan sebelum lebaran. Penyaluran tekstil pada 1963 menggambarkan kekacauan ekonomi.  Untuk mengurangi kekecewaan rakyat maka pihak PKBK mengambil kebijakan dengan membagikan kain batik  seharga Rp200 per helai.  Sayangnya yang dibagikan hanya tujuh  ribu helai batik.

Masalah lain banyak koperasi serba usaha yang tidak mempunyai uang, sehingga PKBK memberikan kredit terhadap koperasi seperti ini.  Pelaksanaannya tidak mudah , sejumlah koperasi meminta uang dulu untuk pembelian batik kepada anggotanya, baru menebus barang-barang itu.

Pengunjung Kebun Binatang  Bandung mengalami  penurunan drastis  dalam libur lebaran dibandingkan tahun sebelumnya.  Jumlah pengunjung dua hari liburan  tercatat 43.199 orang, sementara pada 1962 jumlahnya mencapai 112 ribu pengunjung. 

Daya beli  yang menurun  dan keadaan ekonomi yang sulit membuat warga yang hidupnya pas-pasan memilih tidak berekreasi.   Kalau pun punya uang mereka yang punya kampung lebih suka pulang, mengingat keamanan juga sudah pulih.    

Sementara tempat rekrasi  rakyat lainnya,  Situ Aksan hanya dikunjungi 10 ribu orang selama  dua hari lebaran. 

Kondisi Korban Bencana Alam

Itu baru di Kota Bandung.  Lebih mengenaskan lagi, korban banjir di daerah Indramayu.  Jangankan makan ketupat di hari raya,  mereka hanya mampu makan menir atau pecahan beras kecil yang biasa diperuntukkan untuk makanan ayam dan ketela rambat.  Jumlah menir yang dibagikan sebanyak 10 ton dan ketela rambat sebanyak 35 ton. 

Masih untung para korban banjir masih bisa mengenakan pakaian bekas yang dibagikan oleh para dermawan.  Kodim 0616 Indramayu Mayor Tatang Rasyidi  juga memberikan sumbangan pakaian bekas sebanyak 16.298 potong.  Sementara karyawan PDN membagikan 18 kilogram ubi.

Setelah dirusak oleh bencana banjir, sawah di Priangan Utara juga menghadapi bencana lain. Pikiran Rakjat 9 Maret 1963 melaporkan sebanyak 85 hektare sawah di Cirebon hancur akibat hama tikus.  Pada edisi 13 Maret 1963, di Sumedang program pembasmian nyamuk malaria berdampak pada matinya 32 ribu ekor ulat sutera. 

Sementara pada 7 Maret 1963 dilaporkan 117 dari 185 desa dalam wilayah  Indramayu dilanda wabah cacar.  Sebanyak dua ribu orang menderita, sementara rumah sakit penuh. Pihak berwenang menduga merebaknya penyakit ini kembali karena laporan yang telat dan rakyat masih percaya bahwa wabah ini didatangkan oleh setan.     

Di tengah masalah ekonomi kian suram,  impor barang mewah, terutama mobil bermerk, seperti Impala, VW, Opel, Mercedez,  berdatangan.  Ketua Management Support Kongres Ekonomi Indonesia (Kensi, cikal bakal Kadin)  Jawa  Barat  Drs Chalik Ali mengecam kebijakan ini.

"Selama dasar-dasar industri dan pertanian belum memungkinkan kita berada pada taraf konsumsi   tinggi, sebaiknya kita menjalankan politik impor yang prihatin dan menghentikan politik impor barang mewah,"  ujar tulis dia di Pikiran Rakjat, 4 Maret 1963.

Chalik terkesan saat ini hanya sekelompok orang tertentu yang punya uang lebih dari cukup untuk membeli barang-barang kebutuhan produksi.  Harusnya  barang mewah yang mereka inginkan terlebih dahulu dikenakan bea yang tinggi.

Dia juga meminta pemerintah agar lebih mengutamakan kendaraan dan mesin untuk memperlancar kebutuhan rakyat, seperti truk, bus, gerbong kereta api, kapal laut dan pesawat udara. Apa yang diungkapkan Chalik adalah hal yang nyata. 

Sebagai contoh, Pikiran Rakjat, edisi 1 Maret 1963 menyebutkan ratusan ton kulit  kina tidak bisa dibawa ke tempat pemasakan karena sulitnya mendapatkan pengangkutan.

Padahal  menurut Direktur  PT Bhineka Kina Farma  Mayor Subagio setiap tahun diperpelukan 200 ton kulit kina. Pada  1962 BKF memproduksi 260 ton obat-obatan, dari jumlah itu 75 ton kina diekspor ke Inggris, Jerman Barat, Jepang , Birma dan sebagainya.  Pihak Pertani jugakesulitan mengangkut pupuk untuk petani Cirebon karena pengangkutan truk karena  kekurangan ban.

Secara nasional  merosotnya ekonomi sudah diungkapkan  Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 1961, BPS mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya masih sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963, pertumbuhannya minus 2,24 persen.

Politik Konfrontasi Malaysia Berlanjut dan  Rencana Kedatangan Peace Corps

Di tengah kondisi  rakyat bawah  di Kota Bandung dan korban banjir di Indramayu, pemerintah masih gegap gempita dengan politik konfrontasi. Pernyataan  Wanpa/Kasab Dr AH Nasution  di muka peserta coatching indoktrinasi Pancasila dan Manipol di Unpad, Kamis 28 Februari 1963 mengisyaratkan tensi ketegangan makin meningkat.

"Tugas kita membantu rakyat Kalimantan Utara yang sedang berjuang mencapai kemerdekaan mereka, berjuang  mengusir kolonialisme. Namun seperti yang dikatakan Presiden Sukarno,  Indonesia tidak akan membantu perjuangan dengan cara fisik, tetapi melalui bidang politik, ekonomi," ujar Nasution.

Disebutkan bahwa Indonesia bersedia membantu melatih pejuang-pejuang Kalimantan Utarasecara militer.  Jika mereka minta diberikan alat-alat militer,  juga akan diberikan.

Isu lain ialah akan datangnya kontingen Kontingen Perdamaian atau Peace Corps dari AS ke Indonesia. Tergugah akan  kebijakan asistensi Uni Soviet   di sejumlah  negara miskin  pada era 1950-an akhir dan 1960-an, awal,  Senator John F Kennedy berambisi membuat program serupa untuk negerinya.

Dalam pidatonya di University of Michigan, 14 Oktober 1960, Kennedy menantang para mahasiswa untuk menyumbangkan tenaga demi membantu jutaan orang miskin di seluruh dunia.  Para mahasiswa mendukung program  menjadi relawan di dunia ketiga ini. Program  ini kemudian Peace Corps.

Salah satu   yang direnanakan akan dikunjungi  Peace Corps ialah  FTIP Universitas Padjadjaran. Pembantu Menteri PTIP Mayjen Mustopo.  Dekan  Fakultas Publitistik  ini mengatakan kedatangan Peace Corps  tidak usaha  dikhawatirkan, karena sudah disetujui oleh Bung Karno. "Mereka tidak akan ditunggangi pengaruh apa pun," ucap Mustopo. 

Mustopo juga  harus menghadapi protes CGMI  diadakannya pelajaran agama di kampus sebagai bertentangan dengan manipol.  Badan Kerja Sama  FKIP seluruh Indonesia memberikan reaksi lebih dahulu penyesalannya terhadap CGMI.   Mustopo menyatakan, "pelajaran agama di perguruan tinggi negeri justru untuk mewujudkan mansa Pancasila," kata dia seperti dikutip Pikiran Rakjat 26 Maret 1963.

 Irvan Sjafari

 Sumber Primer:

Pikiran Rakjat, 1 Maret 1963, 3 Maret 1963, 4 Maret 1963, 9 Maret 1963, 11 Maret 1963, 13 Maret 1963, 26 Maret 1963 

Sumber Sekunder:

Rahadian Runjan, "Jejak Relawan Peace Corps di Indonesia", Historia 19 Juli 2017  (online).

https://ekonomi.kompas.com/jeo/jejak-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-dari-masa-ke-masa

sumber foto:

indonesia, JAVA BANDUNG BANDOENG, Pasar Baru, VW V.W. Bus (1957) RPPC Postcard/ https://web.facebook.com/NapakTilasBandung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun