Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Ma Petite Histoire" (10) Catatan Perjalanan di Tanjung Lesung 2-3 April 2006

25 Desember 2018   22:23 Diperbarui: 25 Desember 2018   22:42 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Haryanto pergi dengan nelayan atraksi menarik bagi wisatawan Jakarta. Mereka bisa lihat matahari terbit, burung camar menyambar ikan di laut dengan dilemparkan dari kapal nelayan hingga singgah di Bagan dan Sero.

Bagan adalah bangunan dari kayu yang memasang jalan, dengan lampu petromaks menyala malam. Lalu tinggal diangkat paginya. Bagan biasa ditancapkan dan ada yang terapung. Sementara Sero mirip bagan, tetapi dia berupa perangkap yangsaya lihat tertangkap ikan selar, cumi, udang, serta sejumlah ikan kecil lainnya.

Ada juga perangkat Bubu untuk tangkap lobster. Ada juga Bagan untuk teri. Penghasilan nelayan sebetulnya bisa sampai Rp17 juta, sekitar sepuluh persen untuk bos yang punya kapal.

Hujan masih kerap turun di musim pancaroba. Masih banyak nelayan enggan kelaut. Ada Bagan yang saya lihat ditarik ke dermaga Citereup, Penghasilan nelayan bisa anjlok drastis. Itu kata pengurus HNSI yang ada di sana. Nelayan tidak mau diatur. Giliran senang suka seenaknyajual ikan di laut, bukan di pelelangan. Namun pahit disalahkan pengurus.

Ada juga yang melakukan pengeboman untuk ambil ikan. Namun mereka nggak sadar untungnya hanya untuk beberapa waktu. Ruginya jauh ke depan. Terumbu karang mati. Kalau bom nggak dipakai nelayan makmur, kata pengurus itu seorang Bapak umur 40 tahunan.

Atraksi di kapal nelayan yang bisa memuat 15 orang ini menurut Haryanto bagian dari Program Yayasan Pemberdayaan Banten Selatan yang dia gagas. Selain naik kapal nelayan, petani kakao (cokelat) bisa jadi obyek wisata. Penduduk diajak menanam kako di lahan 300 hekatare dan wisatawan bisa menikmatinya dengan paket outbound.

Harynto juga cerita soal bagaimana memasarkan barang kerajinan masyarakat Banten Selatan, misalnya asbak dari kayu kelapa. Dia juga berupaya agar pemuda lokal belajar pada orang-orang Yogyakarta yang lebih dulu diberdayakan.

Salah satu spot Tanjung Lesung 3 April 2006-Foto: Aldrian Fahwi.
Salah satu spot Tanjung Lesung 3 April 2006-Foto: Aldrian Fahwi.
Setelah makan siang, kami (saya dan Rian) dijemput Rohman pukul14.00. terima kasih atas keramahan Tanjung Lesung, Mampir dulu di Carita, makan ikan bakar. Cuaca cerah (untung karena jam 15.00 hingga 16.00 yang paling tidak saya suka dalam perjalanan karena darah rendah,bisa migren). Tiba di Jakarta malam.

Irvan Sjafari, Aldrian Fahwi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun