Selain Jawa Barat, Provinsi Banten adalah wilayah berikutnya yang punya ikatan emosional dengan saya (sekalipun kedua orangtua saya dari Sumatera Barat, tetapi saya sendiri tidak pernah ke sana).
Entah mengapa yang menyukai Kabupaten Serang dan Pandeglang, wilayah Kesultanan Banten masa silam, yang begitu punya pesona historis dan juga alam. Padahal saya hanya berapa kali mengunjungi kawasan Pantai Banten, hingga kota tuanya.
Bencana Tsunami di Perairan Selat Sunda mengusik hati saya, karena justru wilayah yang terdampak adalah daerah yang pernah saya singgah dan favorit saya, di antaranya Tanjung Lesung. Korban menjadi cukup besar (up date terakhir yang saya baca korban meninggal sudah di atas 400 orang) terjadi pada petaka Sabtu Malam 22 Desember itu karena pas peak season liburan dan pada malam itu orang ramai di pantaiÂ
Pikiran Rakyat edisi 24 Desember menulis headline "Bencana Tanpa Aba-aba" memang tepat, karena ombak datang begitu mendadak. Misalnya ratusan karyawan PLN dan keluarganya sedang gathering sambil menyaksikan penampilan band Seventeen sulit untuk menghindar, tahu-tahu air menerjang dari belakang panggung. Sangat berduka untuk bencana tsunami yang menimpa Banten dan Lampung ini.
Kawasan Banten punya potensi wisata besar dan di antaranya di pantai, yang sebetulnya bisa dikembangkan ke Selatan. Saya punya beberapa catatan perjalanan ke Banten, di antaranya di Tanjung Lesung pada 2-3 April 2006 ketika menjadi jurnalis di sebuah majalah komunitas di Kelapa Gading.
Berikut petikan diary saya (tentu ada bagian yang saya edit dan sensor). Saya mengadakan reportase di sana bersama fotografer Aldrian Fahwi. Sebagian sudah dimuat di majalah Info Kelapa Gading, namun ada yang tidak. Kami berangkat pagi dari Jakarta dan tiba di Tanjung Lesung siang.Â
Minggu 2 April 2006
"Good Peace! Nice Atmosphere! Well service and I Love to go back here again" demikian ditulis artis Vena Melinda di papan front office Tanjung Lesung Resort.
Belajar dari Carita, Tanjung Lesung dikelola secara integrasi sebagai sebuah kawasan wisata. Menurut cerita Samin Tedja (Marketing Manager Octagon), Carita tidak tertata dengan baik alias ceplak-ceplok.
Persoalannya setiap orang punya uang bisa bikin resort dan meniru tetangganya-satu puny kolam renng dan yang lain ingin-hampir nggak ada ruang yang berbeda. Pengunjung bebas seenaknya buang sampah.
Sementara Tanjung Lesung dikelola dengan survei lebih dulu, satu kepala, ada pantai yang ombaknya lebih besar untuk resort hotel, ada yang cocok buat main jet ski dan ada yang lebih tenang untuk olahraga layar akibat perbedaan struktur ombak karena pngaruh teluk.
Akibatnya kapal nelayan bisa berlindungdi Sailing Club Beach tempat banyak bule memarkir perahu layarnya karena ombak dari selatan pecahdi tanjung. Hal ini yang tidak dilakukan di Carita.