Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Musik Diskotek Menjadi Kenangan

3 Oktober 2018   16:34 Diperbarui: 3 Oktober 2018   20:12 2809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ali mengajak para pemodal untuk membuka tempat hiburan malam. Berdirilah LCC di sekitar Lapangan Merdeka, Latin Quarter di harmoni dan Tropicana di Senayan. Malam di Jakarta tak pernah sepi dan hening lagi. Jumlah klub malam bertambah antara 1970-1973. Celah ini yang dimanfaatkan para pendiri diskotek, termasuk Tanamur.

Pembicara lain Bondan mengungkapkan bahwa musik disko sebetulnya sudah ada sebelum era Orde Baru, namun karena musik itu di era Bung Karno disbeut kontra revolusi maka tidak hidup. Pada era Orde Baru musik disko baru tumbuh.

"Musik disko dan diskotek adalah subkultur dengan basis ekonomi kelas menengah, berkaitan dengan Oil Boom pada masa itu," papar Bondan, yang seperti saya pernah mengunjungi diskotek dalam hitungan jari.

Diskotek Tempat Sosialisasi

Era Sandra Moeis pembicara ketiga mengatakan, dulu pada masa jayanya anak diskusi diberi label sebagai anak hedon.

"Saya kenal disko sejak SMP. Geng saya juga anak disko. Dulu pada 1998 ketika terjadi reformasi anak disko terbagi dua, yang ikut demo umumnya mereka yang suka nongkrong di Bengkel," kenang Ere.

 Dalam perspektif sejarah, kata Ere yang juga alumni sejarah FIB UI sejak dahulu ada yang disebut musik dansa dilakukan kalangan ningrat pada era 1940-an dan 1950-an. Begitu juga pada 1950-an hingga 1960-an musik "rock'n roll" juga musik kalangan atas hingga era musik disko pada era 1970-an dan 1980-an. "Keberadaan musik ini ada nilai melawan establishment," imbuh Ere.

Saya lebih sependapat dengan Ere. Yang saya temukan dalam penelusuran sejarah saya yang juga dimuat dalam blog Kompasiana tentang sejarah Kota Bandung menunjukan hal yang sama. Hanya saja pelaku dansa, rock'n roll pada 1950-an hingga awal 1960-an adalah kalangan mahasiswa. Umumnya berdansa hingga emnari rock n'roll adalah ajang pergaulan dan pertemanan. Umumnya berangkat satu kawanan, geng atau sejenisnya.   

Dansa dan rock n'roll mendapat resistensi dari para generasi tua sebagai sesuatu yang tidak sesuai kepribadian timur. Protes dari sesama generasi muda umumnya karena perbedaan ideologis. Dalam soal anti rock n'roll kalangan Islam, nasionalis dan kiri yang biasanya dalam politik berseteru, bisa satu suara.

Hanya saja tiga pembicara tidak menyinggung bahwa film berpengaruh mendorong musik barat merasuk ke kalangan generasi muda perkotaan.

Pada 150-an film Bill Halley, Elvis Presley mempromosi musik rock'n roll dan tidak mengherankan kalau film itu laris. Bedanya kalau 1950-an dansa dan rock'n roll digelar di ballroom hotel dan kemudian ke rumah-rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun