Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1961 | Defisit Anggaran Kota dan Gerakan Koperasi

5 Agustus 2018   21:36 Diperbarui: 5 Agustus 2018   22:00 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Penyelesaian masalah Irian Barat yang jalan ditempat akhirnya menyebabkan Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat pada 19 Desember 1961.  Dalam pidatonya di depan mahasiswa Yogyakarta, sehari sebelumnya Sukarno mengatakan, "Sekarang tidak lagi konfrontasi mulut ke mulut, tapi menggunakan kekuasaan yang kita susun."

Pemilihan tanggal 19 Desember itu sudah diketahui awak pers sekitar seminggu sebelum diumumkan. Pada Senin 11  Desember 1961, dalam jumpa pers di Istana Bogor, Sukarno setelah dilangsungkannya sidang istimewa tertutup dengan para menteri, mengungkapkan mengenai dibentuknya sebuah komando. Pemilihan tanggal 19 karena bertepatan dengan peringatan Agresi Kedua Belanda ke Kota Yogyakarta.

Berita Antara  12 Desember 1961 mengungkapkan bahwa dalam beberapa bulan ketegangan masalah Irian  Barat terjadi eksodus orang-orang Belanda. Sepanjang 1961 sudah dua ribu orang Belanda meninggalkan Irian Barat. Disebutkan pada 17 Desember bertolak Kapal Zuide Kruis yang membawa sekitar 430 orang Belanda.  

Di Kota Bandung reaksi pertama atas keputusan Sukarno diberikan oleh Badan Kontak Perkumpulan Sarjana Bandung, sekitar seminggu setelah diumumkan. Badan kontak, yang menghimpun perkumpulan Ikatan Dokter Indonesia Bandung, Persatuan Insiyur Indonesia Bandung, Ikatan Ahli Sastra Indonesia Bandung, perkumpulan sarjana ekonomi, dokter gigi dan berbagai profesi lainnya) yang menyatakan dukungannya terhadap Trikora.

Perekonomian di Bandung Terancam Lumpuh

Deklarasi Trikora bersamaan dengan kehidupan ekonomi yang sedang mengalami kemunduran.  Wali Kota Bandung  Prijatna Kusumah mengakui bahwa program dapur umum menjual nasi murah melalui 400 warung nasi mengalami jalan buntu, karena terhenti pasokan beras pada pertengahan Desember 1961.  Untuk itu dia menjanjikan akan ada pasokan beras dari Karawang sebanyak 10 ton agar program ini terus berlanjut.

Program ini sebetulnya sederhana, setiap warung setiap hari diberikan 12,5 kg beras untuk ditanak menjadi 8 porsi nasi per kilogramnya.  Jadi setiap warung menyediakan 100 porsi nasi atau seluruh warung yang ditunjuk menyediakan 40 ribu porsi nasi.  Setiap porsi dan lauk pauknya dihargai Rp1 agar bisa terjangkau para buruh dan rakyat kecil.

Gerakan ini hanya berlangsung satu bulan sejak 11 November hingga 12 Desember 1961.

Pada 8 Desember 1961 Wali Kota Bandung Prijatna Kusumah menyampaikan kepada para anggota DPRD Gotong Royong taksiran penerimaan kotapraja mencapai Rp122.168.850, namun pengeluarannya mencapai Rp133.668.850.  Dengan demikian bisa dikatakan, keuangan kota Bandung mengalami ketekoran  lebih dari  Rp11 juta.

Prijatna mengemukakan pemerintah kota mencoba menutupinya dengan suatu jenis sumbangan, yang tidak disebutkan dari mana sumbangan itu.  Namun Wali Kota mengakui apabila defisit anggaran itu dimuatkan untuk anggaran 1962 maka sudah pasti aparatur kota akan lumpuh yang tidak terkirakan akibatnya terhadap pekerjaan di berbagai bidang usaha umumnya.

Selain itu maslaah penagguran juga harus diatasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Awal Desember 1961 Gubernur Mashudi menjanjikan tenaga penganggur dipekerjakan dalam pembuatan atau perbaikan obyek-obyek pekerjaan darurat, seperti saluran air ledeng, jembatan desa, jalan perdesaan  hingga pembuatan bendungan.

"Agar keuangan negara bisa diperhemat, maka penggunaan dana sefesien mungkin.  Dalam perbaikan obyek, bahan yang diperlukan seperti pasir, batu diperoleh dari daerah sekitar obyek dan bukan jalan membeli." Kata Mashudi.  

Koperasi Benteng Terakhir Ekonomi Rakyat

Untuk mengatasi  masalah ekonomi, gerakan koperasi kembali menjadi andalan. Di Jawa Barat, koperasi dipercaya menjadi penyalur bahan pokok. Pada pertengahan Juli 1961 sembilan anggota DPR GR dari komisi E di bawah pimpinan Djamhari meninjau obyek koperasi dan perusahaan dagang negara. Mereka ingin memastikan kelancaran penyaluran bahan pokok. 

Koperasi yang ditinjau adalah Gabungan Pusat koperasi Konsumsi DT I  Jawa Barat, yaitu Pusat Koperasi Pegawai Negeri,  Pusat koperasi Bandung Kita dan Koperasi Desa Jalan Andir.

Pada akhir 1950-an sejumlah tempat di Jawa Barat dilanda kelangkaan bahan pokok, seperti beras, gula dna minyak tanah. Awal Mei 1961 Pusat Koperasi Kota Bandung menyiapkan 129 toko untuk melayani warga kota, termasuk gula.  Bupati Bandung Mayor Memed Ardiwilaga meminta agar gula dan semen untuk konsumsi rakyat diserahkan pada Pusat Koperasi Bandung.

Sekretaris Pusat Koperasi bandung M Akil  mengatakan mereka melaksanakan Peraturan pemerintah Nomor 104/1961 tentang penyaluran 9 bahan pokok melalui koperasi (PIkiran Rakjat, 4 Mei 1961). Menjelang pelaksanaan PP itu koperasi, seperit koperasi pegawai negeri dan Koperasi Siliwangi menyiapkan diri sebagai penyalur bahan pokok (Pikiran Rakjat, 28 Juli 1961).

Dalam rapat tahunan Gabungan Koperasi Kredit (BKP) Daerah Tingkat I Jawa Barat yang dilangsungkan pada Minggu, 2 Juli 1961 diputuskan bahwa setiap hanya satu koperasi, yaitu koperasi desa. Mereka mengusulkan penyaluran kredit untuk gerakan koperasi dari BKTN diberikan ke Induk Koperasi Kredit (Pikiran Rakjat, 4 Juli 1961).  

Pada pertangahan Juli 1961 itu juga Koperasi Pengalengan ditunjuk menjadi salah satu Pilot Project Koperasi untuk tingkat Kabupaten.  Menurut Ketua Pelaksanaan Hari Koperasi  ke XIV Atot Sumarna, koperasi desa di Pengalengan ini mempunyai perusahaan susu sapi. 

Seperti yang dikutip dari Pikiran Rakjat edisi 18 Juli 1961, Koperasi Desa Pengalengan pada 1961 menguasai 99% produksi susu di Pengalengan. Warga selain mendapat penghasilan dari pertanian, juga meraup rupiah dari produksi susu sapinya. 

Koperasi ini mempu mengimpor sapi dari Denmark, kemudian dibagikan kepada anggota koperasi.  Anggota tinggal mencicil atau dibayar dengan susu yang dihaslkan sapinya.

Koperasi yang lain yang ditunjuk Koperasi Lumajang yang aktif membangun perumahan untuk anggota. Koperasi ini menggantikap atap ijuk rumah anggotanya dan menggantikannya dengan genteng.

Pusat Koperasi Siliwangi contoh lain gerakan pelopor berkoperasi. Koperasi ini  pada pertengahan Juli 1961 dijadikan model koperasi untuk  Angkatan Darat yang akan didirikan di sleuruh Kodam.  Pada Rapat Anggota Tahunan yang diadakan pada  Kamis 13 Juli 1961, Pusat Koperasi Siliwangi mengumumkan keuntungan bersih Rp15 juta.

"Koperasi bukan mencari keuntungan melainkan untuk meringankan hidup anggotanya," ujar Pangdam VI  Siliwangi Ibrahim Adjie kepada Pikiran Rakjat, Jumat 14 Juli 1961.

Gerakan koperasi tumbuh di Kota Bandung.  Diperkirakan terdapat lebih dari 200 koperasi konsumsi dan 200 koperasi serba usaha  hingga 1961. Namun jumlah koperasi yang banyak ini membuat pihak jawatan koperasi berupaya melakukan penertiban agar maksud gerakan koperasi untuk memberdayakan ekonomi rakyat sesuai treknya dan bukan sebaliknya. 

Pada pertengahan Desember 1961 diadakan pembicaraan antara DPRD GR Kota Bandung dengan Jawatan  Koperasi tanpa keputusan penting, kecuali bahwa koperasi serba usaha akan lebih diperhatikan.

Upaya penertiban perlu. Sekalipun koperasi tumbuh bak jamur di musim Indoensia, tetapi seringkalikurang efektif.  Sebagai contoh pada 1961 di lingkungan Kantor Pemerintah Kotapraja Bandung telah berdiri tujuh buah koperasi simpan pinjam yang berada pada beberapa unit kerja.  Padahal anjuran dari Pemerintah pusat, bahwa pada setiap jawatan atau instansi hanya diperbolehkan satu Koperasi Pegawai (1)

Menjelang akhir 1961 gerakan koperasi tampaknya menjadi satu-satunya harapan ekonomi warga tidak saja di Bandung, tetapi juga di beberapa tempat di Jawa Barat. Selain Bandung dan Tasikmalaya, gerakan koperasi yang agresif terdapat di Kota Cirebon.

Di Cirebon, keberadaan batik menghidupkan gerakan koperasi.  Ketua Gabungan Koperasi Batik Indonesia Cabang Cirebon Tarmidi pada  awal Juli 1961 dalam sebuah konferensi pers di kota itu mengumumkan, 23 koperasi primer sudah bergabung ke GKBI.  Anggotanya meliputi 7000 pengusaha dan 200 ribu buruh, belum termasuk keluarga mereka.

Anggota GKBI tersebar di Ponorogo, Tasikmalaya, Cirebon, Tulungagung, Gresik, Kudus, Pekalongan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Ciamis. GKBI disebut mempunyai kantor pusat di Jakarta. 

"Salah sama sekali anggapan koperasi hanya mampu bergerak di lapangan sempit. Koperasi sanggup melayani kebutuhan semua lapisan masyarakat," kata Tarmidi, seperti dikutip Pikiran Rakjat,  6 Juli 1961.

Pada akhir 1961 di Kota Cirebon terdapat 752 koperasi primer dengan anggota lebih dari 80 ribu orang.  Jumlah yang luar biasa mengingatkan populasi penduduk kota Cirebun hanya beberapa ratus ribu jiwa.  Total simpanannya  lebih dari Rp32 juta. Di kota ini juga terdapat 8 pusat koperasi  dengan total simpanan Rp1.749.659,06. Jumlah uang berputar sampai dengan Triwulan ke II Ro136.402.575,20.   

Pada tahun sebelumnya jumlah koperasi primer hanya 279 buah dan anggota sebanyak 62 ribu, serta uang simpanan Rp28 juta dan hanya ada 3 buah pusat koperasi.

Meskipun gerakan koperasi bukan tanpa kelemahan. Sebagai contooh pada  akhir 1961 perusahaan konveksi di Kota Bandung mengalami kesulitan  mendapatkan bahan-bahan tekstil dan benang.  Bahan-bahan itu harus didapatkan dari luar negeri dengan harga tinggi.

Seorang pengusaha penjahitan dan konveksi Pelda Pensiunan Padmotanojo menyebutkan, dari jatah benang 600 dus, dengan setiap dus terdiri dari 12 klos benang untuk tiga bulan, perusahaan negeri hanya bisa memberikan 10 klos saja. 

Penyakit kalangan pengusaha konveksi di bawah koperasi  mendapatkan order dari instansi yang biasa membuatkan pakaian seragam dan pakaian kerja untuk para buruhnya.  Dia menganjurkan agar pengusaha Indoensia bekerja sama dengan pengusaha asing.

"Lapangan kerja lebih luas, saling memberikan pekerjaan dan mutu produksi lebih termakin dan begitu juga tarif bisa bersaing," kata Padmotanojo dikutip Antara, 19 Desember 1961.

Pertengahan Desember 1961 di atas bangunan bekas Restoran Naga Mas di kawasan alun-alun berdiri Gedung Bank Koperasi Tani dan Nelayan (KBTN) Cabang Bandung dengan lebar bangunan 24 meter, panjang 43,2 meter dan tinggi 12,5 meter.  Gedung ini juga didukung gedung dengan panjang 98 meter, lebar 24 meter dan tinggi 6,20 meter. 

Gedung ini diresmikan pada 16 Desember 1961 oleh Menteri Keuangan Noto Hami Projo.  Berdirinya gedung baru BKTN Cabang Bandung juga indikasi gerakan koperasi di Jawa Barat sedang mengebu-gebu.

BKTN sendiri dibentuk  dengan PERPU No.14 tahun 1960  merupakan peleburan dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Tani nelayan, dan Nederlandsche Maatschappij (NHM) (2)

Terlepas dari segala kelemahannya gerakan koperasi di Jawa Barat setidaknya sudah menunjukan keinginannya sebagai alternatif, daripada upaya lain dari pemerintah yang lebih banyak bernuansa politis yang populis.

Irvan Sjafari

Catatan Kaki

1. https://kpkbbandung.wordpress.com/

2. Pada perkembangannya berdasarkan penetapan Presiden (Penpres) No.9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan kedalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia urusan koperasi Tani dan Nelayan.  Sejarah BKTN erat kaitannya dengan Bank Rakyat Indonesia. Skripsi Puti Intan Sari, Peranan Perbankan Dalam Memasarkan Kredit Perumahan Dalam Bentuk KPR Pada Bank BRI Cabang Setia Budi Medan, USU, 2011

Sumber Primer

Berita Antara 8 Desember 1961, 10  Desember 1961, 12 Desember 1961, 16 Desember 1961, 20 Desember 1961

Pikiran Rakjat 7 Desember 1961, 13 Desember 1961, 19 Desember 1961,  27 Desember 1961

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun