Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1960 | Berdirinya Fakultas Djurnalistik dan Publisitas Unpad di Tengah Tekanan pada Pers

19 Juni 2017   08:52 Diperbarui: 19 Juni 2017   09:20 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut penjelasan itu juga sanksi itu pada kemungkinan pencabutan perizinan atau tidak diberikan perizinan terhadap penerbitan atau pemakaian kertas.  Pada waktu itu kertas masih banyak diimpor dan alokasinya dikontrol pemerintah.  Hasilnya sama saja dengan membunuh media massa.

Ada pun isi dari Peperti yang membelenggu kebebasan pers itu, antara lain:

Pasal I

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan  yang dimaksud dalam Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 3 dan No. 5 Tahun 1960 melarang penerbitan surat kabar atau majalah tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari Penguasa Keadaan Bahaya Daerah yang dalam hal pelaksanaannya dijalankan oleh Kepala Seksi Keamanan/Pertahanan Staf Penguasa Keadaan Bahaya Daerah.

Pada pasal dua pelanggaran ketentuan itu disebutkan adalah hukuman kurangan selama satu tahun atau denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah. Dalam penjelasan disebutkan perizinan hanya diberikan kepada penerbit yang menyanggupi pedoman yang diberikan Panglima Tertinggi.

Pasal 4

Surat kabar atau majalah yang diterbitkan tanpa izin sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1 Peraturan ini sejak mulai berlakunya Peraturan ini dapat dirampas/dimusnahkan.

Disebutkan bahwa peraturan ini dimulai pada 1 November 1960 [14].

Pendeknya  dalam dekrit yang dikeluarkan Soekarno pada 12 Oktober 1960 Presiden Soekarno dalam kapasitasnya sebagai Peperti (Penguasa Perang Tertinggi) bahwa setiap penerbitan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Surat Izin Terbit (SIT). Namun untuk memenuhi persyaratan teknis tertentu harus loyal kepada Manifesto Politik Soekarno, menentang kolonialisme, imrealisme, federalisme dan separatisme. 

Setiap penerbit dan pimpinan redaksi menandatangani dokumen 19 pasal yang berkaitan dengan janji loyalitas pada manipol dan Soekarno sendiri. Tokoh pers yang vokal waktu itu yang menentang aturan yang dibuat Soekarno seperti Mochtar Lubis mengalami penahanan. Sementara Rosihan Anwar menandatangani dokumen agar Pedoman yang dipimpinnya tetap terbit. Ironisnya pada Januari 1960 Pedoman dilarang terbit karena orientasinya pada PSI (Semma, 2008, hal 105-106).

Perkembangan lain ialah, sebetulnya hingga 1962 sebetulnya ada dua kantor berita Indonesia selain LKBN Antara terdapat apa yang disebut Persbiro Indonesia (PIA).  Lembaga yang terakhir ini selalu menjadi rebutan antara PNI dan Masyumi karena begitu strategisnya sebuah biro pers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun