“Nanya terus, ada Bobby dan Selena, kami semua ada tujuh puluh anak,Kak. Yang lain di bagian blok Sarang tak jauh dari sini bagian kebun buah, bunga dan sayuran,” ujar Iffa.
Sarang? Mereka menamakan flat-flat ini sarang. Benar-benar peniru serangga.
Selesai makan mereka latihan formasi lagi. Gerakan kupu-kupu lembut, tetapi bisa agresif. Yang membuat Alif beberapa kali ditegur Zahra ialah kekakuannnya, terutama ketika memutar dengan kaki lepas, ia berapa kali terjengkang. Kalau tidak ditahan sayap kupu-kupu pasti bilur-bilur.
Zahra terus mengomelinya. Namun ketika Alif hendak berang karena terus menerus dicecer, Zahra bisa menenangkannya dengan ciuman di pipi dan diiringi tepukan anak buahnya.
DUA PULUH EMPAT
Membaca Indonesia Biro Jawa Barat
Lima Tahun yang lalu
Alif bergegas memasuki kantorMembaca Indonesia Biro Jawa Barat berlokasi di kawasan Jalan Pajajaran. Sebetulnya cukup dekat dari kediaman orangtuanya. Tetapi Alif sebetulnya malas ditugaskan di kota kelahirannya sendiri, kalau bukan masalahnya soal human trafficking. Pasukan Biro Jawa Barat kekurangan tenaga karena banyak hal yang harus dicover, seperti sengketa tanah di Priangan Selatan, Pilkada sampai bencana banjir.
“Ah, Lif akhirnya kamu datang. Semua awak di sini tidak mampu meliput masalah penemuan polisi Bandung soal perempuan yang hendak dibawa ke Hongkong itu. Lagi pula kamu kan yang tahu masalahnya,” Kang Nana Nugraha menyambutnya.
“Gile, gue sendiri dong!” Alif menghela nafas. Yang ia tahu di benaknya masuk dalam daftarnya, dia harus menemui polisi, menemui dua korban, konfirmasi pada oknum yang dicurigai sebagai germo, hingga pihak hotel yang dicurigai sebagai tempat transaksi. Belum lagi dia harus ke kampung itu perempuan.
Alif menghempaskan tas ranselnya di ruangan. Dia duduk dan keringatnya bercucuran. Nana Nugraha tidak menjawabnya. Dia hanya tersenyum. “Kamu tidak sendiri….”