Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (23-24)

7 Mei 2017   09:17 Diperbarui: 7 Mei 2017   09:31 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koloni oleh Irvan Sjafari

“Nanya terus, ada Bobby dan Selena, kami semua ada tujuh puluh anak,Kak. Yang lain di bagian blok Sarang tak jauh dari sini  bagian kebun buah, bunga dan sayuran,” ujar  Iffa.

Sarang? Mereka menamakan flat-flat ini sarang. Benar-benar peniru serangga.

Selesai makan mereka latihan formasi lagi. Gerakan kupu-kupu lembut, tetapi bisa agresif. Yang membuat Alif beberapa kali ditegur Zahra ialah kekakuannnya, terutama ketika memutar dengan kaki lepas, ia berapa kali terjengkang. Kalau tidak ditahan sayap kupu-kupu pasti bilur-bilur.

Zahra terus mengomelinya. Namun ketika Alif hendak berang karena terus menerus dicecer, Zahra bisa menenangkannya dengan ciuman di pipi dan diiringi tepukan anak buahnya. 

DUA PULUH EMPAT

Membaca Indonesia Biro Jawa Barat

Lima Tahun yang lalu

Alif bergegas memasuki kantorMembaca Indonesia Biro Jawa Barat berlokasi di kawasan Jalan Pajajaran. Sebetulnya cukup dekat dari kediaman orangtuanya.  Tetapi Alif sebetulnya malas ditugaskan di kota kelahirannya sendiri, kalau bukan masalahnya soal human trafficking. Pasukan Biro Jawa Barat kekurangan tenaga karena banyak hal yang harus dicover, seperti sengketa tanah di Priangan Selatan, Pilkada sampai bencana banjir.

“Ah, Lif akhirnya kamu datang.  Semua awak di sini tidak mampu meliput masalah penemuan polisi Bandung soal perempuan yang hendak dibawa ke Hongkong itu. Lagi pula kamu kan yang tahu masalahnya,” Kang Nana Nugraha menyambutnya.

“Gile, gue sendiri dong!”  Alif menghela nafas. Yang ia tahu di benaknya masuk dalam daftarnya, dia harus menemui polisi, menemui dua korban, konfirmasi pada oknum yang dicurigai sebagai germo, hingga pihak hotel yang dicurigai sebagai tempat transaksi.  Belum lagi dia harus ke kampung itu perempuan.

Alif menghempaskan tas ranselnya di ruangan.  Dia duduk dan keringatnya bercucuran. Nana Nugraha tidak menjawabnya. Dia hanya tersenyum. “Kamu tidak sendiri….”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun