“Jadi, kamu yang memutuskan memilih aku?”
Zahra melihat Alif dengan sorot mata tajamnya dan galak. Tapi kemudian menahan gelak. “Nggak nyesal, kan?”
Zahra tidak perlu menunggu jawaban Alif.
Mereka keluar bersama. Alif tidak tahu jam berapa sekarang. Seperti serangga, mereka tahu tugas masing-masing. Ada yang pergi ke kebun. Mereka terbang dengan sayap kupu-kupu memetik buah. Entah bagaimana menggerakan sayap itu.
“Bagaimana caranya?”
“Itu pekerjaaanku. Aku kerja di bagian teknik. Nanti aku jelaskan. ”Zahra terus berjalan.
“Kamu juga yang buat kendaraan lebah dan kereta semut itu?”
Zahra mengangguk. “Tentunya bersama teman-teman lain.”
Perempuan ini menyembunyikan banyak potensinya. Dia tetap rendah hati untukku. Alif bergumam. Benar-benar tipenya. Mungkin tomboi, tetapi masih tampak dominan feminin. Dia merasa semakin kerasan tinggal di tempat yang dianggapnya surga.
Alif juga melihat beberapa remaja seusia Zahra membersihkan jalan dengan kendaraan seperti semut. Laki-laki dan perempuan. Rasa ingin tahunya besar. Dia melihat bangunan lain menjadi sekolah buat anak-anak kecil. Entah apa yang diajarkan. Tetapi ada yang bertugas sebagai guru.
“Ada berapa anak-anak kecil di sini?”