Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nyi Iteung di Titik 500

14 September 2016   19:49 Diperbarui: 15 September 2016   16:37 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dyah Wahyuni senang bisa ikut wawancara dengan Ikhsan. Bahkan dia mengumpulkan bahan tentang masakan Minang dan diberikan resepnya oleh para ibu. Hanya satu yang dia dapatkan secara bisik-bisik dari orang kampung, soal mitos manusia harimau. Etek Zaenab mengingatkannya untuk tidak sembarangan bicara terutama ketika senja hari. Namun selepas Insya mereka tidak diperbolehkan keluar rumah dan fajar mereka harus pergi dari kampung.

***

“Pemboman Bukitinggi oleh Angkatan Udara, membuat saya diminta Ibu ikut ke Jakarta ke rumah Etek Salmah,” Yusni tampaknya khawatir.

Yusni ikut dalam rombongan. Bertambah lagi beban Sersan Karim dan dua anak buahnya yang sebetulnya eks mahasiswa dan bukan tentara. Rinaldi dan Harun mau tidak mau menemani dengan membawa senapan lantak. Berita bahwa Nasution menindak keras PRRI tersebar luas. Suami dan anak Yusni berada di Palembang akan menyusul ke Jakarta. Dyah Wahyuni menikmati petualangan baru dengan naik truk di bak belakang bersama para wartawan lain, sementara Yusni dan seorang perempuan lain, serta Sersan Karim di depan menyupir.

Mereka membawa bekal karena perjalanan ditaksir memakan waktu seharian. Dyah tertidur bersama para wartawan lain. Entah beberapa lama perjalanan , tiba truk berhenti. Rupanya sebuah ban meletus. Jadi mereka harus berhenti di tengah jalan dan dekat sungai. Kesempatan untuk sekadar cuci muka atau buang air dan makan siang, kemudian salat. Sambil menunggu para tentara mengganti ban truk.

Dyah Wahyuni menemani Yusni ke pinggir sungai. Harun menjaga mereka dari kejauhan dengan senapan lantaknya. Sekitar lima belas menit mereka di sungai, sampai Dyah melihat darah di air. Ada masalah rupanya.

“Uni sedang datang bulan…?” Tiba-tiba Dyah khawatir.

“Iya,” Yusni menyadari apa yang ditakuti oleh Dyah, ketika seekor harimau sudah berdiri sekitar sepuluh meter di depan mereka. Yusni terjatuh dan duduk di sungai. Harun melihat kejadian itu, segera belari, namun ia gugup hingga ia terpeleset, senapan lantaknya terlepas. Dyah dengan gesit mengambil senapan lantak itu dan dengan pelan mengangkatnya lalu membidiknya ke arah harimau. Binatang itu diam di tempat dan siap menyerang, tetapi senapan Dyah meletus lebih dahulu dan menembak ke kepala harimau. Meleset mengenai badan harimau, tetapi cukup membuat hewan buas itu segera berlari meninggalkan korbannya. Apalagi terdengar tembakan lain. Rupanya Sersan Karim muncul dengan tergesa-gesa, rupanya ia mendengar tembakan dan ia segera menembakan senapannya.

Yusni terpaksa mengganti bajunya. Ia kemudian memutuskan untuk ikut di bak truk. Sejak itu ia makin bersahabat dengan Dyah.

“Wah, Nyi Iteung ini harus ganti nama menjadi Sabai Nan Aluhi,” kata Ikhsan.

“Sabai Nan Aluhi itu apa Kang?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun