Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerukunan Umat Beragama, Perspektif Lokal dan Media Sosial

10 September 2016   16:16 Diperbarui: 10 September 2016   16:37 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk media konvensional termasuk televisi buat berita yang berimbang, yang bisa meredam kemarahan. Kalau wawancara itu seharusnya cover both sides. Tokoh FPI dan pengusaha bar yang dirusak sama-sama diwawancarai secara proporsional. Selain itu pihak masyarakat lokal untuk memiliki suara dalam program radio atau televisi, maupun media cetak. Perspektif lokal harus ada di televisi, radio maupun media cetak nasional. Bukan hanya perspektif pusat.

Ghassan Michel Rubeiz menganjurkan media konvensional maupun mereka yang punya akses media sosial bisa memperbaiki ketidakseimbangan dan membawa lebih banyak cerita "kabar baik"? Misalnya ia member contoh untuk mencari cerita-cerita yang mengandung unsur ketegangan, keberanian dan pengorbanan. Seperti bagaimana seorang Muslim menyelamatkan kehidupan seorang Yahudi selama kejahatan, atau bagaimana seorang anak Yahudi diselamatkan seorang wanita Muslim tua di badai, bisa dibawa ke perhatian produsen televisi dan pembuat konten media baru [5]

Di luar berita produksi sinetron, reality show, yang bersifat hiburan jangan lagi didominasi lucu-lucuan dan bersifat bullying hingga lama kelamaan menumpulkan sikap kritis pemirsa televisi. Lebih celaka lagi penonton pada prime time bukanlah penonton yang kritis, tetapi kaum muda. Pendidikan rasa benci bisa dipicu oleh konten acara televisi yang tidak dipikirkan dampaknya.

Penampilan penyiar berita dan presenter berhijab jangan hanya pada momen Ramadan, membacakan berita hard news adalah hal yang biasa, sehingga tidak dilabeli “anti Islam” ketika harus memberitakan soal kerukunan umat beragama. Pemirsa yang punya pefahaman agama yang keras akan mencibir: Nah, di internal media saja tidak tolerasi, bagaimana Anda menyerukan toleransi? 

Dalam produksi sinetron dan FTV bersahabatan tokoh-tokoh lintas agama dibuat hal yang biasa seperti sehari-hari, bukan menggurui secara berlebihan soal pluralisme seperti film Tanda Tanya-nya Hanung Bramantyo yang justru menimbulkan sikap reaksioner. Film Aisyah Kita Semua Bersaudara malah menjadi contoh yang baik.

Begitu juga film yang digagas Glenn Fredly berjudul Cahaya dari Timur: Beta Maluku. Dalam pembuatan features berita secara berkala diangkat perjuangan tokoh Palestina non muslim, seperti George Habash melawan kezaliman Israel bisa membantu menanamkan konstruksi soal pluralism atau pandangan tokoh non Islam kritis terhadap perjuangan Palestina sebagai bukan masalah agama, tetapi perjuangan hak asasi manusia.

Irvan Sjafari

Catatan Kaki:

  1. Hakis “Komunikasi Antar Umat Beragama di Kota Ambon” dalam Jurnal Komunikasi Islam Volume 05, Nomor 01, Juni 2015 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya - Asosiasi Profesi Dakwah Islam Indonesia.
  2. http://print.kompas.com/baca/2016/09/01/Media-Sosial-Jadi-Kanal-Informasi-Baru?
  3. Ghassan Michel Rubeiz, “The media’s power to promote religious tolerance” dalam http://www.commongroundnews.org/article.php?id=29684&lan=en&sp=1
  4. Majalah Sinar edisi 7 Oktober 1995
  5. Ghassan, op.cit

Ilustrasi : https://eduters.gnomio.com/pluginfile.php/2/course/section/1/agama.jpg

toleransi era media sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun