Dengan ucapan bismillah Presiden Soekarno membuka dengan resmi Asian Games keIV tepat pada 16.00, Jum’at 24 Agustus 1962 di Stadion Utama Senayan. Pembukaan itu diiringi dengan naiknya bendera Asian Games dan lepasnya ratusan burung terbang berombongan ke angkasa. Pada hari itu diperkirakan lebih dari 100.000 pasang mata menyaksikan pembukaan pesta olahraga negara-negara Asia itu tersebut.
Presiden Soekarno memasuki stadion sekitar pukul 15.00 dengan mengenakan pakaian kuning gading dari tennis wool. Presiden didampingi Menteri Olahraga Maladi, Ketua Organizing Committee Paku Alam dan Menteri Pertama Djuanda Kartawidjaja. Mereka mendapat kehormatan untuk menerima parade peserta. Gemuruh 25 genderang yang ditabuhkan taruna Akademi Militer Nasional berseragam cokelat mendahului parade begitu gegap gempita.
Acara pembukaan juga dimeriahkan dengan parade senam dari sekitar 1200 anak-anak Sekolah Rakyat. Mereka memainkan kipas-kipas dengan warna-warni dibalikan merah-putihm putih-biru-kuning dan lain-lain warna, Pada saat akhir pertunjukkan anak-anak itu meneriakkan: “Hidup Bung Karno!” Sekitar 488 murid lanjutan atas juga mempertunjukkan senam. Kemeriahan pembukaan juga ditunjukkan oleh 480 orang membawakan Tari sedauti dari Aceh dan 1100 wanita dari Pulau Bali membawakan Tari Pendet.
Asian Games ke IV berlangsung sejak 24 Agustus 1962 hingga 4 September 1962 diikuti 1460 atlet dari 17 negara. Yang unik di antara 17 negara peserta selain Malaya (nama Malaysia dahulu) diikuti kontingen dari wilayah yang kemudian kelak bergabung dalam Malaysia, yaitu Kalimantan Utara dan Sarawak. Asian Games IV diwarnai dengan nuansa politik yang kental ketika Indonesia menolak memberikan visa pada atlet dari Israel dan Taiwan.
RRC sendiri tidak ikut serta, sehingga pada Asian Games ke IV ini negara Asia yang kuat yang menjadi pesaing Indonesia sebetulnya hanya Jepang. Pada waktu itu terdapat Vietnam Selatan sebagai peserta. Asian Games ke IV mempertandingkan 15 cabang olahraga memperebutkan 120 emas, 122 perak dan 130 perunggu. Bulutangkis untuk pertama kali dipertandingkan.
Hasil Tragis Sepakbola, Bulutangkis dan Balap Sepeda Gemilang
Cabang olahraga yang paling menyita perhatian rakyat Indonesia ialah sepakbola. Pada laga perdana Kesebelasan Indonesia berhadapan dengan Kesebelasan Vietnam Selatan. Dalam pertandingan ini Indonesia berhasil mengalahkan Vietnam Selatan 1-0. Gol kemenangan Indonesia dicetak oleh Selong sepuluh menit menjelang pertandingan bubar. Sayangnya tim sepakbola Indonesia tersisih di grup setelah kalah dramatis lawan Malaya 3-2.
Bulutangkis menjadi tambang emas Indonesia. Pada cabang ini emas Indonesia antara lain pada nomor tunggal putri ketika Minarni mengalahkan rekannya Corry Kawilarang 11-4, 11-7. Emas kedua bulutangkis dipersembahkan pasangan ganda Putri Minarni/Retno mengalahkan Herawati/Corry 9-15,15-12, 15-6. Emas ketiga pada nomor tunggal putra atas nama Tan Yoe Hok mengalahkan The Ke Wan dari Malaya (nama Malaysia waktu itu belum ada) 15-9 dan 15-3. Indonesia Raya mengemundang sampai dua kali berturut-turut pada Sabtu malam 1 September 1958.
Indonesia menyapu bersih hamper semua medali emas yang dipertandingkan. Nomor yang didapat lainnya ialah beregu putra dan beregu putri. Nomor yang lepas hanya nomor ganda putra yang direbut Malaysia. Pasangan tuan rumah Joe Hok dan Liem Tjeng Kiang dikalahkan pasangan Malaya Tan Yee Khan dan Ng Bon Bee.
Esok harinya di arena balap sepeda Hendrik Brocks meraih medali emas untuk nomor Individual Open Race 180 km. Minggu siang cerah 2 September 1962 jembatan Semanggi penuh dengan sorak sorai penonton, ketika lelaki bertubuh 172 cm mengayuh sepeda balapnya memasuki garis finish sambal mengacungkan tinjunya. Hendrik Brocks,baru berusia 21 tahun ketika meraih emas nomor Individual Open Race sejauh sekitar 190 kilometer dengan catatan waktu 5 jam 58 menit 57,3 detik di Asian Games Jakarta.
Dari arena balap sepeda sejarah mencatat Indonesia meraih tiga emas,ketiganya melibatkan nama Hendrik Brock. Pria kelahiran Sukabumi 27 Maret 1941 ini meraih emas tidak saja pada nomor Individual, tetapi memberikan konstribusi bagi Indonesia medapatkan emas nomor Team Road Race dan Team Trial bersama rekan-rekannya Hamsin Rusli, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna.
Tiga nama yang terakhir menunjukkan bakatnya pada arena Tour de Java Pertama pada 1958 dan Kedua pada 1959. Sejarah kemudian mencatat Hendrik Brocks merubah namanya menjadi Hendra Gunawan karena waktu itu Bung Karno menginginkan nama-nama berbau bahasa asing diganti ke Bahasa Indonesia.
Asian Games IV bukan satu-satunya ajang internasional yang diikuti Hendra Gunawan, pada 1960 dia mengikuti Olimpiade Roma walau tidak meraih Tim Indonesia termasuk tim terbaik untuk negera Asia, meraih rangking 26 pada nomor 100 Km Tim Trial. Pada tahun berikutnya Hendra berprestasi pada ajang Ganefo pada 1963 meraih 1 emas. Hendra sempat menjadi pelatih nasional pada 1980-an
“Wah senang gembira atas usaha kita. Saya ingat baru sebulan pulang dari Olimpiade Roma (Oktober 1960), saya dipanggil masuk pelatnas lagi, targetnya Asian Games. Waktu itu kita dianggap terbaik di Asia,” ujar Hendra dalam sebuah wawancara dengan ketika masih menjadi wartawan WartaTV Grupuntuk Majalah Interview Plus pada Oktober dan November 2015 lalu.
Menurut Hendra persiapan untuk Asian Games itu berat, atlet balap sepeda Indonesia berlatih seminggu 6 kali. Setiap hari latihan pagi dan sore. Sekitar tiga kali seminggu latihan 200 km di luar kota. “Pelatih kami orang Jerman Timur namanya Nitsche, disiplin. Kalau apel pagi jam 6 dia nggak mau tahu kami mau pakai celana pendek, celana kolor, celana panjang pokoknya harus kumpul,” ungkapnya.
Setelah selesai apel,makan pagi,jam 7 sudah mulai latihan. Siangnya istirahat, pelatihnya tidak mau tahu anak asuhnya tidur siang atau tidak. Pada jam 15.00 harus sudah kumpul dan latihan lagi. Menurut Hendra pelatihnya berkata: Saya mempertaruhkan nama negara saya, kalau kalian kalah, saya malu dan negara saya malu. Tetapi kalau kalian menang, saya menang dan negara saya bangga.
Kemenangan Dramatis Lanny Gumulya
Sesaat setelah gema Indonesia Raya senyap, gadis remaja usia 18 tahun itu baru menitikan air matanya. Namanya Lanny Gumulya, gadis manis yang tak percaya bahwa ia baru saja mendapatkan medali emas di nomor loncat indah putri 3 meter di kolam renang Senayan. Airmatanya tak terbendung lagi ketika ia turun dari bangku kejuaraan.
Kemenangan Lanny ini diluar dugaan karena dua atlet Jepang Sakuko Kadokura dan Sakoko Tomoe , lebih diunggulkan dan difavoritkan sebagai juara. Pada loncatan pertama Lanny hanya meraih angka 8.40, sementara Sakoko meriah 9,12, dan Kayoko 8,32. Pada loncatan kedua Sakoko meraih 10.03 dan Lanny 9.44.
Situasi berbalik pada loncatan ketiga penonton di stadion renang Senayan bersorak, ketika Lanny dengan wajah tenang disambut air dan meraih nilai 12,54, sementara Sakoko 10.26. Seterusnya Lanny unggul hinga loncatan ke delapan dan meraih nilai total 111, 12 unggul di atas Sakoko 107.45 dan Kayoko 96,50.
Anak Banyumas Bernama Sarengat
Sprinter Mohammad Sarengat menyumbangkan dua medali emas dalam cabang lari 100 meter dan lari gawang 110 meter serta perunggu di nomor 200 meter. Selain menjadi pelari tercepat di Asia, dia memecahkan rekor Asia untuk lari gawang 110 meter dengan waktu 14,4 detik dan lari 100 meter dengan 10,5 detik, mematahkan rekor sprinter Pakistan, Abdul Khalik, dengan 10,6 detik pada Asian Games II di Manila, Filipina.
Sarengat lahir di Banyumas, 28 Oktober 1940. Dia menyelesaikan sekolah dasar dan menengah pertama di Pekalongan, lalu melanjutkan sekolah menengah atas di Jakarta. Sejak SD hingga SMA, dia menjadi kiper kesebelasan sepakbola di sekolahnya. Karena jenuh kerap menghuni bangku cadangan di klub Indonesia Muda Surabaya, dia iseng terjun ke atletik. Ternyata di cabang ini bakatnya. Kegigihannya berlatih, apalagi ketika ikut pelatnas untuk Olimpiade 1960, membuatnya tidak lulus SMA pada 1959. Dia baru lulus SMA pada 1961.
Prestasi Indonesia di Asian Games IV 1962 cukup membanggakan. Indonesia menjadi runner up atau juara umum ke-2 setelah Jepang dengan total 77 medali yang terdiri dari 21 emas, 26 perak, dan 30 perunggu. Posisi ini mengalahkan India, Filipina, dan Korea Selatan yang masing-masing mendapatkan total medali 55, 27, dan 15.
Irvan Sjafari
NB: Artikel ini ditulis ulang (rewrite) dari tulisan saya di Majalah Interview Plus edisi Desember 2015 di kalangan terbatas.
Sumber:
Suluh Indonesia, Duta Masyarakat, Aneka,1962
Historia.co.id(http://historia.id/obituari/sarengat-yang-melesat)
Wawancara dengan Bambang Kuntadi, pengurus PB Sangkuriang, 30 Oktober 2015 untuk Interview Plus dan WartaTV
Wawancara dengan Hendik Brocks (Hendra Gunawan) 30 Oktober 2015 untuk Interview Plus dan WartaTV
Wawancara dengan Aming Priatna, mantan atlet Balap Sepeda Indonesia 2 November 2015 untuk Interviwe Plus dan WartaTV
Handayani, Primastuti dan Laksmi, Brigitta Isworo, M.F Siregar: Matahari Olahraga Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku kompas, 2008
Referensi sebangun
https://www.goodnewsfromindonesia.org/wp-content/uploads/2015/09/medal-table.jpg
Sumber Foto:
Hendrik Brocks (kredit foto Irvan Sjafari/Repro Duta Masyarakat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H