Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasca Sanering 25 Agustus 1959 di Kota Bandung: Musim Belanja Orang Kota di Kampung

22 Juni 2016   12:19 Diperbarui: 22 Juni 2016   12:23 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rp1000 pada 1959 atau uang gajah (kredit foto www.uang-kuno.com)

Situs resmi Bank Indoensia dalam bagian sejarahnya  mengungkapkan rentetan terjadinya sanering.  Mulanya pada  1959, pemerintah telah melakukan kebijakan pengetatan  moneter sebagai upaya mengatasi tekanan inflasi. Kebijakan pengetatan moneter 1959 tersebut antara lain dilaksanakan dengan mengeluarkan ketentuan pagu kredit bagi tiap-tiap bank secara individual pada  8 April 1959.  

Namun tampaknya belum efektif. Akhirnya  pemerintah dengan Undang-Undang (UU) No. 2 Prp. tahun 1959 melakukan sanering uang pada tanggal 25 Agustus 1959 dengan menurunkan nilai uang pecahan Rp 500 dan Rp 1.000 menjadi Rp 50 dan Rp 100, serta melalui UU No. 3 Prp. tahun 1959 membekukan simpanan giro dan deposito sebesar 90% dari jumlah di atas Rp 25.000 yang akan diganti menjadi simpanan jangka panjang.

Penanganan laju inflasi ini terus berlangsung hingga awal 1960-an dengan melakukan pembatasan kredit perbankan secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam paket kebijakan moneter itu, dilakukan pula devaluasi nilai tukar rupiah sebesar 74,7% dari Rp 11,40 per USD menjadi Rp 45 per USD.

Keputusan Sanering  Tidak Bisa Diduga

Apabila keputusan politik Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali ke UUD 1945 bisa dibaca sebelumnya, kebijkan Sanering  lebih tidak bisa diprediksi. Sekalipun  kenaikan harga sejumlah komoditi berlangsung begitu cepat dalam hitungan bulan. Pikiran Rakjat pada 24 Agustus 1959 hanya menyebutkan bahwa hari minggu 23 Agustus 1959 ada sidang pleno kabinet enam jam antara pukul 10.00 hingga 17.00 (istirahat satu jam untuk makan) untuk pembicaraan soal sandang pangan rakyat di istana Bogor.  

Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta pernah memperingatkan bahaya uang yang beredar terlalu banyak, namun peringatannya tenggelam dalam hingar bingar politik.  Ketika Gonjang-ganjing ekonomi terjadi Hatta sedang berada di Eropa selama tiga bulan sebagai utusan Jawatan  Koperasi Indonesia. Dalam ceramahnya di depan mahasiswa Indonesia di Bremen, Jerman, Hatta menyebutkan kesulitan ekonomi  terutama di bidang politik. Kalau ini tidak diselesaikan dapat menghabiskan uang bermilyar dan menimbulkan defisit  terus menerus inflasi merajalela (Pikiran Rakjat, 1 Agustus 1959).  Hatta kembali ke tanah air pada 3 September 1959 lebih dari seminggu keputusan Sanering dilakukan.

Soekarno dalam pidato kenegaraannya pada 17 Agustus 1959 dengan judul The Rediscovery of Our Revolution atau  Penemuan Kembali Revolusi Kita  lebih banyak memuat isu politik, di antaranya soal keberadaan modal asing.  Soekarno memperingatkan modal asing  yang bukan Belanda jika digunakan untuk sabotase ekonomi maka rakyat Indonesia juga akan memperlakukan hal yang sama  dengan modal yang asalnya dari negeri  Belanda. 

Soekarno juga mengecam imprealisme budaya dengan menyebutkan “Hai Pemuda-pemudi kenapa kalangan engkau banyak yang masih rock n roll, dansi-dansian, ala cha cha cha, music-musikan ala ngak ngik ngok, gila-gilaan dan lain sebagainya”.  Hal lain yang diungkapkan Soekarno ialah keinginan pemerintah membentuk front nasional yang baru, yang akan menggalang seluruh tenaga rakyat, menggalang seluruh  kegotongroyongan rakyat, menjadikan satu Hu Lupis Kuntul Baris untuk menyelesaikan revolusi.  Tidak terlalu jelas konsep ekonomi yang akan dijalankan, sementara yang disebutkan ekonomi terpimpin masih dalam wacana terbatas.

Acara pesta 17 Agustus 1959 berlangsung meriah seperti biasa.  Yang mencolok adalah pertunjukkan di Karang Setra pada 15 hingga  17 Agustus 1959, berupa bioskop terbuka, Orkes melayu, Wayang Golek, adu domba dan beberapa perlombaan seperti pukul gentong dan lempar tempolong.   Atraksi paling menarik ialah melibatkan 560 pelajar dari 20 sekolah mulai tingkat Sekolah rakyat, SMP, SGB, SGTK, SGA di Bandung untuk ambil bagian dalam angklung rally yang diselenggarakan Badan koordinasi Musik Angklung  pada minggu malam 16 Agustus 1959.   

Hingga malam 24 Agustus 1959 aktifitas warga Bandung masih berlangsung seperti biasa. Informasi menarik terungkap dari buku Harta Bumi Indonesia: Biografi J.A. Katilli (2007).  Bagian buku tentang peristiwa sanering ini n bercerita dari sudut Illy, isteri dari geolog Indonesia Prof. Dr. John Ario Katlli, dosen ITB, ketika ia hanya punya uang Rp.1000  yang tersisa dari gaji suaminya.  Ia menukar uang itu dengan recehan agar cukup untuk berbelanja yang kian mahal masa itu, terutama untuk membeli ikan.  Illy, menukarkan uang itu agar bisa dibawa seperlunya saja.  Pola pikir praktis yang membawa berkah.

Illy baru tahu keputusan penyehatan uang pagi hari melalui ulangan berita di RRI, lega sekali. Uangnya aman.  Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya andaikata selembar uang ribuan tersebut masih tersimpan di dompetnya.  Yang diingat pertama kali adalah membeli ikan cukup banyak untuk menyenangkan suami tercinta (halaman 110).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun