Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1959 (8) Masyumi dan Blok Islam di Jawa Barat Menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959

9 Juni 2016   12:53 Diperbarui: 9 Juni 2016   15:05 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemungutan suara dalam sidang Konstituante Akhir Mei 1959 (kredit foto puspitasarisblog.blogspot.com)

Soekarno: Kembali ke UUD 1945

Dalam sidang konstituante Rabu 22 April 1959, Soekarno mengingatkan pesannya yang pernah ia sampaikan pada pelantikan konstituante pada 10 November 1956. Pesan itu berisi tiga anjuran yang sudah disetujui secara bulat oleh Dewan Menteri pada 19 Februari 1959. Pandangan Soekarno-Djuanda tentang penetapan dan pengumuman kembali ke UUD 1945 dituangkan dalam bentuk piagam yang disebut Piagam Bandung. Soekarno dalam sidang konstitunate itu antara lain, mengatakan.

Saya minta saudara-saudara sebagai anggota konstituante mendjadilah penjambung lidah jang setia daripada 80-85 djuta rakjat Indonesia. Saja minta supaja konstituante bersama-sama dengan pemerintah menetapkan suatu UUD RI sesuai dengan djiwa watak dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Saja minta djanganlah konstituante dijadikan tempat berdebat bertele-tele, suatu medan pertempuran bagi partai-partai atau pemimpin politik

Andjuran jang hendak saja sampaikan kepada Konstituante atas nama pemerintah berbunji tjekak-aos marilah kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 (Pikiran Rakjat, 23 April 1959).

Presiden Soekarno pada 23 April 1959 bertolak ke luar negeri untuk kunjungan ke 10 negara, di antaranya Polandia, Swedia, Denmark, Brazil, Uni Soviet. Serah terima jabatan Presiden RI kepada Ketua parlemen Mr. Sartono dilakukan di lapangan udara Kemayoran. Soekarno tampaknya menginginkan persoalan konstitusi dan usulan dia sudah diputuskan parlemen akhir Mei 1959 dan dia sendiri baru pulang ke tanah air akhir Juni 1959. Parlemen sendiri memasuki masa reses Juni 1959.

Tantangan bagi gagasan Soekarno bukan hanya datang dari kelompok Islam, tetapi dari bekas rekan seperjuangannya pada 1920-an, Gatot Mangkupradja. Tokoh ini menyayangkan kembalinya UUD 1945. Menurutnya ketidakberesan bukan salah UUD tetapi orang-orang yang melaksanakannya. Gatot mengingatkan tindakan itu memberikan risiko politik bagaimana kalau Konstituante menolak kembali ke UUD 1945 dan tindakan apa yang akan diambil pemerintahGatot Mangkupraja juga mengkritisi niat Soekarno membentuk Staatspartij dan ingin mengurangi jumlah partai di parlemen sebagai tindakan yang bertentangan dengan hak asasi manusia (Pikiran Rakjat, 25 April 1959)

Masyumi Jawa Barat melalui salah seorang pimpinannya Affandi Ridwan mengingatkan soal kembali ke UUD 1945 adalah hal yang penting dan besar, bukan merupakan hal yang main-main. Menjawab pertanyaan wartawan Pikiran Rakjat (15 April 1959), adakah hal yang lebih penting dalam hubungan kembali ke UUD 1945, Affandi Ridwan menjawab:

Menurut pendapat saja bagi ummat Islam Indonesia baik jang tergabung dalam Masjumi, NU, PSII atau parati Islam lainnja bukan hanja kembali ke UUD 1945 sadja, tetapi soalnja apakah hukum-hukum Islam jang mendjadi tuntutan partai-partai dari ummat Islam itu dapat berlaku di negara Republik Indonesia atau tidak? Dan soal kedua jang tidak kalah pentingnja apa dan bagaimana keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakjat Indonesia dapat diwudjudkan jang berarti membebaskan rakjat dari segala matjam penderitaan, kekurangan dan tekanan lahir batin?

Sebaliknya politisi PNI Jawa Barat, Doedi Soemawidjaja mengatakan bahwa kembali ke UUD 1945 merupakan usaha besar untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi bangsa Indoneia saat ini. Dalam wawancara dengan Pikiran Rakjat yang dimuat di edisi 17 April 1959, Doedi menyatakan bahwa ketentuan dalam pembukaan UUD 1945 lebih menjamin terlaksananya Ide Demokrasi Terpimpin, Perkembangan politik sejak 1945 memang menunjukkan kelemahan-kelemahan antara lain banyaknya partai politik, tidak adanya stabilitas pemerintahan, penyelewengan dari bidang-bidang sosial dan ekonomi.

PKI adalah partai lain yang mendukung keinginan Soekarno. Politisi PKI Nyoto bahkan berani menyerang Hatta yang disebutnya tidaklah mungkin ia kembali menjadi wakil presiden dengan kembalinya UUD 1945. “Hatta adalah nomor wahidnya pembela PRRI/Permesta,” tuding Nyoto(Pikiran Rakjat, 30 April 1959). Sikap PKI melawan arus sejumlah tokoh di daerah yang justru menginginkan Hatta kembali menjadi wakil presiden.

Para Pengkritik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun