Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1958 (11) Harga Beras dan Minyak Tanah Melambung Tinggi, Dampaknya bagi Warga Kota

14 Desember 2015   18:05 Diperbarui: 14 Desember 2015   18:30 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi ekonomi Indonesia  pada masa itu dalam keadaan sulit tercermin dari kuliah umum  Mohammad Hatta di depan mahasiswa Universitas Semarang  pada Senin 22   September 1958  bahwa defisit anggaran negara mencapai Rp6 milyar pada 1958 dan pada 1959 mencapai Rp9 milyar dan bisa mencapai Rp12 milyar. Menurut Hatta pergolakan di daerah  ikut menambah sulitnya ekonomi di Indonesia masa itu.

Pada akhir September 1958 KENSI (Kongres Ekonomi Nasional Indonesia) ke II  diselenggarakan di Grand Hotel  Lembang, Kabupataen Bandung  dihadiri oleh Perdana Menteri Djuanda, Menteri Perdagangan Rachmat Muljomiseno,  serta Menteri Stabiltas Ekonomi Kolonel Suprayogi.  Tujuan Kongres ini ialah mencari jalan untuk merubah struktur ekonomi kolonial menjadi  struktur ekonomi nasional.  Dalam kongres dibahas  persedian bahan makanan, pakaian dan bahan-bahan industru yang menjadi kebutuhan rakyat di setiap kabupaten, kalau ada kekurangan diatasi dengan injeksi. 

KENSI juga berharap bisa membuat bank rakyat dan bank negara  dapat mengambilalih kedudukan bangsa asing.  Kensi juga berharap Bank Indonesia menarikkembali kredit-kredit yang diberikan  pada bank nasional milik Ali Baba (maksudnya lisensinya orang pribumi,  tetapi praktek yang menjalankan orang etnis Tionghoa).   Dalam Kongres Kensi juga akan dibahas  soal demokrasi terpimpin.  Namun   PM Djuanda  menyebtukan sebagai wancana ekonomi terpimpin sesungguhnya teregsa-gesa dibicarakan sama halnya dengan demokrasi terpimpin.

Pembicara lainnya, Gubernur Bank  Indonesia  pada 1958 Lukman Hakim mengakui bahwa  perekonomian Indonesia suram.  Lukman Hakim berharap  KENSI  membimbing sektor partikelir kea rah produksi sebesar-besarnya menggunakan kekuatan yang ada pada masyarakat itu sendiri.  Lukman menyebutkan kekuatan produksi dan masyarakat juga saling menghancurkan.  Akhir 1951 uang yang beredar Rp5 milyar, tetapi pada Juni 1958 uang beredar sudah mencapai Rp21 milyar. Sementara biaya untuk pemulihan keamanan PRRI/Permesta  diperkirakan mencapai  Rp4 milyar.

Lukman Hakim  pada waktu itu juga menjabat sebagai Direktur IMF  sehari kemudian bertolak ke New Dheli.  Pria kelahiran Tuban  6 Juni 1914  pernah menjabat Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman ad interim RI Darurat (19 Desember 1948 –  13 Juli 1949), Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949), Menteri Keuangan dalam Kabinet Susanto (20 Des 1949 hingga 21 Januari 1950, Kabinet Halim 21 Januari 1950-6 September 1950).  Lukman Hakim (dekat dengan PNI)  adalah tokoh yang menggantikan Sjafrudin Prawiranegara  (tokoh yang dekat dengan Masyumi).

Memasuki  Oktober 1958 alarm tanda bahaya kehidupan ekonomi Indonesia sudah berbunyi  dan di sisi lain  konflik politik  makin memanas.  Bagaimana politik di pusat dan dampaknya di Jawa Barat  pada 1958  menjelang akhir 1958  akan saya singgung di tulisan berikutnya.   

Irvan Sjafari

Sumber: Pikiran Rakjat 23 Juli 1958,   7 Agustus 1958,   5  September 1958, 6 September  1958, 13 September 1958, 16 September 1958,  20 September 1958, 24  September 1958, 29 September 1958, 30 September 1958, 1  Oktober 1958

Mulya, Wanda “Distribusi Minyak Tanah”  dalam  Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir  2:  Demokrasi  Terpimpin  (1959-1966). Penyunting Hadi Soesastro, Dkk, Jakarta: Kanisius 2005

http://www.kemenkeu.go.id/Daftarmenteri/menteri-keuangan-lukman-hakim  diakses pada 14 Desember 2015

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun