Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1958 (11) Harga Beras dan Minyak Tanah Melambung Tinggi, Dampaknya bagi Warga Kota

14 Desember 2015   18:05 Diperbarui: 14 Desember 2015   18:30 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu saja pemerintah tidak serta merta mengabulkan permintaan itu karena bakal menimbulkan dampak berantai.  Masalahnya  pada minggu kedua September 1958 minyak tanah sukar didapat di berbagai daerah, di antaranya   oleh warga kota Bandung.  Alokasi minyak tanah  dan bensin  dari BPM  jumlahnya dikurangi.  Beberapa toko  yang tadinya mendapat alokasi  lima drum dikurangi  menjadi dua drum.  Sementara pembelinya berduyun-duyun.  Akhirnya dibuat kebijakan  setiap  orang hanya boleh membeli  berapa liter minyak  tanah.   Harga minyak  tanah   tembus  menjadi Rp 1hingga Rp 1,30  per liter ketika tiba di pedagang kecil. 

Di Jakarta  pompa bensin milik Stanvac  pada  pertengahan September 1958  kerap tutup sejak pagi dengan alasan kehabisan bensin.  Di Jakarta harga bensin mencapai Rp1,25 perliter, kemudian naik Rp1,50 dan naik lagi menjadi Rp1,75 perliter hanya dalam berapa hari.   Kesannya harga terjun bebas dan pemerintah tidak punya daya mengontrol  harga BBM.  

Kampung-kampung sekitar kota Bandung yang biasa menggunakan minyak tanah sebagai penerang akhirnya menggunakan kayu bakar.  Warga sampai rela membayar Rp2 per botol minyak tanah.   Dampak  juga terasa pada angkutan umum.  Ongkos taksi  meningkat.  Ongkos oplet  Bandung-Garut  yang atdinya Rp10 meningkat menjadi Rp25.  Tak sedikit bus-bus  yang terparkir  berjam-jam,lumpuh dan terbengkalai.  Trayek jauh Bandung-Cirebon dan Bandung-Jakarta kerap kehabisan bensin di jalan.  Orperni,  Perbabin Jawa Barat mendesak pemerintah menolak usulan BPM dan Stanvac.  Tetapi mereka tak berdaya menghadapi pasar.    

Tanpa kenaikan harga bensin saja sektor perhubungan di Jawa Barat  dalam keadaan bahaya  sejak awal September 1958.   Perusahaan pengangkutan yang hanya punya 3 atau 4 truk tidak bisa mengimbangi biaya.  Perhitungan trayek  Bandung-Jakarta lewat  Sukabumi  dengan kuota 3500 kg per bulan (8 rit)  menghabiskan bensin 150 liter dengan harga Rp180, oli menghabiskan biaya  Rp54,  ban sekitar Rp270, uang makan  dan menginap supir Rp130 dengan biaya keseluruhan Rp 1190,90.  Sementara uang masuk  Rp1000.    

Seperti halnya  beras dan minyak tanah dengan cepat jadi obyek untuk mecari untung. Banyak supir  yang menghentikan usaha  mengangkut penumpang  menjadi tukang antri bensin. Bensin dijual dengan harga tinggi.  Bensin antri dua jerigen dan dijual Rp50 per jerigen hingga untung   Rp50.  Jadi mereka tak perlu repot mencari penumpang.   Pihak kepolisian mencegah kesempatan itu dengan mengharuskan mempunyai surat keterangan membeli bensin dari kepolisian.    

Minggu ketiga September 1958  alokasi minyak tanah di Bandung berkurang  dari biasanya 40 drum per bulan menjadi 20 drum per bulan dan berkurang lagi menjadi 10 drum per bulan.  Setiap warga hanya boleh membeli dua liter.  Pada minggu ketiga harga minyak tanah sudah mencapai Rp1,50 per liter. Itu artinya sudah melebihi harga minyak tanah yang diusulkan Shell dan BPM di awal September 1958.

Peserikatan Perusahaan Angkutan  Bermotor Indonesia (Perpabin) Jawa Barat  pada akhir September 1958 mengeluarkan resolusi  mendesak BPM dan Stanvac  mengeluarkan alokasi  bensin yang mencukupi.  Perserikatan meminta pemerintah mengawasi pompa bensin  dan diadakan razia bensin.  Harga bensin per jerigen berkisar   Rp60 hingga Rp100.   Diberitakan muncul  kendaraan liar yang bermain.  Bensin di pasar gelap mencapai Rp5 per liter. Menurut catatan Perpabin sejak September 1958 pengiriman bensin dari pusat ke daerah hingga ke pompa bensin dikurangi.

Kepala Kepolisian Priangan Kompol R.Imam Supojo memperingatkan pompa bensin  di Kota Bandung agar kepada kendaraan yang membawa jerigen dan drum.  Akhirnya hanya lima pompa bensin yang diperbolehkan  menjual bensin dalam drum atau jerigen.  Di antaranya Pompa  milik Dumas  boleh menjual 3,25 drum ke perkebunan pertanian,  pompa milik Tan A Soen  di Stasiun Barat  boleh menjual 5,2 drum kepada onderneming, Pompa Bensin di Braga  boleh menjual  kebutuhan kepolisian negara dengan jatah 3 ton, Poma Bensin milik Soewondo di Pasir Kaliki boleh menjual bensin sebanayk 7,1 ton untuk perusahaan bis dan Yayasan Motor boleh menjual 5 ton bensin untuk mobrig.  

Hingga 1958 sebetulnya  saluran perdagangan minyak tanah terutama di kota besar bebas dari campur tangan pemerintah.   Hal ini membuat kelangkaan  bensin dan minyak  tanah  ketika  soal harga tidak memuaskan.   Akhirnya  pada Oktober 1958 pemerintah  membentuk  Panitya Pemeriksa harga Minyak. Tugas panitya ini ialah menemukan  jalan untuk mendistribusikan hasil-hasil minyak.   Panitya berpendapat bahwa distribusi  hasil minyak tidak dapat  hanya untuk tujuan komersial,   melainkan terutama dan bertujuan  untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat.   Sekalipun  minyak diolah oleh  perusahaan asing, namun distribusi  tidak dapat diserahkan  kepada kesedian dan kebijaknaan perusahaan itu sendiri.

Pada 1950-an Minyak Bumi  sebetulnya adalah penghasil devisa terbesar kedua setelah karet.  Pada 1957 produksi minyak  mencapai dua kali lipat produksi 1940.  Namun sebagian besar dari produksi dikonsumsi di dalam  negeri  Antara 1950-1956  permintaan bensin naik hingga 64,5%  dan permintaan minyak tanah 200,5%.  Perusahaan-perusahaan minyak asing seperti Stanvac, Shell, Caltex mempunyai  posisi kuat di industri minyak masa itu

Memasuki Ekonomi Suram  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun