Tak jarang wartawati mendapatkan narasumber yang sama garangnya kepada wartawan pria “Maaf saya sekarang tidak ada berita apa-apa. “ Narasumber seperti ini tidak peduli laki-laki atau perempuan yang menjadi jurnalisnya. Emma Joesoep merupakan pelopor generasi jurnalis perempuan berikutnya di mana jurnalis sudah profesional dan tidak rangkap menjadi aktifis politik pergerakan. Jurnalis perempuan berani menemu malam tanpa gentar seperti halnya laki-laki.
Munculnya Theresa Amanupunjo atau Theresia Zen
Pada Juli 1958 kemunculan Theresa Amanupunjo muncul sebagai juara kategori Wanita untuk Hiburan dalam Lomba Bintang Radio (RRI) Jawa Barat dengan lagu pilihan “Biola Djiwaku” tidak terlalu mengejutkan karena sudah pernah lomba sebelumnya. Theresa mampu memikat juri dalam pertandingan di Yayasan Kebudayaan Jalan Naripan ini hingga meraih nilai 212 dan menyisihkan nama Sukaety Subur, juara IPPI yang berada di tempat ketiga (Pikiran Rakjat 31 Juli 1958).
Perempuan kelahiran Larantuka 6 Januari 1935 merintis karirnya di Hotel Savoy Homman bersama Rino Gasparini and His Combo awal 1950-an. Sang adik Astrid Amanupunjo juga keluar sebagai juara dua. Ayahnya Eferandus Amanupunnjo adalah Sersan Mayor dari KNIL (tentara Nederland-Indische). Selama invasi Jepang ayahnya tertangkap dan dipenjara di Bandung. Theresa dan ibunya, Dortje Soselisa mengikuti dan pindah ke Bandung juga. Theresa cukup beruntung untuk mendapatkan pendidikan dengan baik.
Theresa mendapatkan pendidikan yang baik di Eropa Legere Sekolah (ELS) kemudian melanjutkan pendidikan di SMP dan sempat bekerja sebagai di kantor administrasi workshop Beanda di Jl. Gudang Utara. Theresa menikah dengan Raden Mohamad Zen pada 1953, saudara dari Saddak pemilik Savoy Homman. Theresa juga menjadi salah satu penyanyi di Konferensi Asia Afrika pada April 1955. Genre Theresa sebagai penyanyi berbagai warna mulai jazz hingga Hawaii-an4. Publik kemudian mengenalnya sebagai Theresa zen ibu dari penyanyi Lita Zen.