Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seteru atau Sekutu? Harimau dan Manusia dalam Mitos, Sejarah dan Realitas

16 Juni 2015   22:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 8497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertengahan 2013 ada kejadian menarik di Aceh, di mana harimau membalas serangan manusia. Sebanyak lima pria selama lima hari terjebak di atas pohon untuk menghindari induk harimau Sumatera yang mengamuk, karena mereka memasang jerat dan membunuh seekor anak harimau Sumatera ini berhasil dievakuasi oleh tim penyelamat. Namun rekan mereka bernama David, sudah lebih dulu tewas setelah dicabik oleh harimau Sumatera. Keenam pria ini merupakan warga dari Desa Simpang Kiri di Kabupaten Aceh Tamiang ini memasuki kawasan taman nasional untuk mencari gaharu pada hari Selasa, 2 Juli 2013.

Diceritakan bahwa dalam perjalanan para pencari gaharu ini biasanya mencari satwa di hutan untuk dijadikan bahan makanan. Hal yang sama dilakukani dengan keenam pria yang mulai masuk ke hutan sejak pekan lalu ini. Mereka memasang jerat dari tali besi untuk menangkap rusa. Sayang, bukan rusa yang didapat, namun justru anak harimau yang masuk perangkap. Anak harimau ini pun mati dan sontak membuat induknya mengamuk dan membunuh David yang saat itu masih dalam jangkauannya.11 

Sebetulnya memasuki 1970-an keadaan tampaknya berbalik. Pelan-pelan manusialah yang menjadi ancaman bagi harimau.   Berdasarkan catatan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1978, populasi harimau Sumatera masih berjumlah sekitar seribu ekor. Pada 2012 sebuah situs menyebutkan bahwa, populasi harimau Sumatera diperkirakan kurang dari 400 ekor. Lebih dari setengah populasinya ditemukan di Kerinci Seblat – Bukit Barisan lanskap selatan yang membentang dari Tesso Nilo di Riau untuk Bukit Tigapuluh, dan kemudian dari Kerinci Seblat untuk Bukit Barisan Selatan. Harimau Sumatera terdapat pula di Taman Nasional Gunung Leuser.12 Di Taman Nasional Gunung Leuser sendiri menurut penenilti Mike Griffiths yang dikutip oleh Buletin Leuser Volume 06 Maret 2008 No 12 jumlahnya berkisar 110 ekor.

Bagaimana dengan Jawa? Jauh lebih mengenaskan. Pada 1979 diperkirakan tiga ekor harimau masih tersisa. Presiden Soeharto menekankan kebutuhan untuk melindungi harimau tersebut, namun usaha ini memerlukan relokasi 5.000 buruh perkebunan. Beberapa politikus menganggap tindakan untuk menyelamatkan beberapa ekor harimau ini terlalu berlebihan, sehingga usaha konservasinya menjadi terhambat. Meskipun tidak pernah diumumkan secara resmi, seseorang dapat menyatakan, tanpa merasa takut akan munculnya pertentangan pendapat, bahwa harimau Jawa telah punah 13. Tony Witthen dan kawan-kawannya dalam bukunya Ecology of Java and Bali, University of New South Wales Press, 1996 menyebutkan bahwa foto terakhir harimau Jawa diambil di Ujung Kulon pada 1938.

Pulau lainnya yang mempunyai harimau adalah Bali. Harimau bali merupakan harimau terkecil dari ketiga subspesies harimau Indonesia, bahkan di dunia.  Beratnya hanya 90-100 kg (jantan) sedangkan yang betina sekitar 65-80 kg. Harimau bali memiliki ciri loreng yang kadang diselingi tutul-tutul kecil. Di Pulau Dewata ini menurut laporan Majalah Rona Volume 1 No 06 1987, berjudul “Harimau Raja Rimba yang Perkasa” bangkai seekor harimau Bali (Panthera Tigris Balica) yang terakhir ditemukan dalam keadaan rusak. Kulitnya sudah dalam keadaan terpoyong-potong. Hal ini cukup tragis karena bangkainya saja tidak dapat diselamatkan.

Tony Witthen bersama kawan-kawannya dalam bukunya Ecology of Java and Bali mencatat bahwa pada pertengahan 1936 lima ekor harimau Bali ditembak sekaligus. Padahal harimau ini sebeutlnya pertama kali dideskripsikan pada 1912 dan terlihat 30 tahun sebelumnya. Pada awal abad ke-20, harimau Bali bertahan hanya di bagian barat pegunungan dan relatif jarang penduduknya. Berikut tekanan berburu meningkat karena negara itu secara bertahap membuka dan banyak orang Eropa yang tinggal di Jawa menyukai apa yang disebut perjalanan berburu ke Bali.Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa Harimau Bali yang sering disebut “samong”, terakhir kali dilihat tahun 1937. Pada 27 September 1937 samong terakhir dibunuh di Sumbar Kima, Bali bagian Barat14.

Penyebab lain dari ancaman kepunahan harimau Sumatera adalah karena terjadinya konversi hutan menjadi lahan, kebakaran hutan dan pembakaran hutan, eksploitasi hutan besar-besaran, penebangan liar (illegal logging), perambahan hutan pohon rindang menjadi pokok-pokok sawit, karet, dan jarak. Sekalipun banyak seruan untuk menanam pohon, yang banyak terjadi justru adalah penanaman sawit. Pohon sawit tidak dapat menyerap air hujan. Ini berbeda dengan hutan sebagaimana pada umumnya. Padahal, makhluk hidup sangat membutuhkan air.

Kematian harimau akibat ulah manusia, bukan lagi karena peregsekan tetapi juga perburuan secara masif. Setidaknya 23 harimau Sumatera telah dibunuh untuk memenuhi permintaan suvenir, obat-obatan tradisional, maupun perhiasan dari yang dibuat tubuh harimau.  Data itu diungkapkan oleh Lembaga perdagangan hewan-hewan langka Inggris, TRAFIC pada  2008. Lembaga itu menyebutkan bahwa telah ditemukan tulang harimau, taring, dan cakar dijual secara bebas di delapan kota di Sumatera pada 2006. Nilai seekor harimau mati adalah US$ 3.300 atau sekitar Rp 39.600.000, lebih banyak dari jumlah pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia dalam setahun. Bahkan Agustus 2009 perburuan harimau itu bahkan sampai ke sebuah kebun binatang di Jambi, hingga ditemukan seekor harimau hanya tinggal ususnya saja.15

Titik balik serangan manusia yang begitu masif terhadap harimau ini juga didorong oleh mitos soal obat dan makanan terutama tradisi Tionghoa, seperti halnya pada cula badak. Misalnya saja Judy A Mills dan Peter Jackson, Killed for a cure: A Review of the Worldwide Trade in Tiger Bone mengungkapkan bahwa Rusia, Asia Tenggara, India, China, dan Nepal sebagai pemasok tulang harimau. Konsumen utamanya antara lain China, Korea Selatan, dan Taiwan. Dalam penelitian itu tercatat ekspor sekitar 3.990 kilogram tulang harimau dari Indonesia ke Korea Selatan sejak 1970 hingga 1993. Hal senada juga ditulis oleh Richard Elis dalam bukunya Tiger Bone and Rhino Horn: The Destruction of Wild Life for Traditional Chinese Medicine, pada 2005.

Laporan pada 2013 lalu oleh lembaga yang melakukan monitoring dan pencegahan perdagangan satwa liar dunia, TRAFFIC menyatakan setidaknya 1425 ekor harimau sudah ditangkap di Asia dalam 13 tahun terakhir. Namun dari data di dalam laporan berjudul Reduced to Skin and Bones Revisited yang meliputi 13 negara. Kamboja adalah yang terparah, tak ada data jumlah penangkapan harimau yang tercatat selama periode tersebut. TRAFFIC menyebutkan paling tidak 654 ekor harimau dibunuh dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, mulai dari kulit hingga tulang, lalu gigi, telapak kaki dan tengkoraknya selama periode ini, atau sekitar 110 ekor harimau mati diburu setiap tahun, dengan angka rata-rata dua ekor atau lebih setiap minggunya.

Para petani di Jambi dan daerah Sumatera sering membunuh harimau dengan sengaja karena harimau masuk ke kawasan perkebunan dan pertanian. Pembunuhan Harimau Sumatera yang sering dilakukan petani di Jambi dilakukan dengan memasang jerat maupun memberikan racun melalui makanan. Di Propinsi Jambi selama 2012-2014 , sedikitnya 46 ekor harimau Sumatera mati akibat konflik dengan manusia. Di antaranya dua ekor harimau Sumatera mati terkena jerat beraliran listrik yang dipasang petani di kawasa perkebunan Kabupaten Tanjungjabung Timur. Data pada tahun sebelumnya di Sumatera antara 1998 sampai 2000 tercatat 66 ekor Harimau Sumatera terbunuh16.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun