Mohon tunggu...
JunsNews
JunsNews Mohon Tunggu... Mahasiswa - semangat perubahan

Bring Back Democracy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanggulangi Perdagangan Manusia

25 Maret 2022   12:35 Diperbarui: 25 Maret 2022   12:38 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sebagai pelayan publik bertanggung jawab dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat salah satunya melalui kebijakan. Berkaitan dengan perdagangan manusia, yang secara langsung menjadikan manusia sebagai objek perdagangan merupakan pelanggaran yang harus dilihat dengan mata terbuka. Dewasa ini berbagai kebijakan dan undang-undang dibuat dan disahkan dalam upaya meminimalisir dan menghapus perdagangan manusia.

Pencegahan perdagangan orang dari perspektif pelanggaran hak asasi manusia harus dilakukan secara komprehensif dan integral, yang dapat dilakukan melalui tingkat kebijakan hukum pidana melalui legislasi, pelaksanaan, dan peradilan (Munthe, 2015). Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan pertimbangan bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya serta dilindungi secara hukum oleh Undang-Undang Dasar RI 1945 sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28A bahwa: " Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya" (Azizurrahman, 2014).

Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP: "Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun". Pasal 298 KUHP berbunyi : Ayat 1 : Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284, 290 dan 297 pencabutan hak-hak berdasarkan Pasal 35 No 1-5 dapat dinyatakan. Ayat 2 : Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 261, 297 dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat dicabut. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menentukan larangan memperdagangkan anak, menjual atau menculik anak itu sendiri atau dijual (Hanim, & Prakoso, 2015) Ada perkembangan pengaturan undang-undang perdagangan orang di Indonesia UU No. 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang disahkan, digunakan KUHP Pasal 297 yang berbunyi "perdagangan perempuan dan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.

Dilain sisi, tidak hanya menjadi perhatian pemerintah dalam menanggulangi perdagangan manusia tetapi menjadi kewajiban semua anggota masyarakat dan elemen masyarakat, diantaranya terdapat lembaga swadaya masyarakat jaringan Perepuan indonesia timur (JPIT). JPIT merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang memiliki daerah kajian indonesia timur (NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Halmahera, dan Papua)

Ada beberapa kajian isu utama lembaga ini yakni perempuan, agama, dan budaya.. JPIT juga turut berkontribusi dalam penanganan perdagangan manusia. Peta kampung merupakan kegiatan yang berjalan disalah satu desa dampingan Desa Bokong, Kecamatan Taebenu, Kabupaten kupang Tengah. Desa Bokong dipillih karena merupakan salah satu daerah terbesar yang masyarakatnya merantau keluar daerah. Melalui peta kampung masyarakat diberikan kesempatan untuk melihat lagi apa yang mereka punya dan melihat itu sebagai potensi yang dapat dikembangkan, baik itu hasil kebun, sawah, mamar, dan beternak. Beberapa hal berkaitan dengan perdagangan manusia dapat dilihat melalui JPIT. Salah satunya adalah cerita dari seorang korban perdagangan manusia.

Mariance Kabu. "Luka yang akan terus menganga".

"saya berharap agar keluarga suami tidak lagi menyudutkan dan menyalahkan saya atas apa yang saya alami. Saya juga tetap ingin mendapatkan informasi tentang proses hukum dan kejelasan status hukum majikan di Malaysia".

Saya bersama dengan saudara ipar saya diajak dua orang ibu yang merupakan perekrut lapangan dari sebuah PPTKIS. Kami dibujuk dengan pengakuan bahwa mereka mendapat petunjuk dari Tuhan melalui tim doa, agar saya dan ipar pergi bekerja sebagai TKW. Selain itu, kami diiming-imingi dengan pekerjaan yang gampang, gajinya besar, juga tidak perlu membawa pakian. Saya menitipkan anak saya yang bungsu kepada kedua orangtua saya, kemudian saya dan ipar dibawa oleh oleh sang perekrut pada bulan April 2014. Kami menginap satu malam di rumahnya. Besoknya kami ke Kupang, diantar oleh perekrut dan saudara laki-lakinya dengan menggunakan mobil sewaan. Di dalam mobil tersebut juga ada orang lain tetapi tidak saya kenal. Di Kupang, kami dijemput oleh kakak si perekrut, kepala PT Malindo bersama isterinya dengan menggunakan mobil. Lalu kami dibawa ke rumah kepala PT. Setelah makan dan beristirahat, kami pergi ke tempat penampungan milik PT Malindo di Maulafa. Saat kami tiba di sana, sudah ada lebih dari 20 orang perempuan yang terkumpul. Ada yang masih muda dan ada juga yang lebih tua dari saya. Kami tinggal selama tiga hari di penampungan, tanpa mengerjakan apapun atau pelatihan kerja. Kami dibawa oleh kepala PT dan istrinya ke rumah ibu mertua kepala PT di Penfui. Dua hari kemudian, kami dibawa oleh seorang laki-laki ke kantor imigrasi, Pada tanggal 11 April 2014, tepatnya pada pukul empat subuh, kami bersiap-siap untuk berangkat. Kami dibekali uang Rp. 50.000, oleh istri kepala PT dan diantar ke bandara El Tari. Di bandara, kepala PT memberikan kami paspor. Kami juga tidak diperbolehkan membawa handphone saat dalam perjalanan dari Kupang-Surabaya-Batam.

Di Batam kami dijemput oleh dua orang laki-laki, lalu dibawa naik taksi ke suatu rumah seperti kos-kosan. Hanya satu jam kami di Batam sebab kami diantar dua orang laki-laki tadi ke pelabuhan, tanpa tiket dan hanya ada paspor. Lalu kami menyebrang ke Malaysia. Sampai di Malaysia kami bertemu dengan seorang perempuan yang sudah menunggu untuk memeriksa paspor kami dan kemudian membawa kami ke rumahnya. Sampai di rumahnya, kami diberi makan dan disuruh berisitirahat. Di rumah itu, ada banyak orang termasuk orang NTT. Setelah Itu, kami dijemput sebuah bus yang kemudian membawa kami ke penampungan. Waktu itu sudah magrib. Di perjalanan, kami diturunkan satu per satu. Saya dengan ipar saya adalah orang yang paling terakhir di bus tersebut, sampai di tempat penampungan sudah tengah malam. Di tempat penampungan ada dua orang perempuan Indonesia yang bertugas sebagai penjaga penampungan. Kami disuruh makan lalu mengganti pakaian. Kami disuruh untuk duduk sopan, tidak boleh bicara, hanya saling pandang. Kalau kami bercerita dengan teman-teman lain, kami akan dimarahi. Kami tinggal di penampungan ini selama satu minggu. Biasanya bangun jam lima pagi dan tidur jam sepuluh malam. Setelah seminggu di penampungan, kami dibawa ke sebuah kantor, kemudian ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Kami dirontgen, periksa darah, dan periksa keseluruhan tubuh. Setelah itu kami dibawa ke kantor, lalu kembali ke tempat penampungan. Besoknya, kami dikenalkan dengan majikannya di penampungan tersebut. Dalam pertemuan itu saya ditanya apakah ada pantangan makanan dan apakah bersedia menjaga seorang nenek? Keesokan harinya, majikan menjemput saya. la Seorang perempuan berusia 47 tahun bernama Sereng Ong.

Sesampai di rumah majikan, saya diminta untuk mengeluarkan semua Isi tas agar majikan dapat memeriksanya. Setelah itu saya diberi jadwal kerja oleh Seorang teman majikan. Dalam jadwal itu, saya bekerja dari jam 05.00 pagi sampai jam 10.00 malam. Tugas saya adalah memandikan, memberi makan, menidurkan, menemani nenek jalan-jalan, memasak, dan bersih-bersih rumah. Kalau nenek itu membutuhkan sesuatu, dia akan memberitahukan pada saya. Saya tidur sekamar bersama nenek, nenek tidur di tempat tidur, sedangkan saya tidur di lantai beralas kasur, lalu diganti dengan tikar. Saya mengalami penyiksaan selama delapan bulan yakni dari April hingga Desember 2014. Saya dipukul, gigi saya dicabut, kemaluan saya ditarik menggunakan tang. Selama itu pula saya tidak menerima gaji.

Dia pukul saya pakai ikan beku itu karena saya salah simpan daging di kulkas. Dia omong satu kali saya harus dengar tapi kadang dia di kamar sebelah saya di dapur saya tidak dengar jelas jadi saya minta dia mengulangi permintaannya. Minta ulang itu dengan pukul baru dia ulang. Pukul dengan ikan itu jadi luka dan darah meleleh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun