Mohon tunggu...
JunsNews
JunsNews Mohon Tunggu... Mahasiswa - semangat perubahan

Bring Back Democracy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanggulangi Perdagangan Manusia

25 Maret 2022   12:35 Diperbarui: 25 Maret 2022   12:38 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menanggulangi Perdagangan Manusia

Junus Ekha Chornelis Nahas

Universitas Nusa Cendana

 

Perdagangan manusia (human trafficking) adalah salah satu kejahatan kemanusiaan, karena jelas permasalahan ini melangggar Hak Asasi Manusia. Adapun beberapa contoh hak asasi yang dilanggar diantaranya adalah, hak atas hidup (right to life); hak untuk tidak di siksa (no one shall be subjected to torture); hak atas kebebasan dan keamanan dirinya (right to liberty and security of person); hak atas kesamaan di muka badan-badan peradilan (right to equality before the court and tribunals)". (Budiarjo, 2000: 126)

Dewasa ini perdagangan manusia menjadi isu yang sangat serius dan membutuhkan perhatian penuh dari setiap elemen masyarakat. Perdagangan manusia merupakan bentuk modern dari perbudakan dan dijuluki aib international (international shame).

Definisi perdagangan manusia dikonstruksi secara berbeda dari beberapa sudut pandangan oleh beberapa organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), International Organization of Migration (IOM), dan International Labor Organization (ILO). PBB menyatakan bahwa faktor utama dalam perdagangan manusia adalah penggunaan ancaman, penipuan, dan pemaksaan (United Nations Office On Drugs and Crime (UNODC), 2019). Pemerintah Indonesia mendefinisikan perdagangan manusia dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 1 sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (Undang-Undang Republik Indonesia, 2007).

Perdagangan manusia "beroperasi dengan subur di daerah yang membutuhkan banyak pekerjaan (Petrunov, 2014) dan yang marak dengan praktik prostitusi (Cho, Dreher, & Neuma er, 2013). Area negara-negara berkembang seperti ASEAN membutuhkan banyak pekerjaan sehingga rawan akan perdagangan manusia (Ismail, 2018).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah kepadatan penduduk yang tertinggi di dunia. Banyaknya penduduk menuntut agar tersedianya lapangan pekerjaan yang banyak sehingga menjadi ladang orang mencari dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyaknya persaingan dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup menjadi celah manusia di perdagangkan dan dieksploitasi. IOM mencatat indonesia merupakan negara urutan ke-13 dengan kasus perdagangan terbanyak yang ditangani oleh organisasi ini (International Organization of Migration [IOM], 2012). Di Nusa Tenggara Timur (NTT), perdagangan manusia masih menjadi salah satu permasalahan utama yang menjadi perhatian pemerintah daerah NTT, dan juga pemerintah pusat ('jokowi: Stop perdagangan manusia',2014). Data kementrian Sosial menyatakan bahwa pada tahun 2014, NTT menduduki peringkat dua nasional dalam hal kasus perdagangan manusia  (Institute Resource Governance and Social Change [IRGSC], 2014. Data yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukan jumlah korban perdagangan manusia di NTT pada tahun 2014 mencapai 1,021 korban, bebrapa kasus bahkan telah menelan korban nyawa (IRGSC, 2014).

Korban-korban yang selamat dan tidak meninggal tidak semata-mata dapat kembali dan menjalani hidup normal seperti mulanya. Trauma emosional dan fisik, rasa takut dan cemas yang tinggi, depresi, rendahnya percaya diri, serta tendensi bunuh diri merupakan beberapa masalah psikologis yang sering dialami oleh korban perdagangan manusia, terutama anak-anak dan wanita (Rafferty, 2007: UNODC, 2009).

Keadaan geografis yang cukup sulit didukung oleh ketersediaan lapangan kerja yang sangat terbatas, dan keadaan sumber daya yang kurang menjadi akar yang menghasilkan banyaknya pengangguran. Bekerja diluar daerah dengan atau tanpa prosedur merupakan pandagan sukses orang di desa. Sehingga akan menjadi kebanggaan untuk dipamerkan ke lingkungan atau meningkatkan status sosial. Ini merupakan celah dimana para calo perdagangan manusia masuk. Orang-orang yang menjadi korban selalu memiliki motif ekonomi, dimana ingin membatu kehidupan orang tua dan saudara-saudara di desa. Tanpa pengetahuan yang cukup akan prosedur yang aman, iming-iming akan gaji yang besar sudah cukup menmbulatkan tekad bekerja keluar daerah. Kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor terpenting dalalm melihat motif seseorang menjadi korban.

Pengaruh lingkungan sangat kuat dalam melihat mengapa seseorang menjadi korban perdagangan manusia. Keinginan untuk meniru tetangga yang sukses dan meningkatkan derajat sosial juga merupakan salah satu alasan. Didukung oleh era digital yang dimana semua orang dapat melihat pencapaian semua orang yang diposting pada platform-platform online.

Para korban yang dapat kembali ke daerah asal merupakan satu dari sekian banyak korban yang dapat kembali dengan selamat, pasalnya ada korban lain yang pulang dalam keadaan sudah meninggal dan ada yang meninggal hilang jejak. Ini menjadi ancaman terbesar dan akibat terburuk dalam bekerja keluar daerah tanpa prosedur menurut hukum. Prosedur yang jelas dilandasi oleh hukum yang jelas pula sehingga setiap kegiatan dilindungi dan diawasi oleh hukum. Hal sebaliknya pun berlaku, jika perjalanan tidak ada prosedur jelas, maka tidak ada hukum yang menjadi payung pelindung.

Pemerintah sebagai pelayan publik bertanggung jawab dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat salah satunya melalui kebijakan. Berkaitan dengan perdagangan manusia, yang secara langsung menjadikan manusia sebagai objek perdagangan merupakan pelanggaran yang harus dilihat dengan mata terbuka. Dewasa ini berbagai kebijakan dan undang-undang dibuat dan disahkan dalam upaya meminimalisir dan menghapus perdagangan manusia.

Pencegahan perdagangan orang dari perspektif pelanggaran hak asasi manusia harus dilakukan secara komprehensif dan integral, yang dapat dilakukan melalui tingkat kebijakan hukum pidana melalui legislasi, pelaksanaan, dan peradilan (Munthe, 2015). Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan pertimbangan bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya serta dilindungi secara hukum oleh Undang-Undang Dasar RI 1945 sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28A bahwa: " Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya" (Azizurrahman, 2014).

Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP: "Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun". Pasal 298 KUHP berbunyi : Ayat 1 : Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284, 290 dan 297 pencabutan hak-hak berdasarkan Pasal 35 No 1-5 dapat dinyatakan. Ayat 2 : Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 261, 297 dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat dicabut. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menentukan larangan memperdagangkan anak, menjual atau menculik anak itu sendiri atau dijual (Hanim, & Prakoso, 2015) Ada perkembangan pengaturan undang-undang perdagangan orang di Indonesia UU No. 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang disahkan, digunakan KUHP Pasal 297 yang berbunyi "perdagangan perempuan dan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.

Dilain sisi, tidak hanya menjadi perhatian pemerintah dalam menanggulangi perdagangan manusia tetapi menjadi kewajiban semua anggota masyarakat dan elemen masyarakat, diantaranya terdapat lembaga swadaya masyarakat jaringan Perepuan indonesia timur (JPIT). JPIT merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang memiliki daerah kajian indonesia timur (NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Halmahera, dan Papua)

Ada beberapa kajian isu utama lembaga ini yakni perempuan, agama, dan budaya.. JPIT juga turut berkontribusi dalam penanganan perdagangan manusia. Peta kampung merupakan kegiatan yang berjalan disalah satu desa dampingan Desa Bokong, Kecamatan Taebenu, Kabupaten kupang Tengah. Desa Bokong dipillih karena merupakan salah satu daerah terbesar yang masyarakatnya merantau keluar daerah. Melalui peta kampung masyarakat diberikan kesempatan untuk melihat lagi apa yang mereka punya dan melihat itu sebagai potensi yang dapat dikembangkan, baik itu hasil kebun, sawah, mamar, dan beternak. Beberapa hal berkaitan dengan perdagangan manusia dapat dilihat melalui JPIT. Salah satunya adalah cerita dari seorang korban perdagangan manusia.

Mariance Kabu. "Luka yang akan terus menganga".

"saya berharap agar keluarga suami tidak lagi menyudutkan dan menyalahkan saya atas apa yang saya alami. Saya juga tetap ingin mendapatkan informasi tentang proses hukum dan kejelasan status hukum majikan di Malaysia".

Saya bersama dengan saudara ipar saya diajak dua orang ibu yang merupakan perekrut lapangan dari sebuah PPTKIS. Kami dibujuk dengan pengakuan bahwa mereka mendapat petunjuk dari Tuhan melalui tim doa, agar saya dan ipar pergi bekerja sebagai TKW. Selain itu, kami diiming-imingi dengan pekerjaan yang gampang, gajinya besar, juga tidak perlu membawa pakian. Saya menitipkan anak saya yang bungsu kepada kedua orangtua saya, kemudian saya dan ipar dibawa oleh oleh sang perekrut pada bulan April 2014. Kami menginap satu malam di rumahnya. Besoknya kami ke Kupang, diantar oleh perekrut dan saudara laki-lakinya dengan menggunakan mobil sewaan. Di dalam mobil tersebut juga ada orang lain tetapi tidak saya kenal. Di Kupang, kami dijemput oleh kakak si perekrut, kepala PT Malindo bersama isterinya dengan menggunakan mobil. Lalu kami dibawa ke rumah kepala PT. Setelah makan dan beristirahat, kami pergi ke tempat penampungan milik PT Malindo di Maulafa. Saat kami tiba di sana, sudah ada lebih dari 20 orang perempuan yang terkumpul. Ada yang masih muda dan ada juga yang lebih tua dari saya. Kami tinggal selama tiga hari di penampungan, tanpa mengerjakan apapun atau pelatihan kerja. Kami dibawa oleh kepala PT dan istrinya ke rumah ibu mertua kepala PT di Penfui. Dua hari kemudian, kami dibawa oleh seorang laki-laki ke kantor imigrasi, Pada tanggal 11 April 2014, tepatnya pada pukul empat subuh, kami bersiap-siap untuk berangkat. Kami dibekali uang Rp. 50.000, oleh istri kepala PT dan diantar ke bandara El Tari. Di bandara, kepala PT memberikan kami paspor. Kami juga tidak diperbolehkan membawa handphone saat dalam perjalanan dari Kupang-Surabaya-Batam.

Di Batam kami dijemput oleh dua orang laki-laki, lalu dibawa naik taksi ke suatu rumah seperti kos-kosan. Hanya satu jam kami di Batam sebab kami diantar dua orang laki-laki tadi ke pelabuhan, tanpa tiket dan hanya ada paspor. Lalu kami menyebrang ke Malaysia. Sampai di Malaysia kami bertemu dengan seorang perempuan yang sudah menunggu untuk memeriksa paspor kami dan kemudian membawa kami ke rumahnya. Sampai di rumahnya, kami diberi makan dan disuruh berisitirahat. Di rumah itu, ada banyak orang termasuk orang NTT. Setelah Itu, kami dijemput sebuah bus yang kemudian membawa kami ke penampungan. Waktu itu sudah magrib. Di perjalanan, kami diturunkan satu per satu. Saya dengan ipar saya adalah orang yang paling terakhir di bus tersebut, sampai di tempat penampungan sudah tengah malam. Di tempat penampungan ada dua orang perempuan Indonesia yang bertugas sebagai penjaga penampungan. Kami disuruh makan lalu mengganti pakaian. Kami disuruh untuk duduk sopan, tidak boleh bicara, hanya saling pandang. Kalau kami bercerita dengan teman-teman lain, kami akan dimarahi. Kami tinggal di penampungan ini selama satu minggu. Biasanya bangun jam lima pagi dan tidur jam sepuluh malam. Setelah seminggu di penampungan, kami dibawa ke sebuah kantor, kemudian ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Kami dirontgen, periksa darah, dan periksa keseluruhan tubuh. Setelah itu kami dibawa ke kantor, lalu kembali ke tempat penampungan. Besoknya, kami dikenalkan dengan majikannya di penampungan tersebut. Dalam pertemuan itu saya ditanya apakah ada pantangan makanan dan apakah bersedia menjaga seorang nenek? Keesokan harinya, majikan menjemput saya. la Seorang perempuan berusia 47 tahun bernama Sereng Ong.

Sesampai di rumah majikan, saya diminta untuk mengeluarkan semua Isi tas agar majikan dapat memeriksanya. Setelah itu saya diberi jadwal kerja oleh Seorang teman majikan. Dalam jadwal itu, saya bekerja dari jam 05.00 pagi sampai jam 10.00 malam. Tugas saya adalah memandikan, memberi makan, menidurkan, menemani nenek jalan-jalan, memasak, dan bersih-bersih rumah. Kalau nenek itu membutuhkan sesuatu, dia akan memberitahukan pada saya. Saya tidur sekamar bersama nenek, nenek tidur di tempat tidur, sedangkan saya tidur di lantai beralas kasur, lalu diganti dengan tikar. Saya mengalami penyiksaan selama delapan bulan yakni dari April hingga Desember 2014. Saya dipukul, gigi saya dicabut, kemaluan saya ditarik menggunakan tang. Selama itu pula saya tidak menerima gaji.

Dia pukul saya pakai ikan beku itu karena saya salah simpan daging di kulkas. Dia omong satu kali saya harus dengar tapi kadang dia di kamar sebelah saya di dapur saya tidak dengar jelas jadi saya minta dia mengulangi permintaannya. Minta ulang itu dengan pukul baru dia ulang. Pukul dengan ikan itu jadi luka dan darah meleleh. 

Temannya yang membersihkan luka saya, diberi obat lalu suruh saya istirahat. Habis itu bangun kerja lagi. Tapi sebelum itu saya sudah dapat pukul, muka sudah bengkak. Jadwal kerja yang diberikan jam lima pagi sampai jam sepuluh malam tapi saya kerja sampai jam lima pagi atau jam empat. Itu kerja dengan telanjang dan buka pakai pakaian. Kalau dia sudah di rumah, saya punya jantung sudah berdetak kencang karena tiba-tiba dia hantam. Itu saya punya rambut dipotong berapa kali saya tidak tahu juga. Puting susu saya ini hancur, saya tidak tahu lagi. Saya kerja hanya pakai baju kaos tidak pakai bra karena luka ini sudah. Saya tidak buat apaapa. Kemaluan saya juga sudah hancur dengan itu tang. Saya bilang Tuhan lihat ini darah saya tidak tahu ini darah berapa harus poa di tangan. Dia ambil ikat pinggang terus pukul tapi sebelum pukul saya juga sudah penuh luka di dalam.

Saya selalu diawasi melalui CCTV yang dipasang di dalam rumah. Saya dilarang keluar dari rumah dan bertemu dengan orang lain, terutama orang-orang dari gereja yang biasanya ke rumah majikan untuk melayani nenek perjamuan kudus. Pada malam hari saya harus bekerja tanpa mengenakan pakaian. Kalau siang hari, saya tidak menggenakan pakian dalam, juga saat di kamar mandi J1 atau toilet tidak boleh menutup pintu. 7 Suatu hari, ketika majikan - sedang pergi bekerja, saya mendengar  suara tetangga (orang asal India) yang , berbicara bahasa Melayu di depan  pintu apartemen. Lalu saya menulis sebuah surat yang berisi "tolong saya, , Saya disiksa, saya mandi darah setiap hari". Saya melemparkannya keluar dari pintu. Sekitar satu jam kemudian polisi datang ke rumah. Majikan membujuk saya untuk diam pada polisi. Saya dibawa  oleh polisi, dan diyakinkan oleh polisi . bahwa saya aman, kemudian diminta 1 kesaksiannya, dan saya menceritakan segala yang terjadi pada polisi tersebut. Saya menunjukkan luka di tubuh pada polisi. Satu jam kemudian, majikan dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Polisi juga menanyakan paspor saya, tapi majikan mengatakan bahwa saya tidak mempunyai paspor. Padahal, paspor saya ada pada majikan. Selain itu, majikan juga tidak mengakui semua kekerasan yang sudah dia lakukan terhadap saya pada Polisi. Majikan ditahan di kantor polisi, sedangkan saya dibawa ke rumah sakit. Saya dirawat selama sembilan hari. Setelah keluar dari rumah sakit, saya dibawa ke rumah perlindungan selama enam bulan. Setelah itu, saya di pulangkan ke Indonesia.

Setelah enam bulan dirawat di rumah perlindungan, saya mengikuti persidangan kasus kekerasan yang dilakukan sang majikan terhadap saya. Dalam persidangan itu, saya didampingi oleh pihak KBRI. Di sana saya menceritakan semua yang saya alami selama delapan bulan itu. Gaji saya kemudian dibayar 24 bulan. Setelah dipulangkan kembali ke Indonesia dengan  difasilitasi oleh pemerintah, saya tidak tahu lagi bagaimana perkembangan kasus tersebut. Apakah sang majikan dihukum atau tidak, jika dihukum maka seperti apa hukumannya dan berapa lama? Saya maupun keluarga tidak menerima berita itu sampai saat ini. Sekarang, jika saya sedang tidur dan terkaget bangun karena suatu bunyi atau suara lainnya, maka kepala akan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk jarum. Makan pun tidak bisa mengunyah dengan cepat, karena ada empat gigi yang dicabut dan lidah yang sudah tidak utuh. Hinaan dari keluarga suami juga sering saya dapatkan jika ada masalah dalam keluarga. Saya berharap agar keluarga suami tidak lagi menyudutkan dan menyalahkan saya atas apa yang saya alami. Saya juga masih tetap ingin mendapatkan informasi tentang proses hukum dan kejelasan status hukum majikan di Malaysia.

Penerapan undang-undang yang ketat menjadi harapan terbesar salah satu solusi dalam meminimalisir kasus perdagangan manusia. Selain undang-undang yang menjadi dasar dalam menanggulangi hal ini. Ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan dan diterapkan diseluruh desa terutama desa-desa rentan kasus perdagangan manusia. Solusi-solusi ini perlu untuk diterapkan dari tingkat desa karena desa merupakan grass root jika difilosofikan bagaimana melihat permasalahan dalam suatu negara dan desa juga merupakan bentuk pemerintahan paling dasar dari skala nasional.

Mayoritas dari orang yang menjadi korban perdagangan manusia memiliki motivasi utama yakni kondisi ekonomi keluarga, lalu menjalar lagi untuk menyenangkan orang tua, menyekolahkan anak dan saudara, menaikan derajat sosial dan lainnya. Penting untuk dipahami bahwa untuk memerangi perdagangan manusia, harus menggunakan pendekatan yang tepat dan dekat dengan masyarakat. Seperti menigkatkan kapasitas masyarakat dalam hal kewirausahaan sosial. Ini penting karena masyarakat di desa terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur mayoritas tidak mempunyai penghasilan tetap dan merupakan buruh tani, petani, dan peternak. Masyarakat berpandangan bahwa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama dalam makan dan minum dari hasil tanah sendiri. Namun jika dilihat secara seksama, itu bahkan tidak cukup. Masyarakat yang tidak selalu makan 3x sehari dan juga kalaupun 3x sehari itu juga belum dapat memenuhi kebutuhan gizi harian. Kebutuhan makan minum saja belum tercukupi maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan lain seperti sekolah anak (pakaian sekolah, sepatu, buku, pena, tas) bahkan situasi akan lebih sulit jika memiliki anak 1. Inilah salah satu anak tidak menyelesaikan dan tidak mendapat pendidikan hingga sma atau perguruan tinggi.  Melalui peningkatan kapasitas kewirausahaan sosial masyarakat didampingi agar mempunyai orientasi dalam kegiatan ekonomi. Masyarakat didampingi hingga mampu menciptakan produk-produk lokal yang mampu dipasarkan dan mendapat timbal balik dari pasar. Kegiatan ini akan menjadikan masyarakat mempunyai orientasi ekonomi dan mendapatkan penghasilan tetap.     

Selain itu, yang perlu dilihat dengan baik adalah pengembangan potensi pertanian dan peternakan. Masyoritas masyarakat yang memiliki ternak tidak benar-benar mempunyai konsentrasi untuk fokus beternak dan pengembangannya. Hal yang sama terjadi juga pada petani, mayoritas petani selalu menunggu musim dan mengikuti apa yang diturunkan turun-temurun. Contohnya masyarakat selalu bertani jagung sepanjang musim hujan dan waktu musim panas maka tidak bertani karena tidak mempunyai sumber air.

Masyarakat harus didampingi agar memiliki kapasitas dan paham akan potensi yang mereka miliki dan potensi dapat dikembangkan demi kebaikan bersama. Masyarakat harus memiliki orientasi ekonomi, agar dapat memiliki kesempatan mengakses informasi, pendidikan, dan hal lain yang mampu meningkatkan kesejahteraan. Desa juga harus dijadikan tempat sebagai penyedia informasi mengenai kegiatan-kegiatan migrasi yang prosedural dan aman. Hal ini bisa dijadikan sebagai sosialisai rutin dan membuka ruang-ruang diskusi publik didesa.

Human traficking menjadi sangat serius dewasa ini dengan melihat beberapa data yang memuat angka perkembangan yang terus meningkat pertahun. Orang-orang tereksploitasi dan menyebabkan dampak yang tidak bisa disepelakan menjadi isu yang harus ditangani secara serius. Hal ini secara tidak langsung menjadi tanggung jawab setiap elemen dalam masyarakat baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarajat, komunitas, dan organisasi dalam upaya pencegahan. Pemerintah sebagai salah satu pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara harus mempu menyediakan solusi yang efektif dalam upaya meminimalisir dan memberantas perdagangan manusia bersama dengan lembaga swadaya masyarakat, komunitas dan organisai-organisasi.

 Intervensi  yang  paling  mudah  untuk  melawan  human  trafficking  adalah  dengan mengatasi  factor  penyebab  masyarakat  mudah  untuk  dijadikan  obyek  human  trafficking. Banyak  factor  yang  menyebabkan  masyarakat  mudah  terjerat  human  trafficking.  Akan  tetapi semua  factor  tersebut  bermuara  pada  masalah  ekonomi atau kemiskinan.  Hal  ini  terjadi  karena  human trafficking lebih sering terjadi  pada masyarakat yang relative  miskin. Kebijakan yang baru dan lebih menyentuh permasalah menjadi harapan dari kegiatan birokrasi terutama dalam meminimalisir dan menanggulangi perdagangan manusia. Hal yang sama pun pada setiap lembaga swadaya masyarakat diharapkan mampu menciptakan hal-hal yang mampu mendukung penanggulangan perdagangan manusia. Akhirnya untuk menimilasir dan memberantas perdagangan mansia solusi yang ditawarkan harus mampu menyentuh akar permasalahan, beragam dan diterapkan secara maksimal dengan menggandeng berbagai elemen pemerhati masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun