Saya dan istri bahkan sengaja meliburkan diri pada hari itu demi benar-benar merasakan atmosfer calon sekolah putri kecil kami.
Kami mengunjungi beberapa sekolah di kota kami. Setiap sekolah yang kami datangi, kami pastikan untuk turun dari kendaraan, berbincang dengan staf, dan berkeliling area sekolah.
Bak orang kurang kerjaan, kadang tanpa sadar saya ikut mengendus-endus lingkungan sekitar, sekadar memastikan apakah lingkungannya rapi dan wangi. Hehe.
Dengan menghadirkan diri langsung ke calon sekolah pilihan putri kami, kami merasa lebih bisa menilai apakah sekolah itu sreg atau tidak.
Kami juga memastikan lingkungan sekolah aman dari berbagai potensi gangguan, seperti hiruk-pikuk orang tak dikenal, kehadiran hewan buas, benda berbahaya, atau lalu-lalang kendaraan yang membahayakan.
Jangan sampai lingkungan sekolah justru membawa ancaman bagi putri kami. Kalau itu sampai terjadi, tentu kami sebagai orang tua akan semakin repot dan waswas.
Kurikulum yang Mendukung Perkembangan
Tanpa basa-basi, kami langsung menanyakan kepada pihak sekolah tentang target apa saja yang harus dicapai selama anak bersekolah di sana.
Hal ini layaknya “menu” bagi para orang tua. Biasanya, inilah yang menjadi pembeda antara satu orang tua dengan yang lain, target capaian.
Ada sekolah yang berbasis keagamaan, ada pula yang umum. Pilihannya sesuai selera. Namun, saat itu kami lebih condong memilih sekolah dengan nuansa keagamaan yang lebih kental.
Bagi kami, usia dini adalah masa yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam beragama. Agama menawarkan kerangka berpikir tentang adab dan memberikan petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari.