Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gagah

23 November 2024   10:20 Diperbarui: 23 November 2024   10:21 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kata-kataku meluncur begitu saja tanpa bisa aku menahannya.

Bak petir yang menyambar, kata-kataku itu ternyata menyakiti hati Gagah. Ia berlari meninggalkan kami, menangis tanpa kata-kata. 

Melihatnya pergi begitu saja, hatiku hancur. Aku sadar, kata-kataku sangat menusuk dan tak pantas. Aku menyebut anakku pengecut dan bahkan lebih buruk, seperti seorang perempuan yang lemah.

Ya Allah, mengapa aku mengucapkan kata-kata itu? Aku hanya ingin Gagah bisa membela diri, karena aku tahu dunia ini tak pernah ramah pada laki-laki yang lemah. Kadang, dunia justru lebih keras terhadap mereka. Tidak banyak yang melindungi, malah sering kali dibuli.

Sebagai seorang ayah, aku memiliki dorongan yang kuat untuk menjadikan anak-anakku tangguh, pandai bergaul, dan siap menaklukan dunia.

Sayangnya, Gagah belum menunjukkan ketangguhan itu. Aku bahkan seringkali curiga, apakah proses kelahirannya dulu yang sangat lama, 24 jam penuh, menghambat perkembangan mentalnya. 

Atau mungkin, karena jarak yang sangat dekat antara Gagah dan adiknya, Gagah menjadi lebih rentan dan kurang matang secara emosional.

Aku sadar, kasih sayang kami memang terbagi saat putri kami lahir. Gagah seringkali tidur sendiri saat kantuk mendera, dan ibunya pun kelelahan mengurus adiknya tanpa mungkin memperhatikan Gagah.

Terkadang, pekerjaan membuatku jarang bertemu Gagah. Aku berangkat pagi-pagi sekali, saat Gagah masih terlelap. Pulang saat ia sudah tertidur lagi, dan kadang aku hanya bisa mencium keningnya saat Gagah sedang terlelap.

Hari itu, menjadi hari yang berbeda. Saat aku sedang mengajar di kelas, dering telepon istriku terdengar nyaring di kelas.

"Yah, buruan ke SD nya Gagah, aku di sini. Gagah luka, dia di ruang BK," katanya dengan nada panik. Telepon itu terputus begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun