Mengutip dari ugm.ac.id, dalam ilmu psikologi, kekerasan semasa kecil dapat diklasifikasikan sebagai Adverse Childhood Experiences (ACEs)Â atau pengalaman-pengalaman buruk di masa kecil.Â
Dampaknya, anak akan cenderung memiliki masalah kesehatan mental dan tendensi kekerasan yang tinggi ketika tumbuh dewasa.
Berbagai kumpulan emosi dan permasalahan yang ada di rumah tumpah ruah saat mereka berada di sekolah. Hanya butuh pemicu yang sepele maka emosi pun akan meluap dan menjadikan mereka sebagai pelaku.Â
Poin pertama ini penting sebagai fondasi awal kita dalam menangani perselisihan siswa. Anggaplah mereka adalah korban, baik pelaku maupun korban yang sama-sama terlibat dalam perselisihan.Â
Dengan ini, kita tetap mampu berpikiran positif dan mengembangkan perilaku positif sehingga berdampak pada keputusan yang tepat.
Dengarkan Kedua Belah Pihak
Mendengarkan cerita sepihak membuat kita buta arah dalam penanganan permasalahan ini, bahkan pada akhirnya membuat kita bisa memihak pada salah satu pihak yang berselisih.Â
Audi et alteram partem adalah asas untuk mendengar pihak yang lain. Istilah ini berasal dari bahasa Latin dan menjadi asas umum yang dikenal di seluruh dunia.Â
Di Indonesia, asas ini sering diterjemahkan sebagai mendengarkan kedua belah pihak. Di dalam hukum, asas ini diberlakukan untuk menjaga hak praduga tidak bersalah dan sampai menemukan kebenaran yang sesungguhnya, sebagaimana dikutip dari hukumonline.
Jangan buru-buru memutuskan penyelesaian masalah ketika kita belum mendengarkan dari kedua belah pihak yang berselisih.Â
Dengarkan mereka satu per satu, beri kesempatan mereka untuk masing-masing bercerita kepada kita, setelah itu beri kesempatan saat mereka berdua bertemu dan saling bercerita menurut versi mereka masing-masing.Â