Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB dalam Dilema Integritas

9 Juli 2024   15:33 Diperbarui: 10 Juli 2024   07:39 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | SUPRIYANTO/KOMPAS

Kalau hanya sekadar memiliki kartu keluarga saja tetapi tidak berdomisili pada alamat sesuai yang tertera di kartu keluarga, inilah yang "bener ora pener." Sesuai syarat, namun tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Modus ini juga pernah saya baca di Kompas.id tentang beberapa pendaftar PPDB di Pulau Jawa yang harus rela mengontrak rumah dekat sekolah yang diinginkan dan memindahkan kartu keluarga pada alamat rumah yang mereka sewa. 

Menurut kabar burung yang beredar, modus ini juga digunakan oleh pendaftar PPDB beberapa tahun silam untuk mendaftar di salah satu sekolah di daerah kami, dan nyatanya terbukti efektif, lolos dan lulus PPDB sesuai persyaratan. 

Lebih parah lagi saat dulu ketika persyaratan jalur zonasi cukup dengan surat keterangan domisili sebagai pengganti kartu keluarga, banyak persyaratan yang "bener ora pener."

Pada jalur perpindahan tugas orang tua juga demikian, "bener ora pener." Memang benar-benar pindah tugas, sayangnya perpindahan tugas itu tidak semakna dengan apa yang dimaksud oleh jalur perpindahan tugas. 

Secara tersirat, jalur ini khusus bagi anak yang orang tuanya berpindah tugas ke daerah tempat peserta didik tinggal saat ini. Jangan protes, ya, karena memang PPDB ini adalah PPDB berbasis zonasi. Jadi, semua jalur tetap menggunakan domisili sebagai titik utama seleksi setelah syarat-syarat lainnya.

Praktik-praktik ini sebenarnya sering terjadi. Jauh sebelum PPDB 2024 ini, banyak orang tua mengakali persyaratan dengan berbagai cara, mulai dari menitipkan anak di kartu keluarga kerabatnya, menggunakan kartu keluarga di rumah kontrakan, atau dulu dengan entengnya meminta surat keterangan domisili. 

Mereka merasa benar karena mampu memenuhi persyaratan sesuai jalur pendaftaran, sayangnya walaupun syarat telah tepat, hal ini tidak sesuai dengan tujuan PPDB zonasi itu sendiri.

Yang menjadi miris adalah bagaimana para orang tua tersebut merasa yakin dan merasa benar saat mereka mampu memenuhi berbagai persyaratan tersebut meskipun tidak sesuai dengan makna PPDB zonasi itu sendiri. 

PPDB bukanlah sarana yang adil bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan; ini malah memberikan efek yang tidak baik. Banyak orang tua menggadaikan integritasnya hanya karena keinginan agar anaknya masuk sekolah yang diinginkan. 

Bukankah ini menjadi peringatan kepada kita semua, bagaimana kejujuran menjadi sesuatu yang dikalahkan ketika hasrat sudah memuncak untuk memiliki sesuatu?

Saya tidak akan berbicara tentang perbaikan regulasi. Saya hanya miris saja melihat betapa banyak dari kita menutup mata dan terbiasa dengan sesuatu yang "bener ora pener." 

Jadi ingat peristiwa dua tahun lalu saat ponsel saya hilang ketika mengikuti acara jalan sehat ulang tahun kota tempat saya tinggal. Ponsel sempat bisa saya hubungi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun