Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengkaji Ulang Pasal 19 Permendikbud mengenai PPDB Zonasi

9 Juli 2024   19:00 Diperbarui: 10 Juli 2024   16:45 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: KOMPAS.id dari KOMPAS/HERYUNANTO 

Pasal 19 (1) PERMENDIKBUD NOMOR 1 TAHUN 2021:
1. Calon peserta didik hanya dapat memilih 1 (satu) jalur pendaftaran PPDB dalam 1 (satu) wilayah zonasi.
2. Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi dalam wilayah zonasi yang telah ditetapkan, calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur afirmasi atau jalur prestasi, di luar wilayah zonasi domisili peserta didik sepanjang memenuhi persyaratan.

Gelaran pendaftaran PPDB SMA/SMK di Lampung usai kemarin, 24 Juni 2024 tepat pukul 15.00.

Sayangnya, selain kisah bahagia para pendaftar yang lulus di sekolah yang diinginkan, ternyata banyak juga kisah pilu para siswa pendaftar PPDB yang harus menelan kenyataan pahit bahwa mereka tidak diterima di sekolah manapun. 

PPDB zonasi memang susah ditebak, tidak ada standar baku atau rata-rata angka yang bisa dijadikan patokan bagi pendaftar untuk mengatur strategi dalam memilih sekolah.

Sebagai contoh, pada jalur zonasi, masih sulit untuk melakukan prediksi pada radius berapa kilometer minimal siswa dapat lolos melalui jalur ini. 

Tidak ada rata-rata baku yang mampu menjadi sebuah patokan untuk jalur ini. Begitu juga dengan jalur prestasi, juga masih sulit untuk memprediksi berapa skor terakhir yang mampu lolos pada jalur ini. 

Begitu pula pada jalur afirmasi, sangat sulit melakukan prediksi diterima atau tidaknya siswa saat memilih jalur tersebut. Inilah yang pada akhirnya menjadikan siswa dan orang tua menjadi kalang kabut saat PPDB digelar.

Saya masih mengingat, bagaimana dulu dengan mudahnya saya mendaftar sekolah saat akan menuju sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. 

Tinggal melengkapi dan mengirimkan persyaratan, memilih pilihan sekolah pertama dan sekolah pilihan kedua, dan tinggal menunggu pengumuman. 

Yang menjadi patokan adalah nilai ebtanas murni atau biasa disingkat NEM, atau daftar nilai ebtanas murni (DANEM).

Masing-masing pendaftar akan memilih sekolah berdasarkan kebiasaan rata-rata NEM yang diterima pada masing-masing sekolah, sehingga membuat siswa dan orang tua lebih mudah dalam memilih sekolah. 

Mereka akan sadar diri memilih sekolah yang kira-kira pasti diterima sesuai dengan NEM mereka. Tidak ada siswa yang tidak diterima di sekolah manapun, semua siswa mampu terserap dengan baik kala menggunakan metode NEM ini.

Bandingkan dengan sekarang, banyak di antara siswa pendaftar yang tidak lulus pada akhirnya terombang-ambing tanpa mampu memilih sekolah manapun saat mereka tidak diterima di sekolah pilihan pertama. 

Saya merasa terheran-heran bagaimana PPDB zonasi ini seolah-olah membatasi siswa untuk mengakses pendidikan. Coba kita telaah pasal 19 ayat 1 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 sebagai dasar hukum gelaran PPDB 2024 ini. 

Calon peserta didik hanya dapat memilih satu jalur pendaftaran PPDB dalam satu wilayah zonasi. Inilah yang menjadi biang keladi sehingga banyak siswa yang tidak diterima di sekolah manapun. 

Siswa tidak bisa memilih dua jalur di dalam zonasi yang sama, apalagi dua jalur pada satu sekolah yang sama. Tentu saja ini sangat mengebiri hak anak dalam memperoleh pendidikan; anak terbatasi haknya dalam memilih sekolah sebab regulasi ini. 

Anak-anak yang sudah mendaftarkan diri melalui jalur prestasi di dalam zonasinya tidak bisa memilih sekolah lain melalui jalur zonasi. Hak mendaftar melalui jalur zonasi otomatis gugur ketika anak telah mendaftarkan diri melalui jalur prestasi di dalam zonanya.

Terlepas dari paham atau tidak pahamnya anak dan orang tua dengan regulasi ini, saya pikir pasal ini benar-benar mengebiri hak-hak mereka dalam memperoleh pendidikan yang layak. 

Apa pasal sehingga hak mereka dikebiri? Adakah alasan yang bisa membuat masuk akal sehingga regulasi ini tetap digunakan? Fakta di lapangan inilah yang terjadi. 

Banyak anak dan orang tua yang berurai air mata karena tidak lulus di sekolah pilihan pertama dan tidak bisa mendaftar lagi melalui jalur yang lain. Akhirnya, mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan sekolah negeri.

Saya pikir tidak masalah tetap menggunakan PPDB zonasi, PPDB yang notabene mulai diterapkan sejak tahun 2017 ini mampu merangkul semua anak pada setiap segmen. 

Baik itu anak yang berada di wilayah sekolah lanjutan, anak-anak yang berprestasi, anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, anak-anak penyandang disabilitas, serta anak-anak yang ikut serta dalam perpindahan tugas orang tua mereka dan juga anak guru. Semangat PPDB zonasi adalah pendidikan untuk semua dan oleh semua.

Namun, masalahnya adalah pembatasan dalam PPDB zonasi ini mampu mengebiri hak-hak anak untuk bersekolah. Sebagai contoh, pada PPDB zonasi ada batasan zonasi yang ditetapkan sehingga tidak semua anak bisa mendaftar di sekolah yang diinginkan. 

Penerapan pasal 19 ayat 1 juga membatasi anak saat memilih sekolah. Anak tidak bisa memilih sekolah pada dua jalur yang berbeda dalam zonasi yang sama. 

Padahal, jika batasan-batasan ini dibuka, masalah justru akan minim. Misalnya, pada jalur zonasi tidak ada batasan zonasi (contoh: sekolah A yang bisa mendaftar adalah kecamatan A, B, C, dan D) tetapi tetap menggunakan persyaratan jalur zonasi yang sama dengan regulasi yang berlaku yaitu kartu keluarga. Ini justru akan membuat siswa lebih luas dalam memilih sekolah.

Faktanya, dengan ditetapkannya zonasi ini dari tahun ke tahun, masih ada sekolah yang kekurangan siswa setelah PPDB. Lalu, apa yang menjadi masalah sehingga harus dibatasi? 

Mereka juga tetap akan tereliminasi sebab beradu jarak dengan pendaftar lain, kan? Apalagi untuk siswa dengan dua tiket PPDB, yaitu siswa yang memenuhi syarat untuk mendaftar jalur zonasi dan juga prestasi, mengapa mereka harus dibatasi untuk tidak boleh mendaftar sekolah pada zona yang sama? 

Sehingga terjadi kasus di mana ada anak yang terkatung-katung sebab tidak mendapatkan sekolah karena telah mendaftar melalui jalur prestasi dalam zonanya sehingga hak jalur zonasinya hilang.

Saya berharap, PPDB ini menjadi sarana anak-anak Indonesia mendapatkan hak pendidikan yang layak. Jangan justru menjadi preseden buruk pendidikan yang selalu terulang tiap tahunnya. 

Jangan malah mengebiri hak anak-anak dalam memilih pendidikan yang mereka inginkan pada setiap tahunnya.

Dengan memperbaiki kebijakan zonasi PPDB, kita bisa memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang adil dan layak untuk mengakses pendidikan. 

Pendidikan adalah hak dasar setiap anak, dan sistem penerimaan yang ada seharusnya mendukung, bukan menghalangi, tercapainya tujuan tersebut. Mari kita wujudkan pendidikan yang inklusif dan adil bagi seluruh anak Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun