Saya merasa terheran-heran bagaimana PPDB zonasi ini seolah-olah membatasi siswa untuk mengakses pendidikan. Coba kita telaah pasal 19 ayat 1 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 sebagai dasar hukum gelaran PPDB 2024 ini.Â
Calon peserta didik hanya dapat memilih satu jalur pendaftaran PPDB dalam satu wilayah zonasi. Inilah yang menjadi biang keladi sehingga banyak siswa yang tidak diterima di sekolah manapun.Â
Siswa tidak bisa memilih dua jalur di dalam zonasi yang sama, apalagi dua jalur pada satu sekolah yang sama. Tentu saja ini sangat mengebiri hak anak dalam memperoleh pendidikan; anak terbatasi haknya dalam memilih sekolah sebab regulasi ini.Â
Anak-anak yang sudah mendaftarkan diri melalui jalur prestasi di dalam zonasinya tidak bisa memilih sekolah lain melalui jalur zonasi. Hak mendaftar melalui jalur zonasi otomatis gugur ketika anak telah mendaftarkan diri melalui jalur prestasi di dalam zonanya.
Terlepas dari paham atau tidak pahamnya anak dan orang tua dengan regulasi ini, saya pikir pasal ini benar-benar mengebiri hak-hak mereka dalam memperoleh pendidikan yang layak.Â
Apa pasal sehingga hak mereka dikebiri? Adakah alasan yang bisa membuat masuk akal sehingga regulasi ini tetap digunakan? Fakta di lapangan inilah yang terjadi.Â
Banyak anak dan orang tua yang berurai air mata karena tidak lulus di sekolah pilihan pertama dan tidak bisa mendaftar lagi melalui jalur yang lain. Akhirnya, mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan sekolah negeri.
Saya pikir tidak masalah tetap menggunakan PPDB zonasi, PPDB yang notabene mulai diterapkan sejak tahun 2017 ini mampu merangkul semua anak pada setiap segmen.Â
Baik itu anak yang berada di wilayah sekolah lanjutan, anak-anak yang berprestasi, anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, anak-anak penyandang disabilitas, serta anak-anak yang ikut serta dalam perpindahan tugas orang tua mereka dan juga anak guru. Semangat PPDB zonasi adalah pendidikan untuk semua dan oleh semua.
Namun, masalahnya adalah pembatasan dalam PPDB zonasi ini mampu mengebiri hak-hak anak untuk bersekolah. Sebagai contoh, pada PPDB zonasi ada batasan zonasi yang ditetapkan sehingga tidak semua anak bisa mendaftar di sekolah yang diinginkan.Â
Penerapan pasal 19 ayat 1 juga membatasi anak saat memilih sekolah. Anak tidak bisa memilih sekolah pada dua jalur yang berbeda dalam zonasi yang sama.Â
Padahal, jika batasan-batasan ini dibuka, masalah justru akan minim. Misalnya, pada jalur zonasi tidak ada batasan zonasi (contoh: sekolah A yang bisa mendaftar adalah kecamatan A, B, C, dan D) tetapi tetap menggunakan persyaratan jalur zonasi yang sama dengan regulasi yang berlaku yaitu kartu keluarga. Ini justru akan membuat siswa lebih luas dalam memilih sekolah.
Faktanya, dengan ditetapkannya zonasi ini dari tahun ke tahun, masih ada sekolah yang kekurangan siswa setelah PPDB. Lalu, apa yang menjadi masalah sehingga harus dibatasi?Â