Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tambah Libur Biar Waras

14 Maret 2024   09:53 Diperbarui: 14 Maret 2024   22:19 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maksud saya, agar benar-benar menjauh dan menepi dari segala hal yang berkaitan dengan kedinasan, termasuk terhindar berkomunikasi dengan rekan-rekan sejawat. Saya juga memilih untuk tidak berkomunikasi dalam bentuk apapun.

Niat itu akhirnya saya urungkan. Alasannya, ada banyak grup WhatsApp yang berkaitan dengan sekolah anak-anak, dan nomor yang saya gunakan untuk WhatsApp juga terkait dengan itu.

Saya sempat bertanya-tanya dalam hati, "Apa yang terjadi dengan saya ya? Kenapa sampai seperti ini?" Yang saya rasakan adalah rasa tidak nyaman yang sangat kuat ketika terpapar hal-hal yang berbau kedinasan.

Sebelum saya keluar dari grup, saya merasa paranoid setiap kali ada pesan masuk. Apalagi jika pesan itu terkait dengan grup kedinasan, rasanya saya merasa muak, jengkel, marah, dan bosan, sangat intens.

Saya merasa seolah-olah setiap pesan adalah perintah, instruksi, kerja, kerja, kerja. Pikiran saya terus menerus terpenuhi oleh hal-hal semacam itu. Bahkan, saya merasa mual jika melihat notifikasi WhatsApp dari grup kedinasan.

Berulang kali saya katakan pada istri, "Dek, aku keluar dari berbagai grup kedinasan, aku bosan!" Tidak hanya keluar dari grup, saat itu saya juga izin tidak masuk kantor. Saya hanya ingin merasakan ketenangan, tidak ingin terbebani oleh apapun.

Di rumah, saya hanya berbaring, menonton TV, mencoba menulis, dan berjalan-jalan sebentar. 

Beruntung, pada hari itu hujan deras. Saya sengaja tidak berteduh, melainkan menaiki motor dalam hujan deras. 

Nikmatnya tetesan air hujan yang menderas ke seluruh tubuh, dan aroma hujan dengan sedikit debu benar-benar menjadi terapi bagi fisik dan jiwa saya saat itu. 

Seketika teringat bait dari syair Tere Liye:

"Menangislah saat hujan,
Ketika air membasuh wajah
Agar tidak ada yang tahu kau sedang menangis, Kawan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun