Ambil contoh bahasa Jawa, di mana penggunaan kata seperti "kowe", "sampeyan", dan "njenengan" mencerminkan tingkatan sosial dalam berkomunikasi.Â
"Kowe" digunakan untuk sesama teman atau orang yang lebih muda, sementara "sampeyan" ditujukan kepada orang yang lebih tua atau lebih dihormati. Adapun "njenengan" dipakai untuk menyapa seseorang yang sangat dihormati.Â
Melalui penggunaan bahasa daerah ini, semangat untuk menjadi manusia yang beradab dan berbudaya semakin terjaga.Â
Selain itu, bahasa daerah juga memperkaya variasi dalam penggunaan kata "kamu" dalam bahasa Indonesia, dengan memperkuat konsep tentang hierarki dan norma etika dalam berkomunikasi.Â
Namun, ketika norma-norma ini mulai terkikis dan bahasa daerah punah, potensi hilangnya norma perilaku yang tercermin dalam bahasa juga semakin meningkat.Â
Individu mungkin kehilangan kemampuan untuk menghargai orang lain karena kehilangan panduan atau indikator kehormatan dalam bahasa daerah.
Meskipun gagasan untuk melestarikan bahasa daerah tidaklah mudah diimplementasikan, terutama dalam mengatur regulasi dan mengintegrasikannya dalam sistem pendidikan, kita harus memahami bahwa dunia pendidikan akan menghadapi tantangan yang lebih berat jika budaya bangsa ini terus terkikis oleh arus modernisasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H