Bayangkan jika kita mengumpulkan permen-permen susuk tersebut dan mencoba melakukan pembelian ulang kepada individu tersebut. Bisakah hal tersebut terjadi?
Saya mencoba melihat sisi lain dari praktek semacam ini, dan saya merasa bahwa ini adalah bentuk kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah individu. Mengapa disebut kecurangan?Â
Karena mereka dengan sengaja menggunakan praktek uang susuk ini, kadang-kadang sebagai jebakan double gain, seperti yang saya ungkapkan di atas.Â
Menurut saya, ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan, karena dapat menjadi kebiasaan curang, akhirnya membentuk karakter, dan pada akhirnya menjadi budaya curang pada masyarakat.
Dengan adanya rupiah digital, ini mungkin adalah salah satu hal pertama dan sederhana yang dapat diatasi oleh penggunaannya. Dengan rupiah digital, tidak lagi ada istilah uang susuk atau kembalian, karena pembayaran akan presisi sesuai dengan harga barang.
Gak Ada Lagi PembulatanÂ
Situasi ini memberikan peluang bagi korporasi atau oknum tertentu untuk melakukan kecurangan. Jika kita terus membiarkan hal seperti ini, kita mungkin akan terjerumus dalam budaya buruk yang melegalkan kecurangan.Â
Situasi serupa sering kali saya alami saat mengisi bahan bakar minyak, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Pembulatan ke atas maupun ke bawah kerap terjadi.Â
Sebagai contoh, pada layar display stand pengisian BBM tertera harga Rp 39.750, ketika saya membayar dengan uang tunai senilai empat puluh ribu rupiah, seharusnya saya mendapatkan kembalian sebesar 250 rupiah.Â
Namun, kenyataannya sering kali berbeda, petugas mungkin membulatkan ke atas menjadi 40 ribu rupiah karena tidak ada uang receh, sehingga 250 rupiah masuk ke kantong mereka. Atau sebaliknya, kita diberikan susuk sebesar 500 rupiah karena menggunakan pembulatan ke bawah.
Praktik ini kadang membuat saya merasa tidak nyaman. Pembulatan ke bawah sehingga susuk menjadi lima ratus rupiah membuat hati saya gelisah, seolah-olah saya melakukan penyelewengan karena seharusnya susuk hanya 250 rupiah, tapi malah dianggap lima ratus rupiah.Â
Di sisi lain, pembulatan ke atas menjadi 40 ribu rupiah tanpa memberikan susuk membuat saya merasa dirugikan, karena uang yang semestinya harus dikembalikan kepada saya diambil begitu saja.