Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sayonara Bendahara BOS: Kisah Perjalanan dan Sebuah Harapan

19 Desember 2023   13:00 Diperbarui: 21 Desember 2023   11:23 2762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa SMA, penyaluran dana bos. (Foto: KOMPAS/A HANDOKO) 

Desember 2023 menandai akhir perjalanan saya sebagai guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengemban tanggung jawab sebagai bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 

Meskipun seharusnya Bendahara BOS ditunjuk dari kalangan tenaga kependidikan, non-guru, atau tenaga administrasi sekolah, sesuai dengan Permendagri No. 24 Tahun 2020, kenyataannya, di banyak sekolah negeri, masih terdapat kecenderungan untuk menunjuk guru sebagai Bendahara BOS. 

Sebagai contoh, dari total 7 SMA negeri yang ada di kota penulis, 6 bendahara BOS yang ditunjuk berasal dari unsur guru. Fenomena ini tidak hanya terjadi di sini saja, tetapi juga menjadi kejadian umum.

Bahkan, pada pertemuan resmi yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi, tim BOS provinsi sering kali menanyakan, "siapa Bendahara BOS dari TU/TAS?" dan "siapa Bendahara BOS yang berasal dari guru?", dan hampir 90 persen Bendahara BOS dipilih dari kalangan guru.

Dan inilah kisah selama hampir satu dekade berdedikasi sebagai bendahara BOS yang berasal dari unsur guru. Dalam hal ini, penulis ingin menyampaikan beberapa pertimbangan, fakta dan gagasan yang diharapkan dapat menjadi bahan renungan bagi pemerintah. 

Semoga opini yang saya sampaikan dapat menjadi dasar bagi pembentukan regulasi yang memberikan dampak positif bagi bapak dan ibu guru yang menjabat sebagai bendahara BOS.

Tidak Ekuivalen

Mohon maaf, saya tidak berusaha untuk membanding-bandingkan dengan jabatan lain di sekolah. Namun, perlu diperhatikan bahwa melalui perspektif jabatan lain, kita dapat menilai kelayakan ekuivalensi tugas yang diberikan kepada bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 

Menariknya, meskipun tanggung jawab sebagai bendahara BOS cukup berat, pemerintah hingga saat ini belum memberikan ekuivalensi tugas ini setara dengan penugasan 12 jam mengajar, seperti yang diberlakukan untuk jabatan wakil kepala sekolah.

Tanpa bermaksud membandingkan, namun kenyataannya, ketika jam pulang tiba, bendahara BOS seringkali harus bertahan di sekolah lebih lama dibandingkan dengan wakil kepala sekolah. 

Hal ini dikarenakan kami harus mencatat setiap transaksi secara cermat dan melakukan pencatatan agar tidak ada yang tercecer. Keterbatasan ingatan manusia membuat risiko tidak mendokumentasikan transaksi menjadi lebih tinggi, terutama ketika menghadapi jumlah bantuan yang mencapai milyaran.

Penting untuk dipahami bahwa tugas bendahara BOS tidak dapat dilaksanakan selama jam kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Oleh karena itu, pekerjaan ini biasanya dilakukan setelah KBM berakhir atau pada jam pulang sekolah. Proses ini memerlukan waktu yang cukup panjang, dan terkadang bendahara BOS pulang sampai sore karena kewajiban ini. 

Sebagai pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan dedikasi, seharusnya sangat wajar jika ekuivalensi tugas bendahara BOS diakui setara dengan 12 jam untuk memenuhi persyaratan sertifikasi, mengingat kompleksitas dan resiko dampak hukum dari amanah ini.

Tanpa Honor

Situasi yang agak aneh dan menarik perhatian adalah tidak adanya honorarium untuk bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Meski tugasnya sangat kompleks, tanpa pengakuan ekuivalen 12 jam dan dengan risiko yang signifikan, menjadi bendahara BOS ternyata tidak mendapatkan penghargaan juga secara finansial. 

Meskipun ini dapat diatasi dengan mengalokasikan dana dari sumbangan partisipasi orang tua, tetap saja menjadi sesuatu yang dianggap tidak wajar. 

Sebagai perbandingan, standar satuan harga provinsi menetapkan narasi honor untuk bendahara pengelola keuangan negara, yang memiliki rentang tertentu sesuai dengan skala dana yang dikelola. 

Keberadaan honorarium ini tampaknya logis mengingat besarnya jumlah dana yang dikelola oleh bendahara BOS, yang bisa mencapai milyaran, sebanding dengan potensi stres dan resiko yang tinggi.

Sangat disayangkan bahwa pemerintah belum memberikan regulasi yang mendukung bendahara BOS sebagai pengelola keuangan dana BOS. Apalagi bagi seorang guru, peran sebagai bendahara BOS menjadi beban yang sangat berat di tengah tuntutan mengajar di kelas selama 24 jam per minggu. 

Kegiatan Belajar Mengajar Keteter

Namun, argumen yang menyatakan bahwa masih tersisa jam untuk menangani Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tampaknya tidak memperhitungkan secara menyeluruh tugas-tugas tambahan seorang guru.

Kewajiban mengajar minimal 24 jam per minggu bukanlah perkara mudah. Jika kita merata-ratakan, dalam satu pekan efektif  yang berjumlah 5 hari, seorang guru diharuskan mengajar lebih dari 4 jam setiap harinya. 

Kenyataannya, tugas seorang guru tidak hanya terbatas pada waktu mengajar. Persiapan bahan ajar, penyusunan skenario pembelajaran, evaluasi, dan tanggung jawab lainnya membutuhkan waktu yang banyak. 

Sumber Gambar: KOMPAS/HERYUNANTO 
Sumber Gambar: KOMPAS/HERYUNANTO 

Dengan situasi yang semakin kompleks, rasanya wajar jika jabatan sebagai bendahara BOS dianggap setara dengan jam mengajar. Hal ini akan memungkinkan para guru yang dipercayakan sebagai bendahara BOS untuk fokus pada pekerjaan mereka, baik dalam mengajar yang memakan waktu 12 jam, maupun dalam pengelolaan dana BOS. 

Sebuah ekuivalensi yang memperhitungkan tuntutan pekerjaan secara menyeluruh akan membantu memastikan bahwa tanggung jawab ganda ini dapat diemban dengan baik tanpa mengorbankan kualitas baik dalam proses pengajaran maupun manajemen keuangan sekolah.

Tingkat Stres Tinggi

Beban tugas yang harus diemban sebagai seorang guru dan sekaligus bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah sesuatu yang benar-benar berlipat-lipat. 

Jangan berpikir bahwa ketika pulang ke rumah, segala sesuatunya menjadi tenang. Ternyata, berbagai transaksi yang belum tercatat masih tetap menghantui, menjadi PR yang harus diatasi besok saat berada di sekolah.

Tidak hanya itu, ada kejar-kejaran waktu untuk mengusulkan rencana anggaran kegiatan sekolah yang akan dilaksanakan di tahun depan. Proses ini melibatkan penginputan rencana anggaran kegiatan sekolah pada aplikasi ARKAS online Kemendikbud. 

Sebelum itu, bendahara harus berurusan dengan pengumpulan data dari rekan-rekan baik dari kalangan guru maupun Tata Usaha (TU) untuk penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS). Setelah selesai diinput dalam format Excel, langkah berikutnya adalah memasukkan rencana anggaran kegiatan sekolah pada aplikasi ARKAS online Kemendikbud.

Jika kisaran dana BOS masih pada jutaan atau puluhan juta, mungkin masih dapat diatasi dengan relatif lebih mudah. Namun, bagi sekolah-sekolah besar seperti kami dengan jumlah dana mencapai 1,3 milyar, tugas ini benar-benar membingungkan. 

Proses penyusunan, penginputan, penatausahaan, dan pelaporan dana sebesar itu bukanlah tugas yang mudah. Ditambah lagi dengan agenda tahunan seperti rekonsiliasi, pemeriksaan inspektorat, uji petik BPK, dan sejumlah kegiatan lainnya yang mendadak.

Seolah-olah, seorang bendahara harus siap sedia tanpa boleh tidur untuk menjawab kebutuhan mendesak ini. Semua itu menjadi satu paket tugas yang kompleks, mengharuskan bendahara untuk berjibaku dengan berbagai tuntutan tugas yang beragam dan intensitas tinggi.

Asumsi Negatif

Meskipun telah menjalankan tugas dengan baik dan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan, masih saja muncul asumsi negatif dari beberapa pihak. 

Baik itu terkait dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun dengan peran kami yang seakan dianggap sebagai tim pengambil kebijakan di sekolah. 

Merasa sedih mendengarnya, karena kita benar-benar telah mengelola dana BOS dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun asumsi negatif tetap muncul.

Contoh nyata terjadi ketika kita memiliki barang-barang baru, ada yang dengan cepat berasumsi bahwa itu berasal dari dana BOS. Meskipun seringkali disampaikan dengan nada bercanda, tetap saja memberikan dampak yang kurang mengenakkan di hati. 

Wajar jika timbul kecurigaan, terutama di tengah maraknya isu tentang pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi yang seringkali diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Namun, yang menjadi ironis adalah ketidakpercayaan ini seringkali dijadikan generalisasi, menyebabkan setiap pengelolaan dana pemerintah dianggap selalu menyimpan potensi praktek yang merugikan.

Perasaan ini terkadang sulit dihindari, tetapi hal tersebut membuat setiap langkah dan keputusan dalam pengelolaan dana BOS harus dilakukan dengan lebih hati-hati. 

Dengan begitu, harapannya bahwa pandangan negatif dapat berangsur-angsur berubah menjadi apresiasi terhadap upaya yang telah dilakukan untuk kebaikan sekolah.

Wasana Kata

Sepertinya sudah saatnya untuk memberikan perhatian lebih pada jabatan bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Seharusnya, jabatan ini tidak lagi dianggap sejajar dengan peran tenaga teknis pengelolaan dana. Melihat resiko dan kecakapan yang diperlukan, jabatan bendahara BOS seharusnya menduduki level sekelas wakil kepala sekolah.

Sebagai bendahara, dibutuhkan kemampuan manajerial yang tinggi, sebagaimana yang dibutuhkan oleh jabatan wakil kepala sekolah. Bahkan, menjadi bendahara BOS dianggap lebih berisiko daripada menjadi wakil kepala sekolah. Oleh karena itu, saya mengusulkan agar jabatan bendahara sekolah ditempatkan sejajar dengan wakil kepala sekolah.

Dengan kewajiban mengajar minimal 24 jam serta menangani penatausahaan dan pengelolaan BOS, tugas utama sebagai guru dapat terancam. Oleh karena itu, saya mengusulkan pengakuan ekuivalensi 12 jam mengajar sejajar dengan jabatan wakil kepala sekolah, yang diharapkan dapat menjaga keseimbangan tugas dan tanggung jawab.

Jika pengelolaan BOS tetap dipegang oleh guru, sebaiknya dibentuk tim khusus minimal tiga orang dengan dukungan SK dari gubernur. Hal ini memberikan legal standing yang jelas, dan diharapkan dapat diakui sebagai ekuivalensi jam mengajar bagi setiap anggota tim BOS. 

Masa jabatan bendahara BOS per individu juga sebaiknya dibatasi sekali saja dalam setahun. Dengan demikian, setiap guru akan merasakan tanggung jawab sebagai bendahara BOS, dan durasi yang terbatas dapat mencegah potensi penyelewengan.

Terakhir, pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam untuk memahami alasan mengapa hingga saat ini masih umum terjadi penunjukan guru sebagai Bendahara BOS. Evaluasi ini sebaiknya diikuti dengan pertimbangan kebijakan baru, seperti merekrut tenaga administrasi sekolah yang secara khusus menjabat sebagai Bendahara BOS. 

Jika opsi terakhir dipilih, saya berpendapat bahwa tidak perlu menghilangkan gagasan-gagasan sebelumnya yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, jabatan Bendahara BOS tetap dapat bersifat fleksibel, dapat diisi oleh unsur tenaga administrasi sekolah maupun guru.

Pada sayonara ini, saya juga ingin menyampaikan terimakasih yang mendalam kepada Mbak Andri dan Mbak Eka, sahabat serta teman seperjuangan yang tak kenal lelah dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Semoga setiap langkah dan kerja keras kita mendapatkan ganjaran yang berlimpah dari Rabb semesta alam. 

Terima kasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun