PPDB SMP pun sama, ada pemeringkatan nilai rapor untuk mendaftarkan diri melalui jalur prestasi. Jadi mohon maaf ketika saya sebagai orangtua, guru dan masyarakat mempertanyakan apa sebenarnya esensi dari dihilangkannya peringkat, padahal dimana-mana tetap meminta pemeringkatan?
Jangan menutup mata
Saya pikir janganlah kita menutup mata dari pemeringkatan, toh nyatanya pemeringkatan itu sesuatu yang tidak akan bisa kita hindari. Peringkat adalah sebuah hal yang alami yang memang tercipta pun tanpa kita sadari.
Coba kita amati sekeliling, lingkungan sekitar, dan berbagai hal yang hadir ke dunia ini, apakah nihil terhadap pemeringkatan? Hasil survey capres dan cawapres saja ada peringkatnya loh, diperingkat siapa yang terbanyak berturut-turut, btw kita tidak sedang membahas artikel politik ya, hanya sebagai contoh saja.
Ada juga pemeringkatan keluarga untuk mengklasifikasi keadaan keluarga, ada keluarga pra sejahtera ada keluarga sejahtera. Atau yang lain keluarga rawan putus sekolah atau keluarga yang tidak rawan putus sekolah.
Kadang secara tidak kita sadari pun di dalam dunia kerja juga sering dilakukan pemeringkatan, satu contoh adalah dalam sebuah lembaga akan memberikan penugasan, pimpinan sebagai pengambil kebijakan pasti tanpa sadar akan membuat pemeringkatan mana-mana pegawai yang paling tepat, tepat, dan tidak tepat saat akan diberikan penugasan baru.
Dan satu lagi ya, bukankah kita dalam mencari pasangan hidup juga memperingkat, mana yang terbaik dibandingkan yang lain, dari kesetiaannya ataupun dari pengertianya. Jadi masih akan menutup mata kah dari adanya strata hasil pemeringkatan, padahal dunia ini non sense tanpa pemeringkatan.Â
Dengan pemeringkatan pun dulu kami baik-baik saja kok, tidak ada yang insecure sampai mengalami gangguan mental. Jadi kenapa harus dihilangkan?
Wasana Kata
Justru penulis pikir dengan peniadaan pemeringkatan akan menjadikan generasi-generasi saat ini rawan mengalami gangguan mental, tidak siap menerima kegagalan, sebab nyatanya dalam hidup ini penuh berbagai pemeringkatan. Jangan menyalahartikan pemeringkatan sebagai bentuk diskriminasi ya, pemeringkatan adalah sebuah hal yang tidak mungkin dihindari.
Mohon maaf dari contoh di atas pun secara gamblang penulis nyatakan, mengulang lagi contohnya; akan ada paslon dengan suara terbanyak saat pemilu nanti, bukan berarti kita mendiskriminasi paslon lain dan menyatakan mereka bukanlah paslon yang terbaik ya. Begitu juga dalam lingkup kesejahteraan sosial, ada rumah tangga sejahtera dan pra sejahtera, juga bukan berarti kita mendiskriminasi keluarga keluarga tersebut bukan.
Kembali dengan contoh yang pertama kali penulis sebut, pada SNBP, menggunakan pemeringkatan 40 persen terbaik, bukan berarti bahwa ini juga mendiskriminasi 60 persen yang lain. Saya hanya memberikan gambaran bahwa pemeringkatan itu pasti tetap akan selalu ada dan ini adalah bagian dari hidup.