Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengungkap 5 Celah PPDB, Sebuah Refleksi bagi Pemerintah

16 Juli 2023   00:21 Diperbarui: 16 Juli 2023   11:41 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PPDB. Sumber gambar: kompas.id/Priyombodo

"Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 harus direvisi dan diganti dengan aturan baru yang lebih jelas dan berkeadilan," kata Koordinator Nasional JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) Ubaid Matraji dalam keterangan di Jakarta, kemarin, dikutip dari Antara diambil dari cnnindonesia.com 

Setiap gelaran PPDB dimulai pasti selalu menjadi trending topik seluruh media se-antero negeri. Banyak kisruh yang terjadi kala PPDB dimulai, baik dari tingkat SD, SMP dan juga SMA. Setelah gelaran PPDB usai pun masih banyak menyisakan tanda tanya besar terkait dengan proses PPDB, dan ini selalu terulang pada tiap tahunnya. 

Polemik selalu mewarnai gelaran PPDB, tidak melulu soal kecurangan yang dilakukan oleh oknum, tapi regulasi yang mengatur tentang PPDB yaitu Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 ternyata memiliki banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memuluskan proses ini. 

Celah celah yang ada pada regulasi ini tentunya membuat tujuan dari Permendikbud terkait PPDB ini tidak tepat sasaran. 

Celah ini seakan menjadi pendorong masyarakat untuk melakukan kecurangan PPDB, walaupun mereka menganggap ini adalah legal sebab Permendikbud sendiri tidak secara rinci mengatur ketetapan pada jalur yang dibuka. 

Banyak multi tafsir terjadi, banyak juga pemanfaatan celah terjadi dimana-mana sebab regulasi yang hanya itu-itu saja dari tahun 2017 sampai dengan sekarang penulis menulis opini ini tanpa adanya evaluasi dan revisi yang sangat berarti. 

Melalui opini ini penulis menyampaikan beberapa celah pada regulasi yang mengatur tentang PPDB bukan bermaksud untuk mengajari masyarakat memanfaatkan celah, tetapi agar pemerintah kedepan dapat membuat perbaikan dari celah-celah regulasi yang penulis sampaikan pada opini ini. 

Berikut adalah beberapa celah yang dimanfaatkan oleh orang tua pendaftar untuk mendapatkan persyaratan sesuai dengan jalur yang dipilih agar anaknya bisa mendaftar dan diterima pada sekolah yang diinginkannya. 

1. Titip anak

Sumber gambar dari rumah.com
Sumber gambar dari rumah.com

Pasal 17 (1) PPDB melalui jalur zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di dalam wilayah zonasi yang ditetapkan Pemerintah Daerah (Pasal 17 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021)

Pada pasal yang menjelaskan tentang zonasi ini tidak dijelaskan secara spesifik status hubungan dalam keluarga peserta didik pada domisilinya tersebut. Pasal ini merupakan salah satu celah yang sering dimanfaatkan oleh para orang tua peserta didik calon pendaftar PPDB untuk menyiasati agar anaknya bisa masuk melalui jalur zonasi tersebut. 

Modus yang sering digunakan oleh orang tua peserta didik calon pendaftar adalah dengan cara menitipkan anaknya pada kartu keluarga orang lain yang jaraknya dekat dan berada pada zonasi sekolah yang akan dituju. 

Dengan menitipkan anak mereka pada kartu keluarga orang lain yang berada dalam zonasi sekolah yang diinginkan, orang tua berharap anak mereka bisa memenuhi syarat zonasi dan mendapatkan akses prioritas dalam penerimaan peserta didik baru tersebut.

Praktik ini tentunya merugikan peserta didik lainnya yang sebenarnya berdomisili di wilayah zonasi tersebut. Padahal tujuan dari penerapan jalur zonasi dalam PPDB adalah untuk memberikan kesempatan yang adil bagi calon peserta didik yang berdomisili di wilayah sekitar sekolah untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas.

Orang tua mereka juga tidak sepenuhnya salah, karena ketentuan pada Pasal 17 ayat 1 tersebut tidak secara rinci menyebutkan status hubungan dalam keluarga. Hal ini menyebabkan terjadinya tafsir yang berbeda-beda terkait dengan tujuan adanya zonasi tersebut. 

Beberapa orang tua yang menggunakan strategi ini mungkin akan berargumen karena ketentuan tidak secara spesifik melarang atau mengatur status hubungan dalam keluarga peserta didik pada domisili zonasi, maka mereka menganggap strategi ini sah-sah aja dan mereka berhak memanfaatkan untuk memperoleh kesempatan yang lebih baik bagi anak mereka agar diterima di sekolah yang diinginkan. Orang tua menganggap mereka hanya menggunakan celah ini tanpa melanggar aturan yang ditetapkan.

Tetap pada pasal yang sama pada ayat kedua juga diterangkan domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB. Ayat ini juga semakin memperlebar celah untuk menyiasati aturan tentang zonasi. 

Dengan durasi yang ditetapkan hanya satu tahun maka celah ini juga akan sangat memudahkan bagi orang tua untuk menyiasati aturan ini. Satu tahun "nitip anak" pada kartu keluarga kawan atau kerabat rasanya mungkin tidak terlalu memberatkan dibandingkan menitipkan anak dua atau tiga tahun lamanya pada kartu keluarga kawan ataupun kerabat. 

Celah ini laris di manfaatkan sebagai salah satu strategi yang jitu dan dianggap legal bagi para orang tua yang menginginkan anaknya untuk diterima pada sekolah pilihannya. Tak heran jika kepadatan jumlah pendaftar menjadi tinggi padahal masih pada radius yang sangat dekat dengan sekolah, bukan jumlah kelahiran yang tinggi tetapi banyaknya praktik "titip anak" yang dilakukan untuk lolos PPDB melalui jalur zonasi. 

2. Modus Kontrak Rumah atau Menumpang Tinggal

Ilustrasi rumah kontrakan sumber gambar https://www.kompas.id/
Ilustrasi rumah kontrakan sumber gambar https://www.kompas.id/

Modusnya adalah dengan tidak memperbarui kartu keluarga sesuai dengan alamat yang baru. 

Ada beberapa orang tua yang pernah tinggal pada zonasi sekolah yang diinginkan baik itu kontrak rumah ataupun menumpang tinggal sehingga membuat mereka berhak memperbaiki kartu keluarga sesuai dengan domisili rumah saat mereka tinggal tersebut. Saat pendaftaran PPDB mereka sudah tidak lagi berdomisili pada zonasi sekolah yang diinginkan tetapi alamat dalam kartu keluarga masih menggunakan alamat domisili yang lama yaitu pada zonasi sekolah yang diinginkan. 

Celah ini mungkin juga dianggap strategi legal yang juga bisa digunakan oleh orang tua pendaftar karena memang berdasarkan dokumen kartu keluarga yang digunakan untuk mendaftar adalah sah dan sesuai dengan zona. 

Meskipun domisili dimana mereka tinggal sudah tidak berada lagi pada zona sekolah yang diinginkan. Toh peraturan hanya mempersyaratkan kartu keluarga saja, jadi jika orang tua pendaftar mampu menunjukkan kartu keluarga maka pendaftaran sah dan dapat dilanjutkan.

3. Surat Keterangan Domisili 

Ilustrasi menggunakan surat keterangan domisili sumber gambar kompas.id
Ilustrasi menggunakan surat keterangan domisili sumber gambar kompas.id

(3) Dalam hal kartu keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dimiliki oleh calon peserta didik karena keadaan tertentu, maka dapat diganti dengan surat keterangan domisili. (4) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. bencana alam; dan/atau b. bencana sosial. (Pasal 17 Permendikbud nomor 1 tahun 2021)

Tetap pada pasal 17 pada ayat ke 3 dan 4 dijelaskan bahwa kartu keluarga dapat digantikan dengan surat keterangan domisili dalam keadaan bencana alam atau bencana sosial. Bencana alam dan bencana sosial disini merujuk pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana  dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh alam dan bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh manusia. 

Tidak adanya ketentuan yang mengatur secara spesifik domisili peserta didik, tingkat bencana serta jarak waktu antara terjadinya bencana dengan waktu pendaftaran PPDB membuat pasal ini juga menjadi celah bagi orang tua pendaftar. 

Sebagai contoh, pada 2020 lalu di daerah dimana penulis tinggal terdampak bencana alam puting beliung yang mengakibatkan beberapa rumah di daerah penulis mengalami kerusakan. Dampak yang ditimbulkan dari bencana alam puting beliung ini memiliki tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Ada rumah yang atapnya luluh lantak tanpa tersisa, ada rumah yang roboh rata dengan tanah, dan ada juga rumah yang hanya beberapa genting saja yang terserak diterjang oleh puting beliung. 

Dari contoh di atas maka tingkat kebencanaan semestinya penting dirumuskan. Sebab dengan merumuskan tingkat kebencanaan maka maksud dan tujuan yang sebenarnya pada pasal 17 ayat 3 dan 4 akan lebih tepat sasarannya. 

Secara tersirat ayat 3 dan 4 ini memiliki maksud untuk melindungi dan menjaga hak anak yang terdampak bencana agar tetap dapat melanjutkan pendidikan dimanapun tempatnya berada, sebab bencana kadang mengharuskan perpindahan penduduk ke daerah yang aman sampai daerah yang terdampak bencana pulih kembali. 

Maka wajar jika pemerintah tetap menjaga harapan anak-anak untuk tetap mengenyam pendidikan bahkan ketika mereka sedang terdampak bencana dan berada jauh dari rumah karena mencari tempat yang aman. Inilah maksud dan tujuan sebenarnya pada ayat 3 dan 4 pasal 17 Permendikbud nomor 1 tahun 2021. 

Tingkat bencana ini penting ditetapkan sehingga orang tua pendaftar tidak bermudah-mudahan mengklaim bahwa dirinya terdampak oleh bencana. Dengan tidak adanya ketentuan secara jelas yang menerangkan tingkat bencana seperti apa yang diperbolehkan untuk mengganti surat keterangan domisili maka pasal ini memungkinkan menjadi celah yang akan dianggap legal oleh orang tua pendaftar untuk mendaftarkan anaknya pada sekolah yang diinginkan.

4. Perpindahan Tugas Orang Tua

Sumber gambar kompas.id
Sumber gambar kompas.id

Pasal 23 (1) Perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c dibuktikan dengan surat penugasan dari: a. instansi; b. lembaga; c. kantor; atau d. perusahaan yang mempekerjakan (Pasal 17 Permendikbud nomor 1 tahun 2021)

Tidak dijelaskan secara spesifik apa yang dimaksud dengan perpindahan tugas hanya ada penjelasan bahwa jalur ini diprioritaskan  bagi peserta didik yang jarak tempat tinggalnya terdekat dengan sekolah. Tidak dijelaskan perpindahan tugas dari mana dan kemana serta jangka waktu perpindahan tugas juga tidak dijelaskan pada pasal ini. 

Penulis sendiri memaknai pasal 23 ini sebagai pasal yang seharusnya memudahkan bagi siapapun yang berpindah tugas agar anaknya tetap mendapatkan hak pendidikan pada daerah dimana orang tuanya dipindahkan. Artinya seharusnya perpindahan tugas yang dimaksud adalah perpindahan tugas orang tua peserta didik dimana peserta didik pendaftar beserta keluarga yang lain ikut serta berpindah domisili sesuai dengan perpindahan tugas.

Tapi lagi-lagi ini bisa menjadi celah yang bisa digunakan oleh orang tua peserta didik calon pendaftar PPDB untuk menggunakan jalur ini sebagai pintu untuk mendaftar PPDB. Beberapa celah yang dimungkinkan bisa terjadi seperti; orang tua menggunakan surat penugasan yang lama, orang tua menggunakan surat penugasan yang justru perpindahan tugasnya diluar zonasi sekolah yang akan dituju, serta orang tua yang "nempel" titip nama pada kantor tertentu seolah-olah yang bersangkutan dipindahtugaskan oleh kantor tersebut. 

Beberapa celah di atas mungkin saja bisa dimanfaatkan oleh orang tua pendaftar karena tidak ada rincian penjelasan yang lengkap untuk jalur ini. Salah satu contoh adalah orang tua yang menggunakan surat penugasan yang lama, walaupun ada beberapa daerah tertentu yang menetapkan kebijakan secara khusus untuk jangka waktu tertentu untuk perpindahan tugas tapi ada beberapa daerah lain yang ternyata petunjuk teknisnya tidak mengatur untuk durasi waktu perpindahan tugas dengan pelaksanaan PPDB.

Jadi mungkin saja ada orang tua yang sudah berpindah tugas dengan jarak waktu 10 tahun dari gelaran PPDB masih merasa berhak dan pasti diterima saat proses PPDB berlangsung. 

Demikian juga untuk orang tua yang perpindahan tugasnya justru berada di luar zona sekolah yang diinginkan, karena pada Permendikbud ini juga tidak mengatur darimana dan kemana perpindahan tugas yang diperbolehkan untuk mendaftarkan diri melalui jalur perpindahan tugas maka dimungkinkan akan ada orang tua pendaftar yang mendaftarkan anaknya pada sekolah yang diinginkan dengan perpindahan tugas yang justru perpindahan tugasnya di luar zonasi sekolah yang diinginkan.

Dimungkinkan juga pada jalur perpindahan tugas ini ada surat penugasan asli tapi palsu, yaitu modus orang tua "nempel" nama pada struktur kantor padahal nama tersebut sama sekali dulunya bukanlah bagian dari kantor tersebut. 

Jadi surat penugasan perpindahan tersebut adalah surat penugasan yang memang sengaja dibuat sebagai pemenuhan persyaratan mendaftar PPDB melalui jalur perpindahan tugas orang tua. Dan itu sah secara hukum sebab pendaftar mampu melampirkan surat perpindahan tugas orang tua. 

Yang jadi celah berikutnya pada jalur ini adalah ada narasi "orang tua/ wali", artinya tidak mutlak peserta didik yang akan mendaftar adalah sebagai anak dari orang tua yang melaksanakan perpindahan tugas, tapi perpindahan tugas yang dilakukan oleh wali juga dapat dimanfaatkan sebagai celah orang tua untuk menitipkan anaknya kepada rekan ataupun keluarga yang berpindah tugas. 

Cukup berbekal bukti surat perpindahan tugas orang tua beserta mungkin dokumen yang menyatakan sebagai perwalian maka persyaratan PPDB jalur perpindahan tugas sudah lengkap dan dapat digunakan untuk mendaftar pada jalur ini. 

5. "Ngakalin" Verifikator Sekolah Pilihan Pertama

Sumber gambar dari kompas.id
Sumber gambar dari kompas.id

Cara ini dibilang cara yang cukup cerdik, sebab pendaftar mampu memahami dan memanfaatkan bagaimana sistem PPDB bekerja.

Berkas yang diupload oleh pendaftar akan diverifikasi pada sekolah pilihan pertama pendaftar, adapun sekolah yang diletakkan sebagai pilihan kedua hanya bisa pasrah menerima peserta didik yang mendaftar pada sekolah pilihan pertama tetapi tidak diterima pada sekolah pilihan pertama tersebut tanpa melakukan verifikasi awal pada berkas yang diupload oleh pendaftar. 

Pengecekan berkas yang hanya dilakukan oleh sekolah pilihan pertama ini membuat pendaftar menggunakan celah ini dengan cara mendekatkan titik koordinat rumah pendaftar ke sekolah yang diinginkan dan menjadikan sekolah yang diinginkan menjadi sekolah pilihan kedua setelah sebelumnya pendaftar melakukan analisa jarak terlebih dahulu pada sekolah pilihan pertama dan pada sekolah pilihan kedua. 

Pendaftar sebelumnya harus terlebih dahulu melakukan analisa yang tepat bahwa pendaftar tidak akan mungkin diterima pada pilihan pertama dan juga pendaftar harus menganalisa bahwa kemungkinan pendaftar diterima pada pilihan kedua sangatlah besar. 

Hal ini dilakukan oleh pendaftar untuk memanfaatkan "kelengahan" verifikator sebab verifikator yakin bahwa pendaftar tidak akan diterima pada sekolah pilihan pertama tersebut sehingga verifikator "mungkin" akan menganggap tidak perlu diberikan kecermatan mendalam untuk memverifikasi berkas yang diupload oleh pendaftar. 

Sebagai contoh, seorang pendaftar berada pada zona sekolah A dan sekolah B. Jarak sekolah A dengan domisili pendaftar lebih jauh dari sekolah B ke domisili pendaftar. Sekolah B adalah sekolah favorit yang diinginkan oleh pendaftar. Pendaftar melakukan pendaftaran dengan memilih sekolah A sebagai pilihan pertama dan sekolah B sebagai pilihan kedua. 

Pendaftar juga mendekatkan titik koordinat domisili pendaftar ke sekolah B yang merupakan sekolah pilihan kedua. Verifikator sekolah A sebagai sekolah pilihan pertama mungkin secara tidak langsung akan segera menyimpulkan bahwa pendaftar tidak akan mungkin diterima pada sekolah A sebab jarak terjauh yang diterima pada sekolah A jauh lebih dekat daripada domisili pendaftar pada sekolah A. 

Sehingga hal ini menyebabkan verifikator tidak akan terlalu mencermati berkas yang diupload oleh pendaftar karena pendaftar dipastikan tidak akan mungkin namanya tampil di laman pengumuman PPDB jalur zonasi pada sekolah A sebab jarak yang terlalu jauh. 

Otomatis karena pendaftar memilih dua pilihan, sekolah A sebagai pilihan pertama dan sekolah B sebagai pilihan yang kedua, maka ketika pada sekolah pilihan pertama tidak diterima maka pendaftar secara otomatis akan masuk pada laman seleksi sekolah pilihan kedua yaitu sekolah B, sebab secara jarak sekolah B memang lebih dekat dengan domisili pendaftar. Dan besar kemungkinan bagi pendaftar untuk diterima pada sekolah B tanpa verifikasi berkas yang dilakukan oleh verifikator sekolah B.

Wasana Kata

Sumber gambar kompas.id
Sumber gambar kompas.id

"Menghancurkan suatu bangsa tidak perlu pakai bom atom ataupun misil jarak jauh. Cukup hanya dengan menurunkan kualitas pendidikan,... " ( dikutip dari Kompas ditulis oleh Prof. Emil Salim, Ph.D.)

Lima celah yang ditulis dan dihimpun penulis adalah bentuk kepedulian penulis terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Penulis merasa prihatin sekaligus miris melihat banyak sekali kekisruhan yang sering terjadi saat PPDB digelar pada tiap tahunnya. Banyak orang tua yang menganggap hak-haknya dikebiri oleh kepentingan orang lain yang sama-sama menjadi pendaftar PPDB sehingga menimbulkan depresi bagi peserta didik dan orang tua yang tidak diterima pada sekolah yang diinginkan.

Banyak juga pendaftar yang menyalahkan pihak sekolah yang notabene hanya merupakan pelaksana pada proses PPDB ini. Sebagai informasi bersama bahwa segala proses PPDB yang dilaksanakan pada setiap jenjang baik TK, SD, SMP dan SMA berlandaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang biasanya diterjemahkan kembali melalui peraturan Gubernur pada tingkat provinsi lalu diterjemahkan dalam peraturan Wali Kota/ Bupati sesuai dengan kota atau kabupaten masing-masing. 

Melalui tulisan ini penulis berharap pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan evaluasi dan revisi yang dibutuhkan dalam rangka menutup celah yang sering atau bisa digunakan oleh masyarakat pada pendaftaran PPDB sebagai sebuah strategi yang mereka anggap legal agar diterima pada sekolah yang diinginkan. 

Melalui tulisan ini pula penulis berharap bahwa pemerintah kedepan dapat menerbitkan peraturan yang secara rinci mengatur tentang PPDB dan menjelaskan setiap detail narasi yang bisa membuat peraturan tersebut bias dan banyak menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam pada setiap daerah. Sehingga PPDB mendatang dapat tepat sesuai dengan sasaran dan meminimalisir kecurangan PPDB yang bisa terjadi dengan memanfaatkan celah dari peraturan yang bias sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda. 

Kita ketahui bersama bahwa pendidikan adalah hal terpenting bagi sebuah negara, pendidikan merupakan kunci utama kemajuan sebuah negara maka tidak salah jika dikatakan tidak perlu menggunakan apapun untuk menghancurkan sebuah negara, cukup hanya dengan menurunkan kualitas pendidikan maka peradaban negara tersebut akan hancur. 

Dan PPDB adalah pintu pembuka yang akan memberikan kesempatan bagi seluruh peserta didik seantero negeri untuk mengenyam pendidikan. Pertanyaan berikutnya adalah apa yang akan terjadi pada pendidikan di Indonesia jika pada awalnya saja dalam sistem PPDB ini sudah banyak menimbulkan banyak masalah dan kecurangan?

Mari jaga PPDB bersama!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun