Andaikan kami merespon dengn tertawa terbahak-bahak karena kami pikir itu lucu, pasti putri kecil kami merasa di rendahkan, merasa tidak dipercayai ataupun merasa dianggap sebagai bahan candaan semata.
Hal ini pasti membuat putri kecil kami kecewa dan pasti tidak akan ada lagi cerita-cerita yang lain, sebab putri kecil kami merasa tidak dihargai.
Ataupun sebaliknya, andaikan kami marah besar, dengan nada keras langsung melarang, menghardik dan meminta putri kecil kami untuk tidak berteman lagi dengan teman saranghaeyo nya, ini juga jadi masalah.
Putri kami pasti akan merasa takut dan trauma sehingga tidak akan mungkin bercerita lagi tentang teman sarangaheyo nya kepada kami.
Langkah kedua ini tak kalah penting dari langkah pertama, dan merupakan pintu masuk kami sebagai orang tua untuk menanamkan pemahaman tentang batasan bergaul dengan teman lawan jenis, hal-hal apa saja yang harus dilakukan ketika teman saranghaeyo nya melakukan catcalling lagi dan juga memberikan pola pikir bahwa semua teman adalah teman.
Bagaimana mungkin hal di atas bisa kita tanamkan kepada putri kecil kami jika putri kami saja menghindar/ menolak nasehat yang kami berikan akibat dari respon berlebihan yang kami berikan.
Untungnya saya dan istri tidak bereaksi merespon cerita tentang teman saranghaeyo nya dengan respon yang berlebihan. Sepertinya perlakuan kami ini membuat putri kami tambah nyaman bercerita dengan kami, ada rasa kepercayaan yang mendalam.
Sehingga momen ini kami manfaatkan sekaligus untuk menanamkan nilai-nilai yang harus diketahui dalam fase tumbuh kembang cinta monyet yang sedang putri kami alami.
Ketiga, Memposisikan Diri Sebagai Teman
“Anak-anak mulai tertarik pada lawan jenis pada usia sekitar kelas 5 SD atau 10-11 tahun,” ujar Diane Bloomfield, M.D., dokter anak di Children’s Hospital, Montefiore NY, AS. (Bahkan taksir-taksiran mungkin saja sudah terjadi saat ia kelas 3 atau 4 SD). Itu merupakan bagian dari masa prapubertas, dan bagian dari mulai tumbuhnya kesadaran diri si kecil dan kesadaran akan orang lain, seperti dikutip dari parenting.co.id.
Masa prapubertas adalah masa penting bagi tumbuh kembang anak menuju fase remaja awal. Banyaknya kematangan organ reproduksi tidak di iringi dengan kematangan pola pikir sebagaimana pola pikir manusia dewasa yang bisa memilah dan memilih mana perbuatan yang pantas ataupun yang tidak pantas.
Maka ini menjadikan pentingnya kami memposisikan diri sebagai teman untuk putri kami yang sedang berada pada fase cinta monyet. Dengan memposisikan diri sebagai teman tentunya ini akan semakin membuat putri kecil kami semakin nyaman.