Di mana hati manusia ketika melihat mentari pagi bersinar lagi?Â
Di mana hati manusia saat menatap senja berpisah untuk sementara?Â
Di mana kehidupan yang dulu ramah pada pagi dan senja yang datang dan pergi silih berganti.Â
Kehidupan lama yang terasa usang, berganti dengan dunia gegap gempita.Â
Di mana?
Tangisan bayi di awal melihat dunia, terasa merdu bagi ibunya yang merindu rupa.Â
Setelah sekian lama menanti sinar tatapan mata yang teduh merasuk jiwa.Â
Tangan mungil menggenggam telunjuk ibu, meraba payudara mencari air susu, hangat sentuhan kulit dengan kulit, lupa sakit dan nyeri, semua berganti bahagia.Â
Mengapa?
Berita duka, ratap nestapa, merobek hati ayah.Â
Jiwanya terluka, raganya tergoncang, derai tangisan tangisi kepergian anak ke-3.Â
Sang ibu duduk lesu, rindu merasuk pada remaja SMA anaknya yang sebentar lagi akan dimasukkan dalam liang lahat.Â
Keduanya mencari cara untuk tetap tegar menghadapi dunia yang berawan.Â
Bagaimana?
Coba relakan, lepaskan kata, ucap perpisahan yang pasti tidak mudah.Â
Tidak ada kekuatan manusia selain pasrah.Â
Tuhan punya cara seiring dengan waktu.Â
Semua akan kembali pada ritme hidup yang tak tentu.Â
Hanya Dia yang tahu.Â
Hanya Dia yang mampu.Â
Menjadikan hitam jadi putih - pun sebaliknya.Â
Belajar bersyukur dengan apa yang masih ada.Â
Anak pertama, ke-2, dan si bungsu masih butuh perhatianmu.Â
Tarikan nafas panjang, getir dalam ketenangan, lagu penghibur hati biarlah tetap terdengar.Â
Dengan seizinNya, semua akan baik adanya.
Untuk Ito dan Edaku yang ditinggal pergi anak ke-3. Tuhan berikan kekuatan dan penghiburan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H